Kappaphycus alvarezii which is widely cultivated at sea is susceptible to other algae that drift away and attach as epiphyte. This study aims to identify epiphyte on seaweed farming K. alvarezii and its effect on carrageenan quality. The study was conducted on K. alvarezii seaweed farming area in Jeneponto, South Sulawesi. Sample of epiphyte was obtained from four stations. Epiphyte was identified in laboratory based on its morphological characteristics and calculated its density. Carrageenan yield and gel strength of healthy seaweed and those infected one were analyzed in laboratory in triplicates for each sample. Data were statistically analyzed using independent samples t-test analysis. Present study showed that there were 6 epiphytes species on the seaweed farming area, namely: Entheromorpha intestinalis, Ceramium sp., Neosiphonia apiculata, Chaetomorpha crassa, Hypnea sp., and Gracilaria sp. The average of epiphytic density in cultivation area was (24.26±9.64)%. Healthy seaweed and infected one had significantly different carrageenan yield and gel strength (P<0.05). Healthy seaweed had higher carrageenan yield (48.17±1.62)% and gel strength (1130.76±8.42) g cm-² than infected seaweed which had carrageenan yield (42.47±0.23)% and gel strength (958.22±10.85) g cm-².
Peningkatan produksi udang windu Penaeus monodon terus diupayakan, salah satunya dengan peningkatan respons imun udang terhadap infeksi penyakit WSSV. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons imun udang terhadap pemberian vaksin dsRNA VP-24 pada berbagai dosis. Konstruksi vaksin dsRNA VP-24 dilakukan menggunakan Megascript kit dengan DNA genom VP-24 sebagai template. Vaksinasi dilakukan dengan metode injeksi pada udang windu yang berukuran rata-rata 15,88 ± 3,50 g; dosis vaksin yang diujikan adalah 0,02 µg; 0,2 µg; 2 µg; dan sebagai kontrol adalah udang yang tidak diberi vaksin. Penelitian terdiri atas empat perlakuan dosis vaksin dengan masing-masing dua ulangan dan dipelihara selama lima hari. Uji tantang dilakukan selama enam hari dengan menginjeksi virus WSSV dalam saline solution (1:3 v/v). Pengamatan terhadap sintasan udang windu dilakukan setiap hari, sedangkan penghitungan total hemocyte (THC) dan ProPO diamati pada hari I, III, dan VI setelah diinfeksi WSSV. Pada akhir pengujian dilakukan pengambilan jaringan hepatopankreas untuk analisis histopatologi. Analisis data dilakukan secara statistik dengan analisis ragam (ANOVA). Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa injeksi vaksin dsRNA VP-24 dengan dosis 0,2 µg memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sintasan dan respons imun udang windu (P<0,05). Vaksin dsRNA VP-24 dengan dosis 0,2 µg mampu memberikan sintasan udang windu P. monodon sebesar 65% dan meningkatkan respons imun udang dengan THC (1.550 x 10t sel/mL) dan ProPO (0,042 Abs).One of the efforts to increase the production of tiger shrimp Penaeus monodon is increasing the immune response against WSSV disease. This study aims to evaluate shrimp immune response to dsRNA VP-24 vaccination at various doses. The construction of dsRNA VP-24 vaccine was performed using Megascript kit with the VP-24 DNA genome as a template. The vaccination was done by injection method on shrimp sized 15.88 ± 3.50 g. The tested vaccine doses (treatments) were 0.02 ¼g; 0.2 ¼g; 2 ¼g; and unvaccinated shrimp as the control. The study consisted of four treatments of vaccine doses with two replicates for each treatment. The challenge test was performed by injecting the WSSV virus in saline solution (1:3 v/v). The observation on shrimp survival rate was done daily, while the total hemocyte count (THC) and ProPO observation were performed on the 1st day, 3rd day, and 6th day after WSSV infection. At the end of the experiment, samplings of hepatopancreas for analysis were performed. Data were statistically analyzed using ANOVA. The present study indicated that the injection of 0.2 ¼ g dsRNA VP-24 vaccine had a significant effect on the survival rate and immune response of shrimp (P<0.05). The dose of 0.2 ¼g dsRNA VP-24 had resulted in 65% of survival rate and increased immune response of P. monodon with THC (1,550 x 10t cell/mL) and ProPO (0.042 Abs).
ABSTRAKInfeksi white spot syndrome virus (WSSV) dapat menyebabkan kematian massal pada budidaya udang windu Penaeus monodon di Indonesia. Infeksi yang terjadi secara sistematis tersebut disebabkan oleh peran gen nucleocapsid viral protein . Upaya pengembangan gen VP-15 WSSV untuk menginduksi respons imun dan menetralisasi terhadap infeksi WSSV pada udang windu perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan merekombinasikan gen penyandi VP-15 WSSV sebagai vaksin dsRNA, serta menganalisis aplikasinya pada udang windu. Gen VP-15 diisolasi dari udang windu yang terinfeksi WSSV, dikloning ke dalam suatu vektor dan ditransformasikan ke sel kompeten (bakteri Escheria coli DH5). Plasmid diisolasi untuk mengonfirmasi insert region gen VP-15 melalui sekuensing nukleotida. Pembuatan vaksin rekombinan dilakukan secara in-vitro menggunakan kit MEGAscript RNAi dan diaplikasikan ke udang windu melalui metode injeksi dengan dosis tunggal 0,2 µg dan kontrol (tanpa injeksi vaksin). Hewan uji yang digunakan berukuran panjang 14,75±3,17 g dan bobot 11,64±0,76 cm; serta dipelihara pada wadah bak fiber volume 250 L dengan kepadatan 10 ekor/bak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gen penyandi VP-15 telah diisolasi dari udang windu dan vaksin rekombinan telah dihasilkan secara in-vitro. Analisis sekuens nukleotida memperlihatkan bahwa sisipan gen DNA VP-15 sebesar 253 bp dan menunjukkan kemiripan yang tinggi (99%) pada GenBank. Penggunaan vaksin rekombinan dsRNA dengan dosis 0,2 µg memperlihatkan sintasan udang windu yang dapat mencapai 40,0% dibandingkan dengan kontrol hanya 3,3% (peningkatan 36,7%). Gambaran histopatologi pada jaringan hepatopankreas udang windu pada perlakuan kontrol menunjukkan adanya kerusakan inti sel, akibat infeksi WSSV. Gene VP-15 berpotensi sebagai bahan vaksin rekombinan dsRNA dalam mencegah infeksi WSSV.
Teknologi RNA interference (RNAi) merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan resistensi udang windu terhadap infeksi patogen termasuk WSSV. Pengembangan teknologi RNAi melalui aplikasi untai ganda RNA (dsRNA) yang berasal dari gen pengkode viral protein (VP) dari WSSV telah mulai dikembangkan pada udang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sintasan dan respons imun udang windu yang diberi VP-15 pasca uji tantang dengan WSSV. Udang windu (panjang 15,21 ± 1,19 cm dan bobot 32,5 ± 1,83 g) diinjeksi dengan 0,2 µg/ekor dsRNA in vitro (A), dsRNA in vivo (B), dan larutan garam/kontrol (C). Setelah tiga hari vaksinasi, udang windu ditantang dengan WSSV dengan dosis 50 µL/ekor. Pengamatan sintasan dilakukan setiap hari, sedangkan respons imun (THC dan aktivitas proPO) dilakukan pada awal dan hari ke-1, ke-3, dan ke-5 pasca uji tantang, serta analisis ekspresi gen antivirus dan histopatologi hepatopankreas dilakukan pada akhir penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi dsRNA berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap sintasan, THC, dan proPO. Sintasan udang windu yang diberi dsRNA VP-15 in vitro dan in vivo memberikan sintasan yang lebih tinggi 75% dibandingkan dengan kontrol. Nilai proPO tertinggi didapatkan pada dsRNA in vivo (0,138); kemudian dsRNA in vitro (0,093); dan terendah kontrol (0,061); sedangkan THC tertinggi (5.704 x 104 sel/mL) pada dsRNA in vivo, kemudian dsRNA in vitro (3.516 x 104 sel/mL) dan terendah pada perlakuan kontrol (3.322 x 104 sel/mL). Ekspresi gen antivirus semakin meningkat dengan semakin lamanya udang windu terpapar dengan WSSV. Jaringan hepatopankreas udang windu pada perlakuan kontrol (tanpa dsRNA) menunjukkan adanya kerusakan sel akibat infeksi virus.RNA interference (RNAi) technology is one of the approaches used to improve tiger shrimp Penaeus monodon resistance against WSSV infection. The development of RNAi technology through double-stranded RNA (dsRNA) isolated from gene encoding viral protein (VP) of WSSV has been applied to shrimp. This study was aimed to assess the survival rate and immune response of injected-VP-15 WSSV tiger shrimp after a challenge with WSSV. The tiger shrimp (15.21 ± 1.19 cm in length and 32.5 ± 1.83 g in weight) were injected with 0.02 µg/shrimp of in vitro dsRNA (A), in vivo dsRNA (b) and saline solution (C). After three days of vaccination, the tiger shrimp were challenged with WSSV using a dosage of 50 µL/shrimp. The survival rate was observed daily. Analyses of immune responses (hemocyte total and PO activity) were performed in several stages: before the challenge test and day-1, day-3, and day-5 post-challenge test. The expression of the antivirus gene and hepatopancreas histophatology were was observed at the end of the experiment. The results showed that the application of dsRNA significantly influenced the shrimp survival rate, THC, and proPO. Tiger shrimp injected with dsRNA VP-15 of in vitro and in vivo exhibited a higher 75% survival rate than the control (P<0.05). The highest proPO activity (0.138) was obtained at dsRNA in vivo, followed by dsRNA in vitro (0.093) and the lowest (0.061) in the control. The highest THC (5,704 x 104 cell/mL) was in vivo dsRNA, then in vitro dsRNA (3,516 x 104 cell/mL), and the lowest in the control (3,322 x 104 cell/mL). The longer the exposure with WSSV, the higher the antivirus gene expression. Histopathology analysis showed some damages to the hepatopancreas cells in the control shrimp (without dsRNA) caused by the virus infection.
ABSTRAKBudidaya rumput laut di Indonesia semakin berkembang seiring dengan peningkatan permintaan bahan baku industri untuk pasar domestik dan eksport. Rumput laut Kappaphycus striatum, salah satu spesies rumput laut komersil, telah intensif dibudidayakan di perairan pantai. Saat ini, masalah utama yang dihadapi pembudidaya adalah rendahnya kualitas bibit yang berasal dari hasil budidaya. Seleksi varietas merupakan salah satu metode yang diharapkan dapat meningkatkan laju pertumbuhan rumput laut. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh seleksi varietas terhadap pertumbuhan rumput laut sehingga dapat dilakukan produksi bibit unggul untuk keperluan budidaya. Budidaya rumput laut K. striatum telah dilakukan di Teluk Laikang Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan dengan menggunakan metode long line. Seleksi varietas dilakukan berdasarkan parameter laju pertumbuhan harian (LPH) dan metode seleksi mengacu pada protokol seleksi yang telah dikembangkan pada rumput laut K. alvarezii. Hasil penelitian menunjukkan bahwa LPH bibit hasil seleksi lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol, di mana LPH seleksi mencapai 3,47%/hari, sedangkan LPH kontrol 1,81%/hari. Dari tiga siklus produksi bibit, rata-rata LPH hasil seleksi adalah 2,92%/hari dan kontrol 1,58%/hari, atau dapat diasumsikan terjadi peningkatan sebesar 84,25%. Kandungan karaginan dan kekuatan gel hasil seleksi relatif lebih tinggi dibandingkan kontrol, di mana LPH memiliki korelasi yang erat dengan kandungan karaginan (r=0,6604) tetapi relatif lebih rendah dengan kekuatan gel (r=0,1048). Kualitas air (salinitas, nitrat, fosfat, dan pH) selama penelitian berlangsung masih berada pada kisaran yang sesuai untuk pertumbuhan rumput laut.
Kultur jaringan merupakan salah satu metode untuk menghasilkan bibit rumput laut secara kontinu. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan bibit rumput laut Gracilaria sp. pada setiap tahapan proses propagasi vegetatif melalui kultur jaringan. Propagasi di laboratorium dilakukan selama 60 hari menggunakan kontainer kaca berkapasitas 2 L dengan kepadatan eksplan 1.000; 1.500; dan 2.000 eksplan/kontainer, selanjutnya dilakukan aklimatisasi eksplan di tambak menggunakan hapa berukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm selama 60 hari dengan kepadatan eksplan 10, 20 dan 30 g/hapa. Propagasi di tambak dilakukan selama lima bulan dengan metode long line dan setiap 30 hari dilakukan perbanyakan bibit dan pengamatan terhadap pertumbuhan. Desain penelitian adalah rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan untuk masing-masing perlakuan. Parameter yang diamati adalah sintasan eksplan di laboratorium, pertumbuhan, dan perkembangan bibit. Hasil yang diperoleh pada kultur di laboratorium yaitu sintasan tertinggi (45,38%) diperoleh pada kepadatan 1.500 eksplan/kontainer, pada aklimatisasi di tambak kepadatan eksplan hingga 30 g tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan harian bibit (P>0,05); bobot mutlak tertinggi diperoleh pada perlakuan 30 g/hapa. Laju pertumbuhan bibit rumput laut hasil kultur jaringan pada propagasi di tambak berada pada kisaran 2,33%-4,31%.
Abstrak verrucosa dan G. gigas dilakukan dibawah mikroskop. Analisis data pertumbuhan dilakukan dengan uji komparatif independent t-test sedangkan data perkembangan eksplan dan histologi sel rumput laut dianalisis secara deskritif. Pada pemeliharaan di tambak kedua jenis rumput laut memiliki pertumbuhan yang berbeda nyata (P<0,05). Rumput laut G. verrucosa memiliki bobot mutlak lebih tinggi (221,82 g) dari G. gigas (51,94 g) dan LPH (laju pertumbuhan harian) bobot lebih tinggi (3,27%) dari G. gigas (2%). Rumput laut G. verrucosa juga memiliki pertambahan panjang yang lebih tinggi (
Interaksi auksin dan sitokinin dianggap penting untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan dalam kultur jaringan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi auksin dan sitokinin yang optimum untuk morfogenesis kalus rumput laut K. alvarezii, dan mengevaluasi pengaruhnya terhadap pertumbuhan, sintasan, dan laju regenerasi kalus. Kultur kalus dilakukan pada media cair dengan formulasi zat pengatur tumbuh (ZPT) indole acetic acid (IAA) : kinetin : zeatin, dengan komposisi konsentrasi sebagai berikut: A) 0,4:0:1 mg/L; B) 0,4:0,25:0,75 mg/L; C) 0,4:0,5:0,5 mg/L; D) 0,4:0,75: 0,25 mg/L; E) 0,4:1:0 mg/L; kontrol (tanpa ZPT). Desain penelitian adalah rancangan acak lengkap dengan pengulangan tiga kali untuk masing-masing perlakuan. Parameter yang diamati adalah laju pertumbuhan harian, sintasan, laju regenerasi, panjang tunas, dan morfologi tunas. Analisis data dilakukan dengan uji keragaman (ANOVA) dan hasil yang diperoleh disajikan dalam bentuk grafik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula optimum untuk morfogenesis rumput laut K. alvarezii adalah formula A dengan komposisi IAA : zeatin = 0,4:1 mg/L. Penggunaan formula zat pengatur tumbuh yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan harian, laju regenerasi dan panjang tunas yang dihasilkan, tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap sintasan kalus. Tunas rumput laut K. alvarezii mulai terbentuk pada hari ke-15 masa kultur.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.