Budidaya rumput laut memliki peranan yang sangat penting dalam usaha meningkatkan produksi perikanan serta memenuhi kebutuhan pangan dan gizi. Beberapa kendala yang masih dijumpai di lapangan antara lain kualitas hasil panen yang masih rendah akibat pemanenan rumput laut yang lebih awal dari waktu panen yang seharusnya (6-7 minggu), akibat permintaan rumput laut cukup tinggi. Percobaan ini bertujuan untuk memperlihatkan kandungan nilai gizi rumput laut yang dipanen pada masa tanam 10, 20, dan 30 hari. Jenis rumput laut yang ditanam adalah Kappaphycus alvarezii yang dibudidayakan di sekitar perairan Teluk Maumere Desa Kojadoi Kecamatan Alok Timur Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Metode budidaya rumput laut yang digunakan adalah metode tali panjang (long line), dengan panjang tali 35 m sebanyak 750 bentangan. Jarak antara bentangan 1 m, jarak tanam yang diaplikasikan adalah 15 cm, dengan bobot awal bibit 50 g. Setiap 10 hari sampel diambil secara acak untuk dianalisis proksimatnya (kadar air, protein, karbohidrat, serat, dan abu), sehingga diperoleh masa tanam 10, 20, dan 30 hari. Sebelum dianalisis, rumput laut tersebut dijemur selama 3 hari sampai kering. Untuk mengetahui kadar air, abu, lemak, dan serat kasar, rumput laut dianalisis dengan menggunakan metode gravimetrik, sedang kadar protein dan BETN dengan metode trimetri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air, abu, lemak, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) menurun seiring dengan lamanya masa tanam, sedangkan kadar protein dan serat kasar meningkat seiring dengan lamanya masa tanam.
ABSTRAKPerairan pantai Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, dan Bulukumba merupakan sentra produksi rumput laut Kappaphycus alvarezii di Sulawesi Selatan. Pengelolaan budidaya yang dilakukan oleh pembudidaya di daerah tersebut cukup bervariasi sehingga dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor pengelolaan budidaya yang mempengaruhi produksi rumput laut. Metode survai melalui pengajuan kuesioner kepada 62 responden secara terstruktur. Sebagai peubah tidak bebas dalam penelitian ini adalah produksi rumput laut, sedangkan peubah bebas adalah faktor pengelolaan budidaya. Analisis regresi berganda dengan peubah boneka digunakan untuk memprediksi produksi rumput laut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi rumput laut di perairan selatan Sulawesi Selatan berkisar antara 463-5.000 dengan rata-rata 1.502,3 kg kering/3.000 m 2 yang dibudidayakan dengan tali panjang. Faktor pengelolaan budidaya yang mempengaruhi produksi rumput laut adalah jarak antar tali ris, jarak antar rumpun dalam tali ris, hama baronang, penyakit ice-ice, bobot bibit, asal bibit dan sumber cemaran. Untuk meningkatkan produksi rumput laut di perairan selatan Sulawesi Selatan dapat dilakukan melalui peningkatan bobot bibit antara 36,9 sampai 100,0 g/rumpun, menggunakan bibit yang tidak diangkut terlalu lama, tidak menambah jarak antar tali ris sampai melebihi 1,0 m, tidak menambah jarak antar rumpun dalam tali ris yang melebihi 25 cm serta melakukan penanaman berdasar kalender musim tanam untuk mencegah terjadinya serangan hama dan penyakit serta cemaran.
This study aimed to determine the optimum dose of 17α-MT hormone to improve male shrimp P. monodon sperm quality. Male tiger shrimp P. monodon originated from pond with an average weight (57.56 ± 12.79) g were transferred to hatchery and acclimated for 1 week prior treatments. Shrimps were set up in controlled tanks in 5 shrimps/tank density. Treatments were 17α-MT hormone induction in different doses, i.e. A = control (ablation); B = 200 ng/100 g of broodstock body weight (BW); C = 300 ng/100 g BW; and D = 400 ng/100 g BW. The 17-α MT hormone was given using injection method every 7 days in 3 times frequency. Research was completely randomized designed with 4 treatments and 2 replications. Observed variables were: the amount of shrimps which carried spermatophores, weight of spermatophores, quantity of spermatozoa, spermatophores histology and water quality. Data of the amount of shrimps which carried spermatophores, weight of spermatophores and the quantity of spermatozoa were analyzed using analysis of variance (ANOVA), while data of spermatophores histology and water quality were analyzed descriptively. The amount of shrimps which carried spermatophores and weight of spermatophores were not significantly different (P>0.05), but spermatozoa quantity was significantly different (P<0.05). The highest spermatozoa quantity was obtained at 300 ng/100 g BW dose in fourth gonad maturity stage. The 17α-MT in 300 ng/100 g BW was the optimum dose for P. monodon sperm quality improvement and it could be applied to replace ablation method.
Penelitian dilakukan di Dusun Pangasa dan Dusun Tongke'Tongke, Desa Samataring, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan.
Kultur jaringan merupakan salah satu metode untuk menghasilkan bibit rumput laut secara kontinu. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan bibit rumput laut Gracilaria sp. pada setiap tahapan proses propagasi vegetatif melalui kultur jaringan. Propagasi di laboratorium dilakukan selama 60 hari menggunakan kontainer kaca berkapasitas 2 L dengan kepadatan eksplan 1.000; 1.500; dan 2.000 eksplan/kontainer, selanjutnya dilakukan aklimatisasi eksplan di tambak menggunakan hapa berukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm selama 60 hari dengan kepadatan eksplan 10, 20 dan 30 g/hapa. Propagasi di tambak dilakukan selama lima bulan dengan metode long line dan setiap 30 hari dilakukan perbanyakan bibit dan pengamatan terhadap pertumbuhan. Desain penelitian adalah rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan untuk masing-masing perlakuan. Parameter yang diamati adalah sintasan eksplan di laboratorium, pertumbuhan, dan perkembangan bibit. Hasil yang diperoleh pada kultur di laboratorium yaitu sintasan tertinggi (45,38%) diperoleh pada kepadatan 1.500 eksplan/kontainer, pada aklimatisasi di tambak kepadatan eksplan hingga 30 g tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan harian bibit (P>0,05); bobot mutlak tertinggi diperoleh pada perlakuan 30 g/hapa. Laju pertumbuhan bibit rumput laut hasil kultur jaringan pada propagasi di tambak berada pada kisaran 2,33%-4,31%.
Rumput laut Gracilaria verrucosa asal Kabupaten Sinjai memiliki kualitas paling rendah di antara semua sentra produksi Gracilaria sp. di Sulawesi Selatan. Hal ini salah satunya dikarenakan oleh bibit yang buruk. Penyediaan benih rumput laut yang berkualitas dapat dilakukan salah satunya dengan penggunaan bibit hasil kultur jaringan. Perbanyakan bibit Gracilaria verucosa dapat dilakukan dengan menggunakan metode tali panjang long line maupun metode sebar (broadcast) di tambak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui respons pertumbuhan, kandungan agar, dan kekuatan gel (gel strength) dari bibit G. verucosa hasil kultur jaringan di tambak Kabupaten Sinjai. Metode penelitian ini adalah eksperimen dengan dua perlakuan dan tiga ulangan yaitu perlakuan A (bibit kultur jaringan) dan B (bibit lokal) dengan berat awal masing-masing 10 kg. Pemeliharaan bibit dengan metode sebar dilakukan selama 30 hari. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa laju pertumbuhan harian (DGR), kandungan agar dan gel strength bibit kultur jaringan dan bibit lokal menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Secara kuantitas hasil produksi bibit hasil kultur jaringan memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi daripada bibit lokal dengan berat akhir bibit 44,3 ± 4,16 kg hasil kultur jaringan dan 33,0 ± 4,35 kg lokal dengan DGR 4,97% bobot/hari (kultur jaringan) dan 3,90% bobot/hari (lokal). Secara kualitas bibit hasil kultur jaringan lebih baik dari bibit lokal, ditunjukkan dengan persentase kandungan agar bibit hasil kultur jaringan lebih tinggi daripada bibit lokal dengan rendemen agar 22,19 ± 2,45% (kultur jaringan) dan 16,50 ± 0,96% (lokal), sementara gel strength sebesar 204,20 ± 0,45 g/cm2 (hasil kultur jaringan) dan 128,10 ± 1,55 g/cm2 (bibit lokal).Seaweed Gracilaria verrucosa from Sinjai Regency has the lowest quality among all Gracilaria sp. Production centers in South Sulawesi due to the low quality of the seed. The seed quality can be improved using seed selection, followed by tissue-culture methods. Long-line and broadcast methods in brackishwater ponds are the efficient seaweed culture techniques to multiply the number of Gracilaria verrucosa seeds. This research was aimed to determine growth performance, gel content, and gel strength of seeds produced from tissue-culture and local seaweed farming. The experiment consisted of two treatments: treatment A (cells culture seed) and B (local seed) with the initial weight of 10 kg, each has three replicates. Both seeds were stocked and reared in the ponds using the broadcast method for 30 days. The results of DGR, gel content and gel strength showed a significant difference between tissue-cultured and local seeds (P<0.05). The tissue-cultured seed had better growth than the local seed with 4.97% mass/day for tissue-cultured seed and 3.90 mass/day for local seed. The tissue-culture seed also had better quality in agar content and gel strength. The agar content of tissue-cultured was 22.19 ± 2.45% and the local was 16.50 ± 0.96%. The gel strength of tissue-culture was 204.20 ± 0.45 g/cm2, and the local was 128.10 ± 1.55 g/cm2.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui distribusi dan kelimpahan kepiting bakau (Scylla sp.) di perairan Muara Sungai Cenranae, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Tiga lokasi penghasil kepiting di perairan Muara Sungai Cenranae, yaitu Latonro, Pallime, dan Pusunge ditentukan sebagai tempat untuk penelitian.
Kendala yang sering dihadapi dalam penyediaan umpan hidup untuk penangkapan ikan tuna/cakalang adalah masih tingginya kematian umpan dalam transportasi menuju daerah penangkapan, sehingga diperlukan pembiusan umpan sebelum diangkut.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.