Gunarto, Sulaeman and Herlinah. 2019. The Preference Size Of Male Mud Crab, Scylla tranquebarica at Success Mating With Female , Scylla olivacea in Controlled Tanks. Aquacultura Indonesiana, 20(2) : 93-101. Interspecific hybridization of mud crab Scylla spp has been successfully conducted in controlled tanks. However, there is no information yet available about the male size S. tranquebarica is capable to copulate with female of S. olivacea. The objectives of the experiment is to find out the male size of S. tranquebarica that willingly copulated with newly molted female of S. olivacea. Twelve individual of adolescent female of S. olivacea were reared individually in the conical fibreglass tanks each of 500 L volume. In another tank, 12 adult male S. tranquebarica with various size (200-500g/ind.) were also prepared. The crabs fed with chopped trash fish in the morning (7.00 am) and afternoon (17.00 pm) at 5% of the total crab biomass. Each newly molted female is transfered to the prepared copulation tank where three male of different size have been placed and allow them to mate and freely copulated with the female. The size of copulated crabs (body weight, carapace with, and carapace length) were recorded. The female sizes were measured before and after molting, whereas, the male sizes were measured soon after mating process has finished. Post mating, the female crab then reared individually in the recirculating tank system until mature and spawned. The result showed that male S. tranquebarica with individual weight of >300g are preferable to copulate with female S. olivacea, where in contrary no male crab of the size <300g were successfully mate. The duration from mating to gonad maturity stage IV for the hybridized S. olivacea in this study ranges between 59-103 days.
Sebagian besar tambak di Indonesia dikelola secara tradisional oleh petambak yang rata-rata bermodal kecil. Untuk itu, teknologi budidaya udang vanamei pola tradisional plus perlu dikembangkan misalnya dengan sistem pemupukan susulan sehingga akan diperoleh teknologi budidaya yang murah tetapi menguntungkan bagi petambak tradisional. Beberapa faktor penting yang sangat perlu diperhatikan agar supaya berhasil dalam budidaya udang vanamei pola tradisional plus, di antaranya adalah persiapan tambak harus maksimal, pemilihan dan penanganan benur harus betul, kontruksi tambak meskipun untuk pola tradisional harus didisain agar air baru mudah masuk ke tambak dan air buangan beserta limbahnya dapat segera keluar dari pelataran tambak, cara pengelolaan air sistem resirkulasi atau penggantian air hanya dilakukan saat terjadi air pasang tinggi. Penggunaan fermentasi probiotik dan peningkatan upaya biosekuritas di sekitar lingkungan tambak. Dengan memperhatikan faktor-faktor penting tersebut, meskipun udangdipelihara pada musim kemarau dengan kadar garam tinggi (53--34 ppt) dengan hanya mengandalkan pemupukan susulan 750 g urea dan 375 g SP-36/500 m2 serta penambahan fermentasi probiotik sebanyak 3 mg/L per minggu ternyata masih bisa panen dengan masa pemeliharaan lebih singkat yaitu 76 hari. Produksi pada kepadatan 1, 3, 5, dan 7 ekor/m2 masing-masing pada kisaran 4,1--8,69 kg/500 m2 (82--173,8 kg/ha); 8,7--10,7 kg/500 m2 (174--214 kg/ha); 4,27--10,55 kg/500 m2 (175,6--211 kg/ha); dan 11,6--17,5 kg/500 m2 (232--350 kg/ha).
Improvement of feed quality for mangrove crab larvae rearing is one of theimportant factors to increase of crablet production. The aim of the research was to knowthe influenzing of enriched Artemia nauplii using Nannochloropsis sp fed to the differentstages of larvae Scylla olivacea on crablet production. Twelve units of tanks volume 250L filled with saline water salinity 30 ppt, aerated, then stocked with new hatched mud crablarvae zoea-1 at the density 100 ind./L. The larvae zoea-1 were fed rotifer, Brachionus sp.and after zoea-3, beside fed by rotifer, the larvae were also fed by Artemia naupli. Fourtreatments were tested, namely: A). Artemia nauplii enriched using Nannochloropsis sp.was given to the larvae zoea-3 until develop to megalop stage. B). Artemia nauplii enrichedusing Nannochloropsis sp was given to the larvae zoea-4 until develop to megalop stage.C). Artemia nauplii enriched using Nannochloropsis sp was given to the larvae zoea-5 stageuntil develop to megalop stage. D). Artemia nauplii without enriched using Nannochloropsissp. was given to the larvae zoea-3 until develop to megalop stage. Result of the researchshowed that the highest of Larvae Development Indexes and Megalop Occurence Indexeswas obtained in treatment A and resulted the highest of crablet production, then followed bytreatment C and B and those were significantly different (P<0.05) with the crablet productionin treatment D. The use of Artemia nauplii enriched by Nannochloropsis sp. to feed larvae,S. olivacea stage zoea-3 to zoea-5 until develop to the megalop stage is one of the key factorto enhance the crablet production. By this finding, the crablet production in hatchery will beincreased and the mud crab culture in brackishwater pond able to developed.
ABSTRAKBudidaya udang vaname intensif sistem bioflok merupakan satu di antara beberapa upaya untuk efisiensi biaya produksi, karena bioflok dapat dimanfaatkan sebagai subsitusi pakan bagi udang vaname yang dibudidayakan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan sumber C-karbohidrat (molase) sebagai upaya penumbuhan bioflok pada budidaya udang vaname pola intensif di tambak terutama efeknya pada pertumbuhan, sintasan dan produksi udang. Dua petak tambak masing-masing ukuran 3.520 m 2 dan 3.946 m 2 ditebari benur vaname dengan padat tebar 75 ekor/m 2 . Satu petak sebagai tambak kontrol tanpa penambahan sumber Ckarbohidrat (tambak A) dan satu petak tambak lainnya setelah satu bulan pemeliharaan maka sumber C karbohidrat (molase) mulai ditebarkan ke air tambak (tambak B) tujuannya untuk meningkatkan CN ratio menjadi > 10:1 sehingga diharapkan bioflok mudah tumbuh. Pakan udang diberikan setelah penebaran dengan dosis 100% dari total biomassa udang pada dua minggu pertama dan setiap dua minggu berikutnya jumlah pakan yang diberikan menurun hingga mencapai dosis 2,5% dari total biomassa udang setelah udang mencapai masa pemeliharaan bulan keempat. Pada petak yang ditumbuhkan bioflok dosis pakan yang diberikan ke udang dikurangi hingga mencapai 10%-20% dari porsi yang seharusnya diberikan. Sintasan, produksi, dan nilai konversi pakan dihitung setelah udang dipanen. Kualitas air (salinitas, pH, dan oksigen terlarut) di-monitor setiap hari. Total Suspended Solid (TSS), Volatil Suspended Solid (VSS), dan volume bioflok di-monitor setelah terbentuk di air tambak. Total haemosit dan prophenol oksidase udang dihitung pada udang sampel dilakukan menjelang udang dipanen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di tambak B yang ditambahkan sumber C-karbohidrat (ditumbuhkan biofloknya) diperoleh nilai konversi pakan udang lebih rendah daripada yang diperoleh di tambak A. Sintasan dan produksi udang di tambak B lebih tinggi daripada sintasan dan produksi udang di tambak A (kontrol). Total haemosit dan prophenol oksidase lebih tinggi pada udang yang hidup di tambak B yang ditumbuhkan floknya daripada yang diperoleh di tambak A (kontrol).
Munculnya serangan White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada udang yang dibudidayakan kemungkinan sebagai akibat menurunnya kualitas lingkungan tambak. Data diperoleh dari penelitian budi daya udang windu yang dilakukan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros menggunakan 8 unit tambak ukuran 500 m2. Tokolan udang windu PL-25 dengan padat tebar 10 dan 20 ekor/m2 ditebar dalam petak tambak tersebut serta penambahan probiotik setiap minggu sebanyak 1 mg/L berlangsung selama pemeliharaan udang dan tanpa pemberian probiotik sebagai kontrol merupakan perlakuan yang diuji. Masing-masing perlakuan dengan dua ulangan. Setelah penebaran, beberapa petak terserang WSSV dan menyebabkan kematian total yaitu pada hari ke-27, 30, 41, dan 47. Serangan WSSV terus berlanjut selama pemeliharaan udang di tambak berlangsung. Pada petak menggunakan probiotik mempunyai kecenderungan terserang WSSV lebih lambat daripada yang tidak menggunakan probiotik. Semakin tinggi padat tebar udang windu di tambak, maka semakin rentan terhadap serangan WSSV. Padat tebar 10 ekor/m2 menggunakan probiotik produksinya cenderung lebih baik daripada padat tebar 20 ekor/m2. Peningkatan populasi Vibrio sp., peningkatan konsentrasi nitrit dan tingginya populasi awal Vibrio sp. di air melebihi 103 cfu/mL dan di sedimen 104 cfu/g diduga erat kaitan dengan munculnya serangan WSSV pada udang yang dipelihara di tambak pada penelitian ini.The outbreak of WSSV infection on tiger shrimp culture was thought to be an impact of its pond environmental depletion. The data was obtained from the study of tiger shrimp culture conducted in ponds Research Station of RICA Maros using 8 unit of brackishwater ponds compartment of 500 m2 each size. The PL-25 were stocked in the ponds at the density of 10 pieces and 20 pieces/m2 and on the otherhand, ponds also were treated with 1 mg/L commercial probiotics applicated in every week during culture period and no probiotics application as control. Each treatment in two replications. WSSV was infected to the shrimp in the different ponds compartment beginning at 27, 30, 41, and 47 days after stocking and affected total mortality of the shrimp. The WSSV infection was continue distributed to the other ponds compartments consecutively. The shrimp in ponds were applied with probiotics tend to delay infected, in contrary more early infected to the shrimp in pond without probiotics application. The shrimp with higher stocking density likely was easier infected by WSSV. The shrimp production tends to be higher in the shrimp stocking density of 10 pieces/m2 with probiotics application as compared to 20 pieces/m2 without probiotics applications. Increase Vibrio sp. population, enhance nitrite concentration and commenced with high Vibrio sp. population in the water and sediment pond excessive of 103 cfu/mL and 104 cfu/g respectively were presumed as the stimulate of WSSV outbreak in tiger shrimp culture in this research.
Untuk menjaga agar kondisi perairan tambak budi daya udang tetap baik, maka sistem biofilterdan resirkulasi digunakan dalam penelitian ini. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahuiproduksi udang windu pada padat tebar udang yang berbeda dan juga tinjauan terhadap mutu kualitas airnya pada budi daya udang windu pola resirkulasi air semi tertutup menggunakansislem tandon. Penelitian dilaksanakan di Tambak Maranak menggunakan 12 petak masing-masing ukuran 500 ml.
ABSTRAKTujuan penelitian adalah untuk mendapatkan bahan pengayaan yang terbaik untuk rotifera dan nauplius Artemia yang digunakan sebagai pakan larva kepiting bakau, S. paramamosain, juga untuk mengetahui peningkatan rasio DHA/EPA dan kandungan vitamin C setelah pengayaan. Empat perlakuan diuji: (a) larva setiap dua hari diberi pakan rotifera dan nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA dan vitamin C juga ditambahkan probiotik RICA-1 sebanyak 2 mg/L; (b) larva setiap dua hari diberi pakan rotifera dan nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA dan vitamin C; (c) larva setiap dua hari diberi pakan rotifera dan nauplius Artemia hanya diperkaya dengan vitamin C; dan (d) larva setiap tiga hari diberi pakan rotifera dan nauplius Artemia hanya diperkaya dengan vitamin C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi krablet tertinggi diperoleh pada perlakuan A (177,5 +17,6ekor./bak) diikuti oleh perlakuan B (160+14,1ekor/bak) dan keduanya menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05), kemudian disusul oleh perlakuan C (136 +5,6 ind./bak) dan yang terendah adalah di perlakuan D (106 + 8,5 ind./bak), keduanya menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) dengan perlakuan A. Rasio DHA/EPA meningkat lebih tinggi sebanyak 69,23% pada rotifera yang diperkaya dengan HUFA dan pada nauplius Artemia hanya meningkat sebanyak 28,72%. Peningkatan kandungan vitamin C lebih tinggi sebanyak 50,56% pada rotifera yang diperkaya dengan vitamin C, sedangkan pada nauplius Artemia hanya meningkat sebanyak 35,56%.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.