ABSTRACT. The integrated crop management approach on rice is aimed to increase the productivity on fields with the constraint of limited land area. This present research was aimed to analyze the impact of the implementation of integrated crop management to grain yield and its efficiency on the lowland farming. The study was conducted in three districtsABSTRAK. Salah satu upaya peningkatan produktivitas padi sawah dengan kendala keterbatasan luas lahan adalah melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Penelitian bertujuan untuk menganalisis dampak penerapan inovasi PTT terhadap produksi, efisiensi, dan sumber-sumber inefisiensi teknis usahatani padi sawah. Penelitian dilakukan di tiga kabupaten sentra produksi padi sawah di Provinsi Bali, yakni Tabanan, Buleleng, dan Gianyar, dengan melibatkan 216 responden, selama dua musim tanam. Pengambilan sampel menggunakan metode acak berstrata. Data dianalisis menggunakan fungsi produksi stokastik frontier dengan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Hasil analisis menunjukkan produksi padi sawah dipengaruhi oleh luas lahan, jumlah benih, pupuk N, pupuk organik, pestisida, tenaga kerja, dan umur bibit. Produktivitas padi sawah lebih tinggi pada musim kemarau, dengan sistem tanam legowo, pengairan berselang, dengan menerapkan PHT dan menggunakan varietas selain IR64. Secara teknis, baik petani alumni SL-PTT maupun bukan alumni SL-PTT, telah efisien dengan efisiensi lebih dari 70%, namun hanya petani alumni SL-PTT yang secara alokatif efisien dan secara ekonomi tidak ada yang efisien. Faktor sosial ekonomi petani yang berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis adalah umur, pendidikan, pengalaman usahatani, dan jumlah persil. Inefisiensi teknis padi sawah lebih rendah pada lahan milik petani alumni SL-PTT.Kata kunci: Padi sawah, pengelolaan tanaman terpadu, produktivitas, efisiensi. PENDAHULUANProduksi padi di Provinsi Bali dewasa ini tidak lagi mengalami peningkatan yang berarti. Kalau pun terjadi peningkatan produksi, keuntungan yang diperoleh petani relatif tidak meningkat karena makin tingginya biaya produksi. Selain itu, sebagian besar petani tidak memiliki lahan yang cukup luas untuk berproduksi sehingga keuntungan yang mereka peroleh dari usahatani padi relatif kecil. Hingga saat ini lahan sawah irigasi tetap menjadi tumpuan produksi padi. Untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang terus bertambah, peningkatan produksi padi diupayakan melalui program intensifikasi. Laju peningkatan produksi dan produktivitas padi sawah di Provinsi Bali selama periode 2008-2012 cenderung turun masing-masing -0,61% dan -0,11% dengan rata-rata produksi 862.451 ton dan produktivitas 5,76 t/ha (BPS Provinsi Bali 2013). Pelandaian produksi padi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir diduga disebabkan antara lain oleh degradasi lahan sawah, sementara program intensifikasi padi relatif tidak mengalami perbaikan. Penanaman varietas unggul baru (VUB) padi yang memerlukan pemberian pupuk dan
Soybean is the third important food commodity, after rice and corn, with the increasing trend of demand (8.74%/year). Therefore, the imported soybean is maintained at a high level (1.2 million ton in 2008). The research on efficiency of soybean farm production system was conducted in three districts in South Sulawesi Province, namely Bone, Soppeng and Wajo. The locations were selected using a purposive sampling technique considering that those three areas are the soybean producing centers. This research uses a Cobb-Douglas Production Function applying an Ordinary Least Square (OLS) method and Profit derived from Cobb-Douglas Production Function with a Unit Output Price Cobb-Douglas Profit Function (UOP-CDFF) technique. The result shows that the technical factors influencing the increase soybean production are the farmers' experience, family labor, urea, KCl, organic fertilizer, ownership dummy (profit sharing), the dummy of soybeans variety (high variety), dummy of planting distance (40 x 15 cm and 40 x 10 cm), and also the land type of dummy. Aamount of the three production input types (fertilizers) could be increased to improve the production. Moreover, positive factors influencing the TER (Technical Efficiency Rating) in soybean farming are land size, farmers' age, educational background, and farmers' experience. Efficiency could still be achieved by decreasing the use of part time labor (non family member) to maximize the income, and by reducing the use of soybean seeds, part time labor and land size to increase the profit. Key words: efficiency, production, farming, technique, profit, soybean ABSTRAKKedelai merupakan komoditas pangan utama setelah padi dan jagung, dengan permintaan yang terus meningkat dari tahun ke tahun (8,74%/tahun). Akibatnya, impor kedelai tetap berlangsung dalam jumlah yang besar (1,2 juta ton pada tahun 2008). Penelitian efisiensi produksi sistem usahatani kedelai dilakukan di Sulawesi Selatan pada tiga kabupaten, yaitu: Kabupaten Bone, Soppeng, dan Wajo. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut sebagai daerah sentra produksi kedelai. Penelitian bertujuan untuk menganalisis
Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kecukupan ketersediaan beras pada tingkat nasional maupun regional menjadi prasarat bagi terwujudnya ketahanan pangan nasional. Masalah beras di Indonesia juga tidak terlepas dari aspek distribusi akibat adanya kesenjangan produksi antar daerah dan antar waktu. Studi ini mencoba untuk mengkaji (1) ketahanan pangan wilayah ditinjau dari ketersediaan energi, dan kontribusi beras dalam ketersediaan energi, (2) ketahanan pangan tingkat rumah tangga dan kontribusi konsumsi energi yang bersumber dari beras terhadap konsumsi energi total, (3) keragaan wilayah provinsi di Indonesia berdasar ketersediaan dan konsumsi beras, (4) optimalisasi distribusi beras antar daerah di Indonesia. Hasil studi menunjukkan bahwa ketahanan pangan wilayah pada tingkat nasional maupun regional dari aspek ketersediaan energi adalah terjamin, meskipun jika dilihat dari Pola Pangan Harapan (PPH) maka ketersediaan pangan belum memenuhi aspek keragaman pangan. Berdasar ketahanan pangan tingkat rumah tangga masih ditemukan rumah tangga yang tergolong rawan pangan yaitu sebanyak 10,39 persen di Provinsi Jawa Timur, dan 9,21 persen di Provinsi Sulawesi Selatan dengan ketergantungan terhadap konsumsi energi yang bersumber dari beras masing-masing senesar 47,9 dan 84,19 persen. Secara nasional, terdapat 11 provinsi yang mengalami defisit beras dan 22 provinsi yang mengalami surplus. Jumlah defisit beras di Indonesia tahun 2009 sebesar 2,09 juta ton. Biaya minimum yang diperlukan untuk mendistribusikan beras daerah surplus ke daerah defisit tersebut sebesar Rp 1,016 milyar.
The purpose of this research was to analyze factors influencing farmers' decision to increase beef cattle business scale through improved technology. The research was conducted by using a survey method. Five districts were purposively selected in three base areas and two non-base areas of beef cattle in Central Java Province, Indonesia. Twenty beef cattle groups were selected based on the largest cattle population managed and their performance, while 196 respondents were randomly selected. Farmers' decision to increase beef cattle business scale was determined using a probit model. Result of the research indicated that the number of family labor and expectation to increase income had a significantly positive influence on the farmers' decision to increase beef cattle business scale. It meant that if the total number of family labor increased, so did the farmers' decision to increase the beef cattle business scale. Also, if the expectation to revenue increased, so did the farmers' decision to increase the beef cattle business scale. On the contrary, education level and business risk had negative significant influence on the farmers' decision to increase the beef cattle business scale with the significance levels of 1.1 and 0.84, respectively.
Permasalahan utama mengenai ketenagakerjaan pertanian kita yaitu terjadinya perubahan struktur demografi yang kurang menguntungkan bagi sektor pertanian yang mengarah pada penuaan petani. Petani berusia tua (lebih dari 55 tahun) jumlahnya semakin meningkat, akan tetapi tenaga kerja berusia muda semakin berkurang. Semakin tingginya tingkat pendidikan pemuda di perdesaan, maka mereka semakin selektif dalam memilih pekerjaan. Mereka enggan untuk bekerja di pedesaan karena adanya ketidakcocokan antara ketrampilan dan tingkat pendidikan yang dimiliki dengan ketersediaan pekerjaan di perdesaan. Padahal Indonesia membutuhkan petani-petani yang produktif untuk memaksimalkan produksi pangan. Tujuan makalah ini adalah menjelaskan perubahan struktural tenaga kerja pertanian dilihat dari fenomena aging farmer dan menurunnya jumlah tenaga kerja usia muda sektor pertanian di Indonesia , menjelaskan berbagai faktor penyebab perubahan struktural tenaga kerja pertanian dan keengganan tenaga kerja usia muda masuk ke sektor pertanian, menjelaskan kebijakan yang diperlukan untuk mendukung tenaga kerja muda masuk ke sektor pertanian. Metode yang digunakan adalah studi literatur dan deskriptif. Hasilnya adalah masalah krisis petani muda harus segera ditanggulangi supaya tidak mengancam ketahanan pangan di Indonesia.
Forest fire is one of the crucial environmental and forestry issues as well as local and global concern. The longstanding efforts have been conducted to overcome this problem, but the success was relatively low. This study aims to determine the factors that affect the extent of forest and peat fires in Indonesia. The analysis of forest fires was carried out on three major islands, i.e. Sumatra, Kalimantan and Papua using time series data from 1969 to 2012. The data were analyzed using econometric models. The results indicated that the factors affecting the forest and peat fires included the price of logs, export prices of CPO, el nino, budget of the Ministry of Forestry, the economic crisis and the number of hotspots. The identified determinant which has a major impact on the extent of forest and peat fires is the number of hotspots. Controlling the number of hotspots significantly reduced the magnitude of forest fires. For that reason, there is a need for a paradigm shift in the control of forest fires from forest fire fighting activities into preventive effort by reducing the number or preventing the occurrence of hotspots as an early indication of a forest fire. Keywords: forest fires, hotspots, prevention
This study was conducted in Nganjuk Regency in the reason that this region is the second largest shallot production centre in INTISARIPenelitian ini dilakukan di Kabupaten Nganjuk karena merupakan sentra produksi bawang merah terbesar kedua di Indonesia setelah Kabupaten Brebes. Sekitar 40 persen bawang merah dari Kabupaten Nganjuk dipasarkan sampai ke Jakarta termasuk ke Pasar Induk Kramatjati Jakarta (PIKJ), sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaku yang terlibat dalam rantai pasok bawang merah dari Kabupaten Nganjuk ke Jakarta dan mengidentifikasi jenis risiko dalam rantai tersebut. Responden yang digunakan adalah pakar yang terdiri dari wakil pemerintah, wakil akademisi, dan praktisi yaitu pelaku rantai pasok itu sendiri. Model AHP (Analytical Hierarchy Process) digunakan untuk mengidentifikasi risiko rantai pasok bawang merah. Hasil penelitian menunjukkan terdapat tujuh pelaku yang terlibat dalam rantai pasok bawang merah dari Kabupaten Nganjuk ke Jakarta yaitu petani, penebas, pedagang pengumpul skala besar, bandar di PIKJ, centheng di PIKJ, pedagang pengecer, dan konsumen. Model AHP menunjukkan bahwa risiko pasar merupakan risiko yang paling utama dalam rantai pasok bawang merah dari Kabupaten Nganjuk ke Jakarta, kemudian diikuti risiko kemitraan dan informasi serta yang terakhir risiko harga. Kata kunci: Kata kunci: Kata kunci: Kata kunci: Kata kunci: bawang merah, model AHP, rantai pasok, risiko.
The objectives of this research were to analyze the contribution of agricultural sector to GRDP from South Sumatera, to identify agricultural leading sector and sub sector in South Sumatera, to analyze the growth component of agricultural sector. This research used GRDP time series data from year 2005-2013, with analytical methods used Location Quotient, Dynamic Location Quotient and Shift Share. The result of this research showed that agricultural sector contributed 21,79% on GRDP of South Sumatera, and the most contribute sub sector was plantation. The agricultural sector is still a leading sector. The agricultural sectors influenced positively of the national economics, but the growth is still lower than other sectors in South Sumatera, but nationally still compete with other provinces.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.