ABSTRAKPenelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang kebutuhan optimum kadar protein dan lemak pakan terhadap pertumbuhan dan komposisi badan ikan kerapu macan ukuran konsumsi. Sembilan pakan uji dibuat dalam bentuk moist pelet dengan tiga dosis protein (46%, 49%, dan 52%) dan tiga dosis lemak (9%, 11%, dan 13%). Ikan uji dipelihara dalam 27 keramba jaring apung ukuran 1 m x 1 m x 2 m selama 140 hari, diberi pakan uji secara satiasi dua kali sehari dan diset dalam rancangan acak kelompok pola faktorial berdasarkan kelompok ukuran bobot awal ikan yaitu (i) 122,0±4,2 g; (ii) 144,0±7,1 g; dan (iii) 172,9±10,5 g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan spesifik dan sintasan ikan relatif sama (>0,05) di antara perlakuan. Efisiensi pakan cenderung meningkat dengan meningkatnya kadar protein dan lemak pakan. Tingkat efisiensi pemanfaatan protein cenderung menurun dengan meningkatnya kadar protein pakan, tetapi meningkat dengan meningkatnya kadar lemak pakan. Hasil analisis proksimat badan ikan menunjukkan bahwa kadar bahan kering dan lemak ikan relatif tidak dipengaruhi (P>0,05) oleh peningkatan kadar protein pakan, namun kadar bahan kering dan lemak ikan tersebut sedikit naik dengan meningkatnya kadar lemak pakan. Kadar protein dan abu ikan relatif tidak dipengaruhi oleh perubahan kadar protein dan lemak pakan. Berdasarkan hasil penelitian ini tampak bahwa pakan dengan kadar protein 49% dan lemak sekitar 11% mampu memberikan pertumbuhan dan komposisi badan ikan kerapu macan yang baik.
ABSTRAKBungkil kopra adalah hasil ikutan dari ekstraksi minyak dari daging buah kelapa kering yang masih mengandung protein sekitar 16%-18% dan berpotensi digunakan sebagai bahan pakan ikan. Faktor pembatas penggunaan bungkil kopra adalah kualitas nutrisi yang rendah antara lain karena kandungan lemak kasarnya agak tinggi dan mudah tengik sehingga perlu peningkatan ketersediaan biologisnya melalui fermentasi menggunakan mikroorganisme. Mikroba yang digunakan terdiri atas (A) Aspergillus niger, (B) Saccharomyces cereviceae, (C) Rhizopus sp., dan (D) Bacillus subtilis. Bungkil kopra yang sudah difermentasi kemudian dikeringkan dan ditepungkan, lalu dilakukan analisis proksimat, uji ketengikan dengan menentukan bilangan peroksidanya, dan komposisi asam aminonya. Juga dilakukan analisis kecernaannya untuk ikan bandeng ukuran sekitar 50 g dengan metode marker menggunakan krom oksida (Cr 2 O 3 ). Dari hasil penelitian ini diperoleh fermentasi dapat meningkatkan kandungan protein bungkil kopra 21%-42% dan menurunkan kandungan lemak dan serat kasarnya masing-masing 50% dan 27% pada fermentasi menggunakan Rhizophus sp., serta menurunkan bilangan peroksida 10%-47%. Nilai koefisien kecernaan protein dan lemak bungkil kopra yang difermentasi dengan Rhizopus sp., A. niger, dan S. cereviceae lebih tinggi masingmasing 10%-11% dan 9%-13% dibanding bungkil kopra yang difermentasi dengan B. subtilis dan tanpa fermentasi. Bungkil kopra hasil fermentasi dengan Rhizopus sp. mengalami peningkatan kualitas nutrisi yang terbaik untuk bahan pakan ikan bandeng. KATA KUNCI: bungkil kopra, fermentasi, bahan pakan, ikan bandeng ABSTRACT:Improvement copra cake quality through bioprocessing as a dietary ingredient for milkfish.
Evaluasi variasi genetik ikan beronang, Siganus guttatus telah dilakukan untuk mengetahui keragaman genetik di alam dalam upaya mendukung pembenihan secara terkontrol. Sampel ikan beronang diperoleh dari 3 (tiga) lokasi perairan di Indonesia yaitu: Barru (Sulawesi Selatan), Lampung (Sumatera), dan Sorong (Papua Barat) masing-masing sebanyak 10 ekor. Analisis variasi genetik dilakukan dengan metode random amplified polimorfism DNA (RAPD), menggunakan 5 (lima) primer (OPA3, OPA6, OPA7, OPA16, dan OPA20). Variasi genetik dianalisis menggunakan software TFPGA (Tools For Population Genetic Analysis). Kedekatan hubungan kekerabatan ditampilkan dalam dendrogram. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ikan beronang populasi Lampung mempunyai variasi genetik tertinggi yaitu 75,86%, dan terendah adalah populasi Barru (62,07%). Indeks similaritas ikan beronang tertinggi (0,9583) diperoleh antara populasi Barru dengan Sorong, dan indeks similaritas terendah (0,7996) antara populasi Sorong dengan Lampung. Berdasarkan jarak genetik ikan beronang pada penelitian ini diperoleh dua kelompok utama yaitu (1) Barru dan Sorong, dan (2) Lampung.
Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) adalah salah satu jenis ikan karnivora yang membutuhkan kadar protein tinggi dalam pakannya. Untuk meningkatkan efisiensi pakan dan mengoptimalkan pertumbuhan ikan perlu memperhatikan manajemen pakan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah aktivitas enzim protease di lambung dan usus ikan kerapu macan setelah pemberian pakan. Pengamatan yang dilakukan adalah aktivitas enzim protease dalam lambung dan usus ikan kerapu macan pada 12, 15, dan 18 jam setelah pemberian pakan. Dari hasil ini diperoleh nilai rata-rata aktivitas enzim protease dalam lambung ikan kerapu macan pada 12 dan 15 jam setelah pemberian pakan adalah 2,615 /mL dan 0,292 /mL. Pada 18 jam setelah pemberian pakan, aktivitas enzim proteasenya tidak ada. Sedang nilai rata-rata aktivitas enzim protease dalam usus pada 12, 15, dan 18 jam setelah pemberian pakan adalah 7,45 /mL; 6,08 /mL; dan 5,03 /mL. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa aktivitas enzim protease di lambung dan usus menurun dengan semakin lamanya waktu setelah pemberian pakan.
Tepung darah (blood meal) yang mengandung protein 84,3%; berpotensi menjadi bahan pengganti tepung ikan yang semakin jarang dan mahal. Sayangnya tingkat kecernaan tepung darah sangat rendah yaitu 55,2%. Diduga hal ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi Fe yang mencapai 0,2%--0,3%. Untuk melihat pengaruh Fe maka dilakukan pengujian in vitro terhadap aktivitas enzim pada usus ikan kerapu macan. Enzim protease usus diperoleh dari ikan kerapu macan yang dipelihara pada KJA Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP) di Teluk Awerange Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Aktivitas protease diukur secara kuantitatif dengan modifikasi metode Bergmeyer et al. (1983) dan untuk mengukur pengaruh logam Fe dilakukan penambahan FeCl3. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada konsentrasi FeCl3 20--50 mM enzim kehilangan aktivitasnya sampai 76,54% dan 83,08%. Namun pada konsentrasi FeCl3 rendah (1 mM) aktivitas enzim protease meningkat 2%. Ini menunjukkan bahwa rendahnya tingkat kecernaan tepung darah disebabkan tingginya kadar besi (Fe) yang mencapai 0,2%--0,3%.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi pakan induk udang windu serta feeding regime-nya untuk mendukung usaha domestikasi udang windu baik di tambak maupun dalam wadah terkontrol. Kegiatan diawali dengan pemeliharaan udang di tambak hingga bobot udang mencapai fase prematurasi atau bobot udang sekitar 60-70 g. Pada tahap uji pakan fase prematurasi, perlakuan yang dicobakan adalah: 1) 100% pakan induk komersil (100SP); 2) 40% pakan segar dan 60% pakan induk komersil bentuk semi-moist pelet (40FF60SP); dan 3) 40% pakan segar dan 60% pakan uji bentuk pelet kering (40FF60DP). Pakan segar yang diberikan adalah cumi-cumi dan cacing laut. Perlakuan yang dicobakan pada uji pakan fase maturasi adalah: 1) 100% pakan segar (100FF); 2) 40% pakan segar dan 60% pakan induk komersil bentuk semi-moist pelet (40FF60SP); dan 3) 40% pakan segar dan 60% pakan uji bentuk pelet kering (40FF60DP). Sintasan udang windu selama 100 hari pemeliharaan di tambak adalah 30%, sementara pertambahan bobotnya sebesar 95%. Selama 90 hari pemeliharaan di bak terkontrol, udang yang matang gonad secara alami pada uji pakan fase prematurasi ditemukan pada perlakuan 100SP dan 40FF60DP. Pada uji pakan fase maturasi betina yang matang gonad secara alami dan memijah ditemukan pada udang yang diberi pakan 40FF60DP dan 100FF. Kisaran dan rata-rata fekunditas telur (butir/induk/pemijahan) baik yang matang alami maupun setelah ablasi untuk masing-masing perlakuan adalah 60.000-260.000 (135.000) untuk 100SP; 30.000 (15.000) untuk 40FF60SP; dan105.000-135.000 (120.000) untuk 40FF60DP. Kadar DHA, EPA, dan ARA dalam karkas induk yang diberi pakan 40FF60DP tertinggi dibandingkan dua pakan lainnya. Alkalinitas selama pemeliharaan berlangsung baik untuk uji pakan fase prematurasi maupun maturasi relatif rendah yaitu < 85 mg/L. Berdasarkan perkembangan gonad secara alami pada fase prematurasi, udang windu yang diberi pakan 40FF60DP memberikan performansi yang lebih baik dan pada fase maturasi pun kombinasi pakan 40FF60DP memberikan performansi reproduksi yang relatif sama dengan 100FF dan lebih baik dibandingkan dengan 40FF60SP.
Upaya konversi limbah budidaya ikan menjadi bioflok mulai banyak dilakukan oleh pembudidaya untuk memperbaiki kualitas air dan menekan biaya pakan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan bioflok sebagai makanan ikan bandeng melalui pengaturan dosis pemberian pakan. Perlakuan yang dicobakan adalah ikan uji dipelihara dengan: (A) bioflok tanpa diberi pemberian pakan buatan, (B) bioflok + pakan buatan sebanyak 2,5% per hari, (C) bioflok + pakan buatan sebanyak 5% perhari, (D) pemberian pakan buatan sebanyak 5%/hari tanpa bioflok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan bandeng ukuran awal rata-rata 1,6 g yang hanya diberi bioflok dapat tumbuh dengan laju pertumbuhan 1,82%/hari, namun laju pertumbuhan ini masih lebih rendah dibandingkan yang diberi pakan buatan 5%/hari yaitu 2,01%/hari. Tanpa memperhitungkan jumlah pemberian molase, ikan yang diberi pakan buatan sebanyak 2,5%/hari dalam media bioflok, dapat meningkatkan efisiensi pakan sebanyak 58,5% dan efisiensi pemanfaatan protein sebanyak 59,2%. Kandungan TAN, nitrit dan oksigen terlarut dalam media budidaya cukup baik bagi pertumbuhan ikan bandeng.<br /><br />
Bungkil kopra merupakan hasil samping dari pengolahan kopra untuk menghasilkan minyak, berpotensi digunakan sebagai komponen utama dalam pakan ikan, khususnya ikan-ikan herbivora-omnivora, karena kandungan proteinnya cukup tinggi, ketersediaannya relatif banyak di daerah-daerah tertentu dengan harga murah. Penelitian ini bertujuan meningkatkan pemanfaatan bahan baku lokal (bungkil kopra) dalam pakan untuk pembesaran ikan bandeng di tambak. Penelitian dilakukan dengan menggunakan tambak berukuran 2.500 m2 sebanyak tiga unit, masing-masing disekat dengan waring menjadi dua bagian, sehingga menjadi enam petak (@ 1.250 m2). Ikan uji yang digunakan adalah yuwana ikan bandeng berukuran awal 67 g/ekor yang ditebar dengan kepadatan 6.000 ekor/ha. Tiga pakan uji yang terdiri atas dua pakan buatan berbahan utama tepung bungkil kopra yaitu 65% (BK-65) dan 55% (BK-55), serta pakan komersil (PK). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan yang diberi pakan berbasis bungkil kopra (BK-65 dan BK-55) cenderung memiliki koefisien kecernaan bahan kering, protein, dan energi yang lebih rendah dari pada pakan komersil. Namun laju pertumbuhan harian ikan, rasio konversi pakan, dan rasio efisiensi protein tidak berbeda nyata (P>0,05) di antara perlakuan, kecuali bobot akhir ikan tertinggi (P<0,05) pada ikan yangdiberi pakan komersil. Sementara retensi lemak tertinggi terjadi pada ikan yang diberi pakan PK, diikuti berturut-turut yang diberi pakan BK-65 dan BK-55. Pakan berbasis bungkil kopra layak digunakan sebagai pakan alternatif dalam pembesaran ikan bandeng tradisional (+) di tambak.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.