Abstract. Safitri YA, Hasanah U, Salamiah, Samharinto, Pramudi MI. 2019. Distribution of major diseases of shallot in South Kalimantan, Indonesia. Asian J Agric 3: 33-40. Shallot is a vegetable crop with high economic value, but its productivity in Indonesia is still relatively low. One of the causes is due to attack of the diseases. The research was conducted from November 2017 to April 2018, with the purpose of studying the distribution of major diseases of shallots in South Kalimantan. It consisted of field, laboratory, and greenhouse research. Field research involved the survey of shallots’ extensive planting in eight villages of six districts in South Kalimantan, disease symptoms, the broad of attack, and the collection of secondary data. Laboratory research included the isolation and identification of the pathogen causing diseases. The greenhouse research was conducted to perform the Postulate Koch test. The research result showed that there were two major diseases of shallots, namely Moler and Anthracnose. Pathogen causing Moler disease (Fusarium oxysporum) attacked shallot plant in six districts (Tabalong, Balangan, Tanah Laut, Kotabaru, Tapin, and Banjarbaru) and pathogen causing Anthracnose disease (Colletotrichum sp) attacked shallot plant in five districts (Tabalong, Balangan, Tanah Laut, Kotabaru, and Tapin).
ABSTRAKSaat ini identifikasi lalat buah yang menyerang buah naga di Kabupaten Tanah Laut belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spesies lalat buah yang menyerang buah naga di Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Tanah Laut Propinsi Kalimantan Selatan dan musuh alaminya. Buah naga yang menunjukkan gejala serangan lalat buah di lapang diambil dan diamati perkembangannya mulai dari larva hingga menjadi imago kemudian diidentifikasi. Berdasarkan hasil identifikasi menunjukkan bahwa lalat buah yang menyerang buah naga di Kecamatan Batu Ampar adalah Bactrocera dorsalis Hendel. Dalam penelitian ini ditemukan 1 parasitoid yaitu Aceratoneuro myiaindica (Hymenoptera: Eulophidae: Tetrastichinae) dan lima predator antara lain semut merah (Hymenoptera: Formicidae: Solenopsis), semut rangrang (Hymenoptera: Formicidae: Oecophylla), laba-laba (Arachnida: Lycosidae: Hogna), kumbang stafilinid (Coleoptera: Staphylinidae: Paederinae) dan cocopet (Dermaptera: Forficulidae: Forficula). Kata kunci: Buah naga, Lalat buah, Parasitoid, Predator. ABSTRACT Identification of fruit flies of dragon fruit in Tanah Laut has never been conducted. This research was aimed to identify fruit flies species of dragon fruit and its natural enemies in Batu Ampar PENDAHULUANKetersediaan buah naga masih langka di pasaran, dan mulai meluas dikenal di Indonesia pada awal tahun 2000-an yang saat itu didatangkan dari Thailand. Buah naga atau lazim juga disebut pitaya, menjadi salah satu buah yang populer di kalangan masyarakat. Buah yang termasuk kelompok kaktus atau famili Cactaceae ini sangat digemari oleh masyarakat untuk dikonsumsi.Buah naga memilki nilai ekonomi yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan buah yang lain. Hal ini menjadi peluang usaha bagi investor domestik untuk melakukan pembudidayaan buah naga dengan skala yang cukup besar. Beberapa sentra agribisnis buah naga yang mulai berkembang antara lain Malang, Delanggu, Kulonprogo, dan DI Yogyakarta (Purba, 2007). Untuk daerah Kalimantan Selatan, daerah penghasil buah naga berada di Kabupaten Tanah Laut. Kondisi iklim dan keadaan tekstur tanah di Tanah Laut mendukung untuk pengembangan agribisnis buah naga. Dimasa akan datang komoditas ini mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan menjadi komoditas ekspor (Deptan, 2003).Terdapat empat jenis buah naga yang dikembangkan yaitu buah naga daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah (Hylocereus polyrhizus), buah naga daging super merah (Hylocereus costaricensis) dan buah naga kulit kuning daging putih (Selenicereus megalanthus). Masingmasing buah naga memiliki karakteristiknya
Salah satu masalah utama dalam penyimpanan beras adalah serangan hama Sitophilus oryzae. Sejauhini upaya pengendalian yang aman bagi manusia dan efektif untuk menghambat reproduksi kutu berasmasih terus diupayakan. Salah satunya adalah dengan menggunakan pestisida nabati, oleh karena ituperlu dilakukan pengendalian yang aman bagi manusia salah satunya adalah penggunaan pestisidanabati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas serbuk daun sirih merah (Piper crocatum)terhadap mortalitas kutu beras (S. oryzae). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap(RAL) satu faktor 5 perlakuan dengan 4 ulangan. Parameter yang diamati yaitu mortalitas kutu beras,efikasi serbuk daun sirih merah dan persentase kerusakan beras. Hasil penelitian menunjukkan bahwapemberian perlakuan serbuk daun sirih merah dengan berbagai dosis mampu menekan populasi S.oryzae namun serbuk daun sirih merah belum dapat dikatakan efektif, karena berdasarkanperhitunganrumus abbot (1925) rata-rata kematian tertinggi hanya mencapai 47,50%, sedangkankematian kutu beras harus mencapai 70% agar bisa dikatakan efektif. Persentase kerusakan berasterendah terdapat pada perlakuan dengan dosis 2,5 gram yaitu sebesar 0,18%. Beras yang dirusak olehS. oryzae sebagian menjadi bubuk dan ada sebagian yang masih utuh berbentuk beras namun memilikibanyak lubang akibat serangan S. oryzae.
Upaya pengendalian penyakit tanaman sampai saat ini oleh petani di desa Banua Supanggal Kecamatan Pandawa masih bertumpu pada penggunaan pestisida sintetik. Akibatnya jumlah konsumsi penggunaan pestisida terus meningkat. Alternatif pengendalian yang aman dan ramah lingkungan adalah penggunaan agensia hayati spesifik lokasi. Sudah banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa penggunaan Trichokompos efektif untuk pengendalian penyakit tanaman pertanian, dan perlu disosialisasikan ke petani di desa. Pengendalian hayati menggunakan Trichokompos hasil dari campuran jamur antagonis Trichoderma sp spesifik lokasi dengan kotoran ternak sebagai media formulasi perbanyakan masih belum dikenal petani di desa Banua Supanggal. Kegiatan ini diawali pertemuan diskusi dengan ketua kelompok tani untuk melihat permasalahan di pertanaman petani dan dilanjutkan pengamatan penyakit utama yang ada. Tahap kedua penyuluhan kepada anggota kelompok tani dan dilanjutkan dengan praktek pembuatan Trichokompos. Hasil kegiatan ini menunjukkan petani sangat antusias mengikuti semua kegiatan mulai pembuatan sampai aplikasi di lahan. Pada kegiatan pendampingan lanjutan sudah menunjukkan petani mempraktekkan cara pembuatan di kelompok masing-masing. Hasil monitoring dan evaluasi sudah membuktikan bahwa Trichokompos sudah berhasil diproduksi oleh petani secara mandiri.
Kacang Nagara (Vigna unguiculata sp. cylindrica) merupakan sumber daya genetik lokal yang dapat tumbuh dengan baik di Kalimantan Selatan, khususnya di daerah Nagara Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Penyakit karat pada kacang-kacangan sangat merugikan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh umur tanaman kacang nagara saat diinokulasi patogen terserang penyakit karat. Penelitian ini menggenakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 taraf yaitu 7 hari, 14 hari, 21 hari, 35 hari dan 42 hari. Ada 3 jumlah varietas dengan 4 ulangan sehingga didapatkan 72 satuan percobaan. Hasil penelitian menunjukkan serangan penyakit karat pada tanaman kacang nagara dipengaruhi oleh umur tanaman. Kacang nagara yang berumur 42 hari lebih mudah terserang penyakit karat dibanding bila serangan datang pada saat tanaman berumur 7 hari dan 14 hari. Hal ini juga terjadi pada kacang tunggak sedangkan kedelai varietas Dena-1 tetap tidak terserang sampai dengan pengamatan terakhir.
Plant Pest Organisms (PPO) that have recently become a problem in corn cultivation are Fall Armyworm (FAW) or the armyworm Spodoptera frugiperda J. E. Smith. The damage of S. frugiperda on sweet corn and feed is thought to be different and is not yet known. This study aims to determine the level of destruction of S. frugiperda on sweet corn and feed with control treatment of biological pesticides on papaya leaves and garlic, 30 ml/l water, 40 ml/l water, and 50 ml/l water. This study used a completely Randomized Design (CRD) with two factors. Corn varieties and concentrations of vegetable pesticides. The treatments used in this study were water control, chemical control, and three treatments of biological pesticide concentration with four replications. The results of observations 1-3 (age 0-2 weeks after planting/ WAP) have not found an attack, occurred on the study to 4-7 (age 3-6 WAP). Pesticides of papaya leaf and garlic affected the destructive power of S. frugiperda, where the concentration factor on the incidence of attack and attack intensity had a very significant effect, an interval of the variety factor had to make a difference on the incidence of attack but did not significantly affect the potency of the attack. The 50 ml/l concentration treatment on sweet corn and feed varieties was the best in suppressing the percentage of attack (12.50; 23.40%), attack intensity (5.92; 8.00%), and damage to the cob (1.79); 4.79%).
Pests that often attack mustard plants are armyworm (Spodoptera litura F.), tritip caterpillar (Plutella xylostella L.), leaf caterpillar (Crocidolomia binotalis Z.), a common pest that also often attacks mustard plants is the cabbage caterpillar (Hellula undalis F. ), green steamed grasshopper (Atractomorpha crenulata), and snail (Helix pomatia). One of the efforts in controlling Plant Pest Organisms (OPT), this study aims to determine the effect of gadung tuber extract (Discorea hispida Dennst) in controlling the level of damage caused by mustard leaf pests. This vegetable pesticide comes from plants that contain toxins but the residue left does not interfere with the surrounding environment. The treatment of gadung tuber extract given in this study were water control, chemical control and four treatments of botanical pesticide concentration. This research lasted for 35 days from seeding to harvest. The results showed that each treatment had a different attack intensity level. The treatment of gadung tuber extract has the effect of being used as a botanical pesticide against mustard leaf pests because the K4 treatment (10 ml) with an attack intensity percentage of 7.97 showed the best results in controlling the level of damage to mustard leaf pests.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.