Abstrak: Tulisan ini membahas mengenai penerapan teori multiple intelligences dalam pembelajaran di sekolah. Pembahasan diawali dengan menguraikan perkembangan konsep inteligensi dan multiple intelligences. Diikuti dengan menjelaskan dampak teori multiple intelligences dalam bidang pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Bagian selanjutnya menguraikan tentang implementasi teori multiple intelligences dalam praktik pembelajaran di kelas yaitu bagaimana pemberian pengalaman belajar siswa yang difasilitasi guru dapat menstimulasi multiple intelligences siswa. Evaluasi hasil belajar siswa dari pandangan penerapan teori multiple intelligences seharusnya dilakukan menggunakan authentic assessment dan portofolio yang lebih memfasilitasi para siswa mengungkapkan atau mengaktualisasikan hasil belajarnya melalui berbagai cara sesuai dengan kekuatan jenis inteligensinya. Kata kunci: multiple intelligences; pembelajaran; performasi akademikTulisan ini membahas mengenai teori multiple intelligences dalam penerapannya di sekolah khususnya dalam proses memberikan pengalaman belajar yang menekankan upaya menstimulasi kekuatan inteligensi siswa. Melalui penstimulasian kekuatan inteligensi siswa dalam proses belajar diharapkan mereka dapat menerima dan mengolah informasi dengan mudah, dan mampu menunjukkan hasil belajar sesuai dengan gaya belajarnya masing-masing. Pemberian pengalaman belajar yang demikian tersebut jauh berbeda dengan proses pembelajaran konvensional di sekolah. Di tahun 1980-an Goodlad (dalam Armstrong, 2002) bersama rekan-rekannya mengunjungi sekitar 1000 ruang kelas di Amerika Serikat (AS). Deskripsi yang dibuat atas hasil kunjungan mereka tersebut yaitu dunia gersang tanpa kegembiraan dalam skala besar. Dikemukakan selanjutnya bahwa semua ruang kelas Sekolah Dasar didominasi oleh guru, sedangkan murid tidak berwenang menentukan apa-apa. Keadaan menjadi semakin buruk di era tahun 1990-an, ada gerakan menjadikan situasi ruang kelas menjadi lebih suram. Buku pelajaran dan lembar kerja membentuk 75% hingga 90% dari semua waktu proses belajar di sekolah. Siswa di AS adalah siswa yang paling sering dites di seluruh dunia. Kondisi semacam ini nampaknya masih sangat terasa terjadi di sekolah Indonesia dewasa ini. Durasi waktu yang didominasi pada "duduk, dengar, catat", tugas PR yang semua itu merupakan hidangan pengalaman belajar yang menjemukan, membuat anak stres, dan hasil belajarnya pun hanya mencapai level kognitif rendah. Demikian halnya yang terjadi di kursus-kursus atau lembaga bimbingan belajar di masyarakat.Pembelajaran dengan pendekatan multiple intelligences merupakan upaya memberikan pengalaman belajar yang dirancang selaras dengan kebutuhan, gaya kognisi siswa, khususnya sesuai dengan kekuatan jenis inteligensi setiap siswa. Pendekatan pembelajaran penstimulasian multiple intelligences mengasumsikan bahwa setiap anak cerdas, namun kecerdasan mereka bervariasi.
Mathematics is an important subject to be learned by all children. Visually impaired children experience obstacles in following the process of mathematics learning caused by abnormalities. Visually impaired students experience obstacles in the process of thinking at the disequilibrium stage and low understanding of concepts when studying mathematics. It caused them to experience difficulties when doing math problems. Assistive technology is a technology created specifically to improve or maintain the functional ability of children with special needs in order to accomplish tasks that hard for them to do. Assistive technology for visually impaired children is made by maximizing the abilities that the children still possess and helping them to get a clearer mathematical concept. This article is a literary study which aims to provide information about the difficulty for the visually impaired students in mathematics learning and assistive technologies that have been developed to support the learning. This article can be used as the basis for developing new assistive technology in mathematics learning. Assistive technology is needed to help children with visual impairment in following the learning of mathematics and to optimize the ability of the children in learning mathematics.
The purpose of this study was to test the effectiveness of self-instruction techniques to improve student's oral communication skills in the learning process. This study was an experimental study using a single case experimental with A-B designs. The subject was three students from tenth grade senior high school which had a problem with their oral communication during the learning process. Oral communication skills data were collected using Oral Communication Skills Observational Instruments. Data analysis techniques used were statistical analysis with percentage technique, and split-middle technique also clinical analysis technique which declared by significant other. The results show that after carrying out the self-instruction, subject's oral communicating skills in the classroom learning process increases. Keywords: oral communication; self instruction; single subject designAbstrak: Tujuan penelitian ini adalah menguji keefektifan teknik instruksi diri untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi lisan siswa dalam proses pembelajaran. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan single case experimental dengan desain A-B. Subjek penelitian yaitu tiga orang siswa kelas sepuluh yang memiliki keterampilan komunikasi lisan rendah dalam proses pembelajaran. Data penelitian dikumpulkan menggunakan instrumen keterampilan komunikasi lisan. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis statistik dengan teknik persentase, dan split middle technique serta teknik analisis klinis yang dinyatakan oleh significant other. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah melaksanakan teknik instruksi diri, keterampilan berkomunikasi lisan subjek dalam proses belajar di kelas meningkat.Kata kunci: komunikasi lisan; instruksi diri; single subject design Seseorang akan selalu berkomunikasi dalam semua aktivitasnya (Hariko, 2017). Begitu pula dengan siswa, yang juga berkomunikasi hampir dalam semua aktivitasnya. Siswa perlu memiliki keterampilan komunikasi lisan dalam proses pembelajaran di kelas untuk mengekspresikan pemikiran atau gagasan mereka secara lisan langsung kepada siswa lain atau gurunya. Komunikasi antara guru dan siswa di dalam kelas merupakan komunikasi interpersonal yang bisa saja terjadi satu arah atau dua arah, bergantung pada respon siswa (Miftah, 2009). Jika siswa bersikap pasif, tanpa ada ekspresi pernyataan atau pertanyaan, maka proses komunikasinya hanya berlangsung satu arah dan implikasinya pembelajaran tersebut tidak efektif. Hal tersebut dapat diartikan bahwa dalam proses pendidikan di sekolah yang berlangsung di dalam kelas proses komunikasi antara guru dengan siswa dinilai tidak efektif apabila siswa hanya mendengarkan pernyataan guru tanpa mengekspresikan pendapatnya dalam bentuk pertanyaan atau diskusi.
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan prototipe-1 panduan pengembangan kebiasaan perilaku melayani dengan teknik <em>self monitoring </em>berbasis kajian teoritik dan empirik yang siap diuji validitas, kepraktisan dan keefektifannya: untuk siswa SMA. Penelitian ini menggunakan desain penelitian pengembangan (<em>Research and Develpoment</em>), namun hanya sampai pada tahap pra-pengembangan yaitu tahap pembuatan produk. Subjek penelitian ini adalah peserta didik SMA Negeri kelas X, XI dan XII se-eks Karesidenan Surakarta. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tingkat kebutuhan dan kepentingan pengembangan diri peserta didik dan data mengenai perilaku melayani. Selain itu diperoleh pula data mengenai pengembangan kebiasaan perilaku melayani dan teknik self monitoring melalui studi literatur. Data yang didapatkan dari lapangan berupa data kebutuhan dan kepentingan peserta didik, perolehan data berdasarkan tiga responden yang terdiri dari peserta didik, guru bimbingan dan konseling serta orang tua. Hasil persentase kebutuhan dan kepentingan tertinggi akan dijadikan judul penelitian ini. Hasil penelitian ini terbagi menjadi tiga yaitu: Pertama, kajian empirik diperoleh data tingkat kebutuhan dan kepentingan peserta didik dari 3389 responden menghasilkan persentase 62,59% merasa sangat butuh, 35,05% merasa butuh dan 63,51% merasa sangat penting, 34,55% merasa penting terhadap pengembangan kebiasaan perilaku melayani terhadap orang tua, guru dan teman sebaya. Kedua, mengenai <em>self monitoring</em> meliputi pengertian <em>self monitoring</em>, tujuan <em>self monitoring</em>, langkah-langkah <em>self monitoring</em>, serta teknik pengumpulan data <em>self monitoring</em>. Ketiga, berdasarkan kajian empirik dan teoritis tersebut penelitian ini menghasilkan prototipe satu berupa“Panduan Pengembangan Kebiasaan Perilaku Melayani dengan Teknik <em>Self Monitoring </em>pada Peserta Didik Sekolah Menengah Atas”.
Problematika yang dialami praktisi di bidang bimbingan dan konseling selama ini adalah pengembangan program yang masih bersifat konvensional. Perlu dilakukan upaya oleh akademisi untuk memberikan pendampingan agar guru bimbingan dan konseling paham mengenai program yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Melalui pemahaman mengenai penyusunan program berbasis kebutuhan (pengembangan kompetensi siswa) maka paradigma bimbingan dan konseling yang hanya bertugas mengatasi masalah siswa dapat diubah. Sudut pandang kedepannya penyusunan program BK berbasis kompetensi bukan berbasih masalah. Harapannya program yang tersusun dapat tepat sasaran dan mengubah mind set mereka melalui kegiatan workshop dan pendampingan pengembangan program BK berbasis standar kompetensi siswa.Kata Kunci : kompetensi siswa, kurikulum, program BK
The purpose of this study was to describe fine motor skills in mentally retarded children. This study involved 20 mentally retarded children in special schools (SLB) in North Lombok. Identification was carried out using several data collection techniques, namely through observation, filling out instruments and interviewing the teacher. Identification of mentally disabled children focuses on several fine motor skills, namely: making curved lines, making horizontal lines, making circle patterns, cutting straight line pattern paper, cutting zigzag pattern paper, cutting circle pattern paper, cutting square pattern paper, simple drawing, coloring using colored pencils, coloring using crayons, and coloring using watercolors. The results of the study used descriptive analysis with two categorizations. Based on the results of the analysis, it was found that out of 20 mentally retarded children can be categorized as follows: on average 68% of children are in the Start Development category (MB), which means that children are starting to be able to do activities, but still with the help of teachers and 32% of children fall into the Developing Appropriate category Hope (BSH). Thus, through this identification it can improve fine motor skills in mentally retarded children by using other interesting methods or strategies. Keywords: skill, finemotor, intelectual disability
<p>Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan konseling individu untuk menumbuhkan kepercayaan diri orang tua yang memiliki anak autis di SLB Autis Mitra Ananda Colomadu. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang mana peneliti menjelaskan dan mendeskripsikan hasil temuan. Subyek dalam penelitian ini adalah orang tua anak autis. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, dan observasi, metode analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif dan keabsahan data menggunakan metode trianggulasi data. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konseling individu menggunakan teknik REBT dapat membuat orang tua sadar bahwa anaknya membutuhkan dukungan dari orang tuanya. Karena salah satu keberhasilan terapi untuk anak autis adalah dukungan dari orang tuanya. Dengan teknik logotherapy klien mulai memberikan nilai pada keadaan yang dia punya serta klien sadar akan karunia Tuhan yang diberikan kepadanya, dan dengan teknik humanistik, klien mulai mampu menerima kondisi anaknya. Hal tersebut membuat klien memiliki kepercayaan diri sebagai orang tua yang memiliki anak autis.</p><br /><em>The purpose of this study is to know how the process of individual counseling implementation to foster self-confidence of parents who have children with autism in SLB Autis Mitra Ananda Colomadu. This type of research is descriptive qualitative in which the researcher describes and describes the findings. Subjects in this study were parents of children with autism. Data collection techniques using interviews, and observation, data analysis methods used in this study is interactive analysis and data validity using data triangulation method. The results of this study indicate that individual counseling using REBT techniques can make parents aware that their children need support from their parents. Because one of the successes of therapy for children with autism is support from their parents. With the logotherapy technique the client begins to give value to the circumstances that he has as well as the client is conscious of God's gift given to him, and by humanistic techniques, the client begins to be able to accept his child's condition. This makes the client has confidence as parents who have children with autism.</em>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.