Pupuk merupakan suatu bahan sebagai sumber unsur hara baik makro maupun mikro bagi tanaman, sedangkan pemupukan merupakan suatu tindakan mengaplikasikan dari pupuk. Pupuk digolongkan ke dalam beberapa kelompok berdasarkan: 1) kandungan unsur hara (pupuk tunggal dan pupuk majemuk); 2) kadar unsur hara (berkadar hara tinggi, sedang, dan rendah); 3) reaksi kimia (pupuk masam, netral, basa); 4) kelarutan (pupuk larut dalam air, larut dalam asam sitrat, dan larut dalam asam kuat); 5) cara pembuatan dan komponen utama penyusun pupuk (pupuk organik dan pupuk anorganik); 6) cara pemberian (pupuk akar dan pupuk daun). Secara garis besar pupuk terdiri dari dua jenis yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Agar pemupukan yang kita lakukan tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman mendapatkan efisiensi dalam pemupukan, maka terdapat konsep lima tepat yang harus diperhatikan yaitu : 1) tepat jenis pupuk yang digunakan; 2) tepat dosis yang diberikan sesuai kebutuhan tanaman; 3) tepat waktu aplikasi pemupukan; 4) tepat tempat penempatan pupuk saat aplikasi; dan 5) tepat cara aplikasi pupuk. Bagi pembaca yang menyukai pertanian atau tanam-menanam, buku sangat bermanfaat untuk dibaca sebagai menambahkan pengetahuannya tentang pupuk.
Mardhiana, Pradana AP, Adiwena M, Santoso D, Wijaya R, Murtilaksono A. 2017. Use of endophytic bacteria from roots of Cyperus rotundus for biocontrol of Meloidogyne incognita. Biodiversitas 18: 1308-1315. Yield loss due to M. incognita infection in tomato plants cultivation can reach 60%. The problem is able to be solved through the application of endophytic bacteria. In this study, endophytic bacteria from root Cyperus rotundus were isolated using Tryptic Soy Agar media. The bacteria isolates were then tested their safety against plants and mammals. The phenotypic and physiological properties of selected isolates were characterized and tested to know their resistance to antibiotics, and their ability in suppressing the infection rate of M. incognita on tomato. Eighteen bacterial isolates were obtained and 8 of them are categorized as safe bacteria for plants and mammals, which could be used in further tests. A result of the physiological test showed that bacterial isolates were able to produce protease enzyme (87.5%), chitinase enzyme (62.5%), and HCN (37.5%), having urease activity (75%) and could dissolve phosphate (87.5%). Based on the test results, all endophytic bacteria effectively increased tomato growth and suppressed the severity of M. incognita infection with the most stable isolate as a biocontrol agent of M. incognita was CRS16.
More than a thousand species can be used as raw material for herbal medicines. One of the plants that can be made as a medicinal plant was Ketepeng (Cassia alata L.) which a shrub that grows liars in moist places, Ketepeng (Cassia alata L.) was a group of plants included in the Magnoliophyta division which can be found in tropical or subtropical areas. The purpose of this study was to determine the potential of Ketepeng leaves to inhibit the growth of R. solanacearum and S. sobrinus bacteria. The method used in this study is agar well diffusion with 3 replications. The sample used was Ketepeng leaf extract with several concentrations of 0.5%, 1%, 2%. Positive controls in this study were Chloramphenicol and negative control of 40% ethanol. The variables calculated are the calculation of water content, percentage of yield and percentage of area diameter barriers (DDH). In addition, the DDH results show the ethanol extract of Ketepeng leaves at concentrations of 0.5% and 1% not able to inhibit the growth of R. solanacearum, but at a concentration of 2% able to inhibit R.solanacearum with a diameter of 11,7 mm and the ethanol extract of Ketepeng leaves at concentrations was able to inhibit the growth of S. sobrinus bacteria with the highest diameter of 16 mm at a concentration of 2%. Further research was needed deeply analysis for Cassia alata L extract. The extract has potential to be used as vegetable pesticides and herbal products.
Tanaman hanjeli (Coix lacryma Jobi L) merupakan tanaman pangan serealia yang memiliki kandungan protein lebih tinggi jika dibandingkan dengan jagung dan padi, sehingga tanaman ini memiliki potensi sebagai makanan pangan alternatif. Pertumbuhan tanaman hanjeli tergantung pada pemberian pupuk dan penyerapan unsur hara oleh akar. Akar berperan penting dalam penyerapan unsur hara, akar yang sehat, proses fotosintensis akan optimal dan mendapatkan pertumbuhan tanaman hanjeli yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan vegetatif akar tanaman hanjeli menggunakan pupuk organik cair Ageratum conyzoides. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) 1 faktor yaitu dosis pupuk organik cair A. conyzoides yang berbeda. Perlakuan dalam penelitian ini yaitu P0 (kontrol), P1 (2.5 ml/tanaman), P2 (5 ml/tanaman), P3 (10 ml/tanaman), P4 (20 ml/tanaman), dan P5 (40 ml/tanaman) dengan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali. parameter pengamatan yaitu jumlah akar, panjang akar terpanjang, volume akar, berat basah akar, berat basah pupus, berat kering akar, berat kering pupus, dan nisbah pupus akar. Data akan dianalisis menggunakan ANOVA apabila berbeda nyata akan dilanjut dengan uji lanjut DMRT. Hasil penelitian pada perlakuan P0 pada parameter jumlah akar tanaman hanjeli berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Pemberian pupuk organik cair A. conyzoides memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan akar tanaman hanjeli yaitu menekan pertumbuhan akar, tetapi akar tanaman hanjeli masih dapat tumbuh pada pemberian dosis 40 ml/tanaman pupuk organik cair.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis spesies gulma yang tumbuh dan jenis spesies gulma yang dominan tumbuh pada lahan budidaya tanaman bawang daun sebelum dan setelah pemberian pupuk limbang udang. Metode pengambilan sampel yaitu dengan metode acak menggunakan metode petak kuadrat dengan ukuran 1 x 1 m sebanyak 20 sampel sebelum dan setelah pemberian pupuk limbah udang. Paramater pengamatan yaitu menghitung jumlah spesies gulma dan nama spesies gulma. Data yang diperoleh di lapangan kemudian diolah untuk mengetahui nilai Summed Dominance Ratio (SDR), Indeks Margalef, Indeks Shanon-Wiener, Indeks Evennes dan Indeks Sorensen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies gulma sebelum pemberian pupuk limbah udang pada tanaman bawang daun sebanyak 21 spesies dengan spesies gulma dominan yaitu Portulaca oleracea dengan nilai Summed Dominance Ratio sebesar 20.20%. Spesies gulma sebelum pemberian pupuk limbah udang pada tanaman bawang daun sebanyak 24 spesies dengan spesies gulma dominan yaitu cyperus compressus dengan nilai Summed Dominance Ratio sebesar 20.93%. Indeks Margalef sebelum pemberian pupuk limbah udang yaitu 2.70 dan setelah pemberian pupuk limbah udang yaitu 3.09. Indeks Shanon-Wiener sebelum pemberian pupuk limbah udang yaitu 2.26 dan setelah pemberian pupuk limbah udang yaitu 2.16. Indeks Evennes sebelum pemberian pupuk limbah udang yaitu 0.74 dan setelah pemberian pupuk limbah udang yaitu 0.68 dan Indeks Sorensen yaitu 84%
Beans is one of the horticultural crops that can be planted in several regions in Indonesia. One area that is the center for bean plants is in West Java Province, West Bandung Regency, Lembang District. In addition to West Java, North Borneo can grow bean crops. The purpose of this study is to compare differences in terms of varieties, cultivation techniques, production yields, marketing and constraints in crop planting beans with an area in North Borneo Province, namely the City of Tarakan. The method used is a simple survey, active participation and question and answer directly with farmers. The results showed that varieties of bean plants in Tarakan City in general were one vines with red pana varieties, while in Lembang generally planted two varieties, namely vines and upright beans, called baby Kenya beans and logawa. In general, the usual characteristic of Lembang District in cultivation is the use of plastic mulch, polyculture planting patterns and also still a lot of trying to use organic material rather than chemicals. As for the City of Tarakan itself is reversed from the way of cultivation in Lembang District. For Lembang District with a land area of 1/3 ha produces 3.5 tons of harvest both for vines or upright varieties. As for the City of Tarakan with an average area of 37 x 10 meters can produce 50-60 kg once harvest. In Lembang Subdistrict, the beans are distributed to local markets and also to Singapore, where the price is Rp. 15,000 to Rp. 18,000. while for the City of Tarakan distributed to local markets with fluctuating prices, from Rp 10,000 to Rp 35,000. Constraints in general, namely in its cultivation techniques are pests and major diseases in bean plants, while for marketing or distribution is for Lembang itself has penetrated to foreign countries while for the City of Tarakan is still a scale of community needs.Keywords : North Borneo, West Java, Cultivation Techniques, Bean Production ABSTRAKBuncis merupakan salah satu tanaman hortikultura yang dapat ditanam beberapa wilayah di Indonesia. Salah satu wilayah yang menjadi pusat untuk tanaman buncis adalah di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bandung Barat, Kecamatan Lembang. Selain Jawa Barat, Kalimantan utara bisa membudidayakan tanaman buncis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan perbedaan-perbedaan dari segi varietas, tehnik budidaya, hasil produksi, pemasaran serta Kendala-kendalanya dalam penanaman tanaman buncis dengan wilayah di Provinsi Kalimantan Utara yaitu Kota Tarakan. Metode yang digunakan adalah dengan survey sederhana, pasrtisipasi aktif dan Tanya jawab langsung dengan petani. Hasil penelitian menunjukan untuk varietas yang tanaman buncis di Kota Tarakan secara umum adalah satu varietas saja yaitu buncis merambat dengan jenis pana merah, sedangkan di Lembang secara umum menanam dua jenis varietas yaitu buncis merambat dan tegak atau disebut buncis baby Kenya dan logawa. Secara umum untuk Kecamatan Lembang biasa ciri khas dalam budidaya adalah dengan penggunaan mulsa plastik, pola tanam polikuktur dan juga masih banyak mengupayakan penggunaan bahan organik ketimbang bahan kimia. Sedangkan untuk Kota Tarakan sendiri keterbalikan dari pada kebiasaan cara budidaya di Kecamatan Lembang. Untuk Kecamatan Lembang dengan luas lahan 1/3 ha menghasilkan 3,5 ton sekali panen baik untuk varietas merambat atau tegak. Sedangkan untuk Kota Tarakan dengan rata-rata luas 37 x 10 meter dapat menghasilkan 50-60 kg sekali panen. Di Kecamatan Lembang mendistribusikan hasil panen buncis yaitu ke pasar –pasar lokal dan juga tembus hingga singapura, dimana dengan harga Rp 15.000 hingga Rp 18.000. sedangkan untuk Kota Tarakan didistribusikan ke pasar-pasar lokal dengan harga yang fluktuasi, yaitu dari harga Rp 10.000 hingga Rp 35.000. Kendala secara umum yaitu pada tehnik budidaya nya adalah hama dan penyakit utama pada tanaman buncis, sedangkan untuk pemasaran atau distribusinya adalah untuk Lembang sendiri sudah menembus hingga luar negeri sedangkan untuk Kota Tarakan masih skala kebutuhan masyarakat.Kata kunci : Kalimantan Utara, Jawa Barat, Teknik Budidaya, Produksi Buncis
Tarakan is a city located in North Kalimantan Province. Tarakan City Has four Districts, namely East Tarakan District, West Tarakan District, East Tarakan District, and North Tarakan. District Residents of North Tarakan District with various kinds of occupations. One of the fields of work in North Tarakan District is Farmers. Every sub-district in North Tarakan District has a farmer group leader. One of the problems of farmers in North Tarakan District is their lack of knowledge about pests, disease and weeds. Pests, disease and weeds, assuming we do not control, will reduce agricultural yields of farmers. Weeds are plants that live on agricultural land and are detrimental to farmers because they have the ability to compete in agricultural land that does not have nutrients, sunlight and air on agricultural land. Therefore it is necessary to carry out weed investigations on farmers' land in Tarakan City so that it can support food security in North Tarakan District. Based on the results of weed investigations in North Tarakan District, it can be concluded that the highest weed found in North Tarakan District with an SDR value of 18.92% was Elusine indica and the lowest was found in North Tarakan District with an SDR value of 0.16% was Mikania micrantha weed, the total number Weeds identified were 29 weed species.Key words: identification, vegetables, vegetation, weed Abstrak Tarakan merupakan Kota yang terletak di Provinsi Kalimantan Utara. Kota Tarakan Memiliki empat Kecamatan yaitu Kecamatan Tarakan Timur, Kecamatan Tarakan Barat, Kecamatan Tarakan Timur, dan Kecamatan Tarakan Utara Penduduk Kecamatan Tarakan Utara dengan berbagai macam bidang pekerjaan. Salah satu bidang pekerjaan yang terdapat di Kecamatan Tarakan Utara adalah Petani. Setiap kelurahan di Kecamatan Tarakan Utara Memiliki Ketua Kelompok Tani. Salah satu permasalan petani yang terdapat di Kecamatan Tarakan Utara adalah kurangnya ilmu pengetahuan tentang hama, penyakit dan gulma. Hama, penyakit dan gulma apabila kita tidak dikendalikan akan menurunkan hasil pertanian petani. Gulma adalah tumbuhan yang hidup di lahan pertanian dan bersifat merugikan bagi petani karena memiliki kemampuan untuk bersaing dalam perebutan unsur hara, cahaya matahari dan air di lahan pertanian. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian identifikasi gulma pada lahan petani di Kota Tarakan sehingga dapat mendukung ketahanan pangan di Kecamatan Tarakan Utara. Berdasarkan hasil penelitian identifikasi gulma di Kecamatan Tarakan Utara dapat disimpulkan gulma yang paling tinggi didapatkan di Kecamatan Tarakan Utara dengan Nilai SDR 18.92% adalah gulma Elusine indica dan gulma yang paling rendah didapatkan di Kecamatan Tarakan Utara dengan Nilai SDR 0.16% adalah gulma Mikania micrantha, jumlah total gulma yang teridentifikasi adalah 29 spesies gulma.
Ketepeng (Cassia alata L.) was a group of plants included in the Magnoliophyta division which can be found in tropical or subtropical areas. The purpose of this study was to determine the potential of Ketepeng leaves to inhibit the growth of R. solanacearum and S. sobrinus bacteria. The method used in this study is agar well diffusion with 3 replications. The sample used was Ketepeng leaf extract with several concentrations of 0.5%, 1%, 2%. Positive controls in this study were Chloramphenicol and negative control of 40% ethanol. The variables calculated are the calculation of water content, percentage of yield and percentage of area diameter barriers (DDH). In addition, the DDH results show the ethanol extract of Ketepeng leaves at concentrations of 0.5% and 1% not able to inhibit the growth of R. solanacearum, but at a concentration of 2% able to inhibit R.solanacearum with a diameter of 11,7 mm and the ethanol extract of Ketepeng leaves at concentrations was able to inhibit the growth of S. sobrinus bacteria with the highest diameter of 16 mm at a concentration of 2%.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.