F and Tsopmo A ( ) Relationships of -hydroxyvitamin D levels and non-alcoholic fatty liver disease in obese children: A possible strategy to promote early screening of NAFLD.
Essential hypertension is more commonly found in adolescent than in younger children and is strongly associated with genetic factor and obesity. Genes that play important role in hypertension mechanism are classified into genes that affect the natrium homeostasis in kidney, which include the I/D polymorphism ACE (Angiotensin Converting Enzyme) gene, and genes that affect steroid metabolism. Adolescents with hypertensive parents have higher risk of developing hypertension than those without familial history of hypertension. The aim of this research is to study the relationship between genetic factor (family history of hypertension) and blood pressure of adolescents. This was an analytic observational study with a cross sectional design. It was conducted in November- December 2014 at SMP Negeri 8 Malalayang. Samples were students with good nutritional status who are registered in that particular school and are given permission by their parents to participate in the study. There were 80 students who were involved in the study. Questionnaires were distributed to the students to know the existence of family history of hypertension especially in their parents and then the students’ blood pressure were measured. The data obtained is analyzed using Fisher’s Exact Test with SPSS program. The results showed that according to Fisher’s Exact Test, there was no significant relationship between genetic factor and blood pressure in adolescent. (p = 0.154 > 0.05). Conclusion: There was no relationship between genetic factor (hypertensive parents) and blood pressure in adolescent.Keywords: genetic factor, blood pressure, hypertension, adolescentAbstrak: Hipertensi esensial lebih sering ditemukan pada remaja dibandingkan dengan anak-anak dan dikaitkan erat dengan faktor genetik dan obesitas. Gen-gen yang berperan dalam mekanisme hipertensi dibagi menjadi gen yang mempengaruhi homeostasis natrium di ginjal, termasuk polimorfisme I/D gen ACE (Angiotensin Converting Enzyme) dan gen yang mempengaruhi metabolisme steroid. Remaja dengan orangtua hipertensif mempunyai resiko untuk mendapat hipertensi lebih tinggi dibandingkan anak dengan orangtuanya yang normotensif. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui hubungan faktor genetik (riwayat hipertensi dalam keluarga) dengan tekanan darah. Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan rancangan potong lintang. Penelitian ini dilakukan pada bulan November – Desember 2014 di Sekolah Menengah Pertama Negeri 8 Malalayang. Sampel penelitian yaitu siswa yang memenuhi kriteria inklusi yaitu anak dengan status gizi baik yang tercatat di register sekolah serta mendapat izin dari orangtua untuk mengikuti penelitian. Subjek penelitian berjumlah 80 siswa. Kuesioner dibagikan untuk mengetahui riwayat hipertensi dalam keluarga terutama pada orang tua lalu tekanan darah anak diukur. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan Fisher’s Exact Test dengan bantuan program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji Fisher’s exact, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor genetik (riwayat hipertensi dalam keluarga) dengan tekanan darah pada remaja (nilai p = 0,154 > 0.05). Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara faktor genetik (orang tua yang hipertensi) dengan tekanan darah pada remajaKata kunci: faktor genetik, tekanan darah, hipertensi, remaja
Nutrition is needed for growth and development, energy, thinking, and physical well-being. Selection of proper nutrition will optimize growth and brain development. This study aimed to determine the relationship of nutritional status and academic achievement of elementary school students in Modoinding. This was a descriptive analytical study with a cross sectional design. The nutritional status was based on BMI value meanwhile the academic achievement was based on school reports. Samples were 114 students. Data were analyzed by using univariate and bivariate analyses as well as ANOVA F test. The results showed that there was no significant relationship between nutritional status and academic achievement with a p value = 0.792. Conclusion: There was no significant relationship between nutritional status and academic achievement among the elementary students in Modoinding.Keywords: nutritional status, achievementAbstrak: Gizi dibutuhkan anak sekolah untuk pertumbuhan dan perkembangan, energi, berpikir, serta daya tahan tubuh. Gizi yang berkualitas akan mengoptimalisasikan pertumbuhan dan perkembangan otak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dan prestasi belajar siswa Sekolah Dasar Kecamatan Modoinding. Penelitian ini bersifat dekriptif analitik dengan desain potong litang. Status gizi dan prestasi dilihat berdasarkan nilai IMT dan hasil rapor. Jumlah sampel sebanyak 114 siswa. Data dianalisis secara univariat dan bivariat dengan uji anova F. Hasil analisis data memperlihatkan tidak terdapat hubungan bermakna antara status gizi dan prestasi belajar siswa dengan nilai p = 0,792. Simpulan: Pada siswa Sekolah Dasar Kecamatan Modoinding tidak terdapat hubungan bermakna antara status gizi dan prestasi belajar.Kata kunci: status gizi, prestasi
Asthma is a heterogen disease marked by chronic inflammation in the respiratory tract with a history of disturbance of breathing such as wheezing, dyspnea, and cough. This disease can occur at any age. The etiology of asthma is still unclear but there are various risk factors which can cause asthma inter alia sex, history of atopy, change of weather, dust mites, smoke, pet, and food. This study was aimed to obtain the prevalence of asthma and its risk factors in patients aged 0-18 years at GMIM Bethesda Hospital in Tomohon. This was a descriptive retrospective study. Samples were patients aged 0-18 years admitted at the Pediatric Division of GMIM Bethesda Hospital from August 2011 to July 2016. The results showed that the highest prevalence was from August 2011 to July 2012 (21.62%) and the risk factors which affected asthma in children were as follows: male (55.41%), age 5-9 years old (31.08%), history of atopy (52.70%), and change of weather (55.40%). Conclusion: The highest prevalence of ashmatic patients was 21.62% from August 2011 to July 2012. The majority of risk factors were male sex, change of weather, history of atopi, and dust mites.Keywords: asthma, prevalence, risk factor, children Abstrak: Asma merupakan penyakit heterogen yang biasanya ditandai oleh peradangan kronik pada saluran napas dengan riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas, dan batuk yang dapat terjadi pada semua kelompok usia. Etiologi asma masih belum jelas namun terdapat berbagai faktor risiko yang dapat memicu terjadinya asma seperti jenis kelamin, usia, riwayat atopi, perubahan cuaca, tungau debu rumah, paparan asap rokok, binatang piaraan, dan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi asma dan faktor-faktor risiko yang memengaruhi terjadinya athat the highest prevalence wassma di RSU GMIM Bethesda Tomohon. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif. Sampel penelitian ialah pasien anak usia 0-18 tahun dengan diagnosis utama asma yang dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU GMIM Bethesda Tomohon pada periode Agustus 2011-Juli 2016. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi terbanyak pada periode Agustus 2011-Juli 2012 (21,62%) dan faktor risiko yang memengaruhi asma pada anak berupa jenis kelamin laki-laki (55,41%), usia 5-9 tahun (31,08%), riwayat atopi (54,05%), tungau debu rumah (52,70%), dan perubahan cuaca (55,40%). Simpulan: Kejadian asma terbanyak terjadi pada periode Agustus 2011-Juli 2012 sebesar 21,62%. Faktor risiko tersering ditemukan ialah jenis kelamin laki-laki, perubahan cuaca, riwayat atopi, dan tungau debu rumah. Kata kunci: asma, prevalensi, faktor risiko, anak
Latar belakang. Pengendalian metabolik yang baik dapat mengurangi komplikasi diabetes mellitus tipe-1 (DMT1). Diet dengan indeks glikemik rendah menunjukkan perbaikan pengendalian glikemik secara bermakna. Pemeriksaan fruktosamin merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kontrol metabolik pasien DMT1.Tujuan. Menilai perubahan kadar fruktosamin setelah mengkonsumsi beras herbal ponni dengan indeks glikemik rendah pada pasien DMT1Metode. Studi prospektif di Divisi Endokrinologi Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan sampel pasien DMT1 yang berusia ≥2 tahun. Dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan, analisis dan anjuran diet selama 2 minggu, serta pemeriksaan kadar fruktosamin sebelum dan sesudah pemberian beras herbal ponni. Kriteria eksklusi adalah penderita DMT1 yang sakit berat/dirawat di rumah sakit atau menolak ikut penelitian. Analisis data menggunakan uji t berpasangan atau uji Wilcoxon Signed Ranks.Hasil. Diantara 24 pasien didapatkan 11/24 memiliki riwayat keluarga DM, 19/24 memiliki riwayat ketoasidosis diabetes, 21/24 memakai insulin suntik secara teratur, dan hanya 9/24 anak yang mengawasi kadar gula darahnya secara teratur. Rerata kadar fruktosamin sebelum pemberian beras herbal ponni (506,6±134,2) sedangkan rerata kadar fruktosamin sesudah pemberian beras herbal ponni (458,1±106,7) (p< 0,01)Kesimpulan. Didapatkan penurunan kadar fruktosamin secara bermakna setelah dua minggu mengkonsumsi beras herbal ponni dengan indeks glikemik rendah pada pasien DMT1
Leukemia is one of leading causes of death among children. Limited knowledge of health-care providers is the cause of non-compliance treatment protocol leukemia. To comply the protocol, health-care providers must have adequate knowledge regarding diagnostic, treatment and therapeutic procedures. This research aimed to understand level of knowledge and factors related to knowledge about childhood leukemia which are age, educational level and experience of work on the health-care providers Manado Primary Health Center. This research used descriptive analytic cross sectional study using structured questionnaire. Cronbrach's Alpha value obtained 0.969. Respondents were 114 health-care providers working at Manado Primary Health Center, attained by cluster sampling method. Based on the frequency distribution majority of respondents had a good knowledge. The results of Chi Square test obtained three variables that have a significant relationship with level of knowledge which are age (x2 = 10.413, p = 0.005), educational level (x2 = 6.401, p = 0.041) and experience of work (x2 = 6.270, p = 0.044 ). Majority of health-care providers Manado Primary Health Center had a good knowledge of childhood leukemia and knowledge related to age, level of education and experience of work. Keywords: Leukemia, Knowledge, Health-care providers. Abstrak: Leukemia merupakan kanker paling banyak dan penyebab utama kematian pada anak. Terbatasnya pengetahuan tenaga kesehatan merupakan penyebab dari ketidakpatuhan terhadap protokol pengobatan leukemia. Untuk memenuhi protokol tersebut, tenaga kesehatan harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai diagnostik, penatalaksanaan dan prosedur pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan tentang leukemia yaitu umur, tingkat pendidikan dan lama bekerja.anak pada petugas kesehatan Puskesmas Manado. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan rancangan penelitian studi potong lintang menggunakan kuesioner terstruktur. Nilai Alpha Cronbrach yang diperoleh 0,969. Responden dalam penelitian ini 114 petugas kesehatan yang didapatkan dengan metode Cluster Sampling. Berdasarkan hasil distribusi frekuensi mayoritas responden memiliki pengetahuan baik. Hasil uji Chi Square didapat 3 variabel yang berhubungan signifikan dengan tingkat pengetahuan yaitu umur (x2 = 10,413; p = 0,005), tingkat pendidikan (x2 = 6,401; p = 0,041) dan lama bekerja (x2 = 6,270; p = 0,044). Mayoritas petugas kesehatan Puskesmas Manado memiliki pengetahuan baik tentang leukemia pada anak dan pengetahuan tersebut berhubungan dengan umur, tingkat pendidikan dan lama bekerja. Kata kunci: Leukemia, Pengetahuan, Petugas Kesehatan.
Background Sepsis is a life-threatening condition and the most common cause of death in intensive care units in developing countries, such as Indonesia. The first clinical signs of sepsis are usually non-specific. More specific signs and laboratory parameters often occur late and are associated with organ dysfunction and high mortality rates. Interleukin-6 (IL-6) is a biomarker reported to be superior to clinical signs and conventional tests for sepsis. IL-6 levels may indicate microorganism invasion, as well as progression of infection into sepsis, severe sepsis, and septic shock. Objective To evaluate a correlation between interleukin (IL)-6 and septic shock in children Methods This cross-sectional study was conducted in the pediatric , Manado, to September . Subjects were children with
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.