Pada usia remaja pelajar lebih mementingkan penampilan fisik. Remaja putri termasuk kelompok yang rentan mengalami masalah gizi. Asupan makan yang buruk menjadi penyebab umum masalah gizi pada remaja. Keseimbangan antara zat gizi yang masuk dibutuhkan untuk kesehatan yang optimal. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan zat gizi dan status gizi pada remaja putri. Data yang digunakan merupakan data primer berupa karakteristik responden. Sampel yang digunakan adalah 150 remaja putri di SMK Sumpah pemuda 2 Ciawi Bogor. Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi Spearman. Persentase responden dengan asupan energi cukup sebesar 73,3%, persentase responden dengan asupan protein kurang sebesar 88%, persentase responden dengan dan asupan karbohidrat cukup sebesar 51,3%. Kesimpulan penelitian ini adalah Terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi, protein, dan karbohidrat dengan status gizi. Untuk mencapai status gizi optimal, remaja harus memenuhi kebutuhan asupan energi dan zat gizi makro, terutama asupan protein yang sangat dibutuhkan dalam masa pertumbuhan.
Rumah tangga miskin merupakan kelompok yang berisiko mengalami rawan pangan karena keterbatasan akses secara ekonomi maupun secara fisik. Keragaman konsumsi pangan rumah tangga diduga mampu dijadikan sebagai indikator rawan pangan. Salah satu metode sederhana untuk menilai keragaman konsumsi pangan rumah tangga adalah Household Dietary Diversity Score (HDDS). HDDS mencerminkan kemampuan ekonomi rumah tangga dalam memperoleh berbagai jenis pangan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kualitas konsumsi pangan rumah tangga miskin menggunakan skor HDDS dan validasi HDDS sebagai metode alternatif dalam mendeteksi kejadian rawan pangan pada rumah tangga miskin. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bogor pada bulan Mei-Oktober 2013. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik rumah tangga dan konsumsi pangan di dalam rumah yang dikumpulkan menggunakan metode recall 1 x 24 jam. Wawancara dilakukan terhadap ibu yang memiliki peran penting dalam menentukan konsumsi pangan rumah tangga. Hasil analisis menunjukkan skor HDDS yang tinggi di seluruh lokasi penelitian (skor 6-12), yang berarti konsumsi pangan rumah tangga cukup beragam, namun secara kuantitas asupan energi dan proteinnya masih rendah. Terdapat 61,3 persen rumah tangga tergolong kelompok defisit energi tingkat berat (< 70% Tingkat Kecukupan Energi). Uji sensitivitas (Se) menunjukkan HDDS sensitif 26,95 persen untuk mendeteksi kejadian rawan pangan pada rumah tangga miskin. Hasil uji spesifisitas (Sp) menunjukkan HDDS spesifik 85,16 persen untuk mendeteksi tahan pangan pada rumah tangga miskin. Setelah dilakukan modifikasi dengan mengategorikan kelompok pangan berdasarkan fungsi gizi, nilai Se meningkat menjadi 91,04 persen dan nilai Sp menurun menjadi 35,61 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa HDDS modifikasi memiliki sensitivitas yang baik untuk mendeteksi kejadian rawan pangan pada rumah tangga miskin.
The hypersensitive response to tomato spotted wilt tospovirus (TSWV) present in Capsicum chinense PI152225 (1) was introgressed into C. annuum cultivars. During the summer of 1998, a hybrid with good agronomic performance was grown in glasshouses in Albenga, Liguzia Region of northwestern Italy, an area where infection by TSWV in pepper has been severe since 1992. In August, observations of different susceptible cultivars revealed that >50% of plants had TSWV-like symptoms, whereas the resistant hybrid remained healthy, except for two plants that showed virus-like symptoms on apical leaves and fruits. From the infected plants, tospoviruses (coded P164/6 and P166) were transmitted by sap-inoculation to Nicotiana benthamiana. Triple-antibody sandwich enzyme-linked immunosorbent assay with a panel of monoclonal antibodies against the TSWV nucleocapsid, but with different reactivity to the related species groundnut ringspot (GRSV) and tomato chlorotic spot (TCSV) viruses, indicated the isolates were TSWV. The host ranges of the isolates were wide and typical of normal TSWV isolates. Thus, they incited typical symptoms in all 50 TSWV-susceptible C. annuum cv. Quadrato d'Asti plants. However, isolate P164/6 also systemically infected 12 of 27 C. chinense PI152225 and 14 of 19 C. chinense PI159236 plants. These accessions are normally resistant to TSWV (1). Isolate P166 systemically infected 7 of 17 C. chinense PI152225 and 6 of 11 C. chinense PI159236 plants. Systemically infected plants showed severe necrosis, and some plants died. Other plants showed only necrotic local lesions. The response by C. chinense differed from that caused by typical TSWV, which causes only local lesions, and from both GRSV and TCSV, which cause mosaic but no necrosis in 100% of plants. The two new TSWV isolates were tested for transmission using a local population of Frankliniella occidentalis in a leaf disk assay with susceptible C. annuum. Transmission rates were high: 93.7% (63 thrips) for isolate P164/6 and 89.9% (49 thrips) for P166. Thus, the fitness of the two TSWV resistance-breaking isolates (a wide experimental host range and high transmission rates by the natural vector) was as high as that of typical TSWV. The absence of systemic infection in some C. chinense PI152225 and PI159236 plants that are resistant to typical TSWV suggests the possibility of selecting plants resistant to these pathotypes. This is the first report of field tospovirus isolates typed as TSWV (according to the current taxonomy based on nucleocapsid serology) overcoming the hypersensitive response of C. chinense PI152225 and PI159236, an ability previously found only in closely related viruses: TCSV and GRSV (2). Other TSWV-like isolates systemic on C. chinense were not typed further (3,4). References: (1) L. L. Black et al. Plant Dis. 75:863, 1991. (2) L. S. Boiteux and A. C. DeAvila. Euphytica 75:139, 1994. (3) H. A. Hobbs et al. Plant Dis. 78:1220, 1994. (4) B. Moury et al. Euphytica 94:45, 1997.
Background: Generation Y (Millennial) and generation Z (IGeneration) are proven to be the two generations that dominate the use of information communication technology today. Living in a rapidly developing technology era and abundant information should make them have nutritional knowledge, attitudes and behavior towards a good visual balanced nutrition. However, Riskesdas 2018 shows an increase in the prevalence of obesity in adults by 21.8%. This high prevalence is said to be an indicator of low knowledge about balanced nutrition even though the two generations live in an era of abundant information.Objectives: Analyzing differences in nutritional knowledge, attitudes and behavior regarding visual balanced nutrition between generation Y and generation Z.Methods: This research is an observational analytic study with cross sectional design. Selection of research subjects with total sampling. A sample of 40 respondents was obtained from generation Y and 40 respondents from generation Z. Using the independent t-test statistical test to determine differences in nutritional knowledge, attitudes and behaviors regarding balanced nutrition visuals (balanced nutrition cone and my plate) in generation Y and generation Z.Results: There are differences in nutritional knowledge in generation Y and generation Z (p = 0.0001), there are differences in attitudes about visual balanced nutrition in generation and generation Z (p = 0.0001), and there are differences in nutritional behavior towards visual balanced nutrition of generation Y and generation Z (p = 0.029). From the above values, it can be said that the value of sampling bias on nutritional knowledge and attitudes is smaller than behavior.Conclusion: The three results show that there are differences in nutritional knowledge, attitudes and behavior between these two generations.
Latar belakang: Beberapa faktor yang memengaruhi produktivitas kerja guru yaitu makanan yang dikonsumsi dan status gizi. Konsumsi yang perlu diperhatikan adalah konsumsi makan siang dan jajanan.Tujuan: Menganalis hubungan konsumsi makan siang dan jajanan terhadap produktivitas kerja dan status gizi guruMetode: Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Oktober 2021 di SMK Pelita Ciampea Bogor. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan melibatkan 75 orang guru sebagai responden. Variabel yang diteliti meliputi karakteristik responden (usia, jenis kelamin, Pendidikan terakhir, dan lama bekerja), asupan makan siang dan jajanan, produktivitas kerja, dan status gizi guru. Analisis data menggunakan uji korelasi Spearman dengan tingkat kepercayaan 95%.Hasil: Rerata usia guru 40 tahun, sebagian besar berpendidikan sarjana, dan rata-rata lama bekerja selama 11 tahun. Sebagian besar guru belum memenuhi asupan makan siang dan jajanan sesuai kebutuhan yang dianjurkan. Sebagian besar guru memiliki produktivitas kerja yang sangat baik (86,7%). Sejumlah 48% guru mengalami gizi lebih, 46,7% gizi normal, dan 5,3% gizi kurang. Analisis korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi makan siang dengan produktivitas kerja dan status gizi (p>0,05) Pada asupan jajanan, hanya konsumsi karbohidrat jajanan yang memiliki korelasi signifikan dengan produktivitas kerja (r=-0,259; p=0,025).Simpulan: Konsumsi karbohidrat dari jajanan memiliki korelasi yang signifikan dengan produktivitas kerja guru. Semakin tinggi konsumsi karbohidrat dari jajanan, maka semakin rendah produktivitas kerja guru.
Penyediaan makanan yang sehat dan bersih merupakan prinsip dasar penyelenggaraan makanan institusi. Dalam praktik penyelenggaraan makanan massal seperti di pondok pesantren, risiko keracunan makanan pada siswa dapat disebabkan berbagai faktor. Diantaranya kurang pengetahuan dan penerapan higiene sanitasi khususnya pada penjamah makanan. Tujuan: Mengetahui perbedaan pengetahuan, sikap, personal higiene penjamah makanan dan cemaran mikroba di pondok pesantren kota dan desa. Metode: Rancangan cross sectional, dengan 13 responden di pondok pesantren kota dan 18 responden di pondok pesantren desa. Instrumen pengumpulan data meliputi kuesioner pengetahuan, sikap, personal higiene, dan formulir skor keamanan pangan (SKP). Angka kuman diuji dengan metode total plate count (TPC) dan most probable number (MPN). Analisis data menggunakan uji T-Test Independent. Hasil: Pengetahuan, sikap, dan higiene personal responden di pondok pesantren desa lebih tinggi dibandingkan dengan pondok pesantren kota. Analisis bivariat menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada pengetahuan (p= 0,417) dan sikap (p=0,089) di kedua kelompok pesantren. Terdapat perbedaan signifikan pada higiene personal di kedua kelompok pesantren (p=0,002). Simpulan: Penjamah makanan belum sepenuhnya menerapkan prinsip personal hygiene. Perlu dilakukan pelatihan dan penyuluhan bagi penjamah makanan di pondok pesantren untuk meningkatkan kualitas makanan yang dihasilkan untuk para santri. Kata kunci : higiene personal, keracunan makanan, pengetahuan, pondok pesantren, sikap.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.