Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hatchery dan Teknologi Budidaya Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh, dimulai pada bulan Desember 2015 sampai dengan Januari 2016. Ikan uji yang digunakan adalah ikan mas koki yang berukuran 3-4 cm. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bahan filter dari ijuk, jerami padi dan ampas tebu sebagai filter air pada pemeliharaan ikan mas koki. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan empat perlakuan dan tiga kali ulangan. Pertambahan panjang terbesar terdapat pada bahan filter ijuk yaitu 1,14 cm. Pertambahan berat terbesar terdapat pada bahan filter ijuk yaitu 1,29 gram dan terkecil pada perlakuan kontrol yaitu 0,42 gram. Nilai kisaran parameter kualitas air pada saat penelitian yaitu suhu berkisar 25,7-29,7 oC, pH berkisar 7,1-7,6, DO berkisar 3,6-5,8 mg/L, kekeruhan berkisar 1,14-22,15 dan amonia berkisar 0,022-2,056.This research was conducted at the Laboratory of Aquaculture Hatchery and Technology Studies Program Aquaculture Faculty of Agriculture, University of Malikussaleh, started in December 2015 and January 2016. The fish samples used is a goldfish measuring 3-4 cm. The purpose of this study was to determine the effect of filter material from fibers, rice straw and bagasse as a water filter on the maintenance of a goldfish. This research used experimental method with a completely randomized design (CRD) non factorial with four treatments and three replications. Added greatest long fibers present in the filter material is 1.14 cm. The weight gain fibers contained in the filter material is 1.29 grams and the smallest in the control treatment that is 0.42 grams. Value range of water quality parameters at the time of the study ranged from 25.7 to 29.7 ° C as temperature, pH ranges from 7.1 to 7.6, DO ranged from 3.6 to 5.8 mg / L, turbidity ranges from 1.14 to 22 , 15 and ammonia ranged from 0.022 to 2.056.
This study aimed to know the effect of surfactant on growth, survival rate and gill histology of tilapia fingerling. It carried out on October to November 2014 at Hatchery and Aquaculture Technology Laboratory, Aquaculture Department Agriculture Faculty Malikussaleh University North Aceh. Experimented fish was given different concentrations of detergent. The treatments were A: control, B (detergent 3%), C (detergent 6%), and D (detergent 9%). Sampling data was done every seven days. Experimental design used was Completely Randomized Design with four treatments and three replications then it was continued by BNT test. Observed parameters were growth rate, survival rate, gill histology, feed efficiency, and water quality (temperature and pH). The result showed that different concentrations of detergent (3%, 6%, 9%) affected on growth and survival rate of tilapia fish. Control gave the best growth rate and feed efficiency which were 2,84 grams and 97,36%. While the highest survival rate was obtained in treatment of detergent 3% which was 100%. The water quality parameters during experiment were temperature ranged 26,6-28,1 ᵒ C and pH ranged 7,1-7,8.
PendahuluanIkan koi merupakan ikan hias favorit dan banyak digemari oleh masyarakat luas di Indonesia. Ikan koi sampai saat ini masih menjadi salah satu komoditas bernilai tinggi dalam bidang perikanan. Apabila dipelihara dalam skala besar dapat digunakan sebagai mata pencaharian sekaligus dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru. Ikan koi juga dapat dipelihara di dalam akuarium sebagai penyaluran hobi dengan mengamati keindahan geraknya.Pengembangan industri akuakultur untuk meningkatkan produksi dibatasi oleh beberapa faktor yaitu keterbatasan air, lahan dan polusi terhadap lingkungan. Air sebagai media pemeliharan ikan harus selalu diperhatikan kualitasnya.Intensifikasi budidaya melalui padat tebar dan laju pemberian pakan yang tinggi dapat menimbulkan masalah kualitas air. Walaupun ikan memakan sebagian besar pakan yang diberikan tetapi persentase terbesar diekskresikan menjadi buangan metabolik (nitrogen). Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan di atas adalah mengaplikasikan sistem resirkulasi akuakultur. Sistem resirkulasi pada prinsipnya adalah penggunaan kembali air yang telah dikeluarkan dari kegiatan budidaya. Fokus utama pada sistem resirkulasi adalah pemindahan amonia sebagai zat hasil proses metabolisme ikan. Sistem resirkulasi dapat dilakukan dengan menggunakan media filter yang berbeda berupa arang, kijing dan tumbuhan paku.Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh media filter pada sistem resirkulasi air terhadap pertumbuhan, konversi pakan dan kelangsungan hidup ikan koi dan mengetahui media filter mana yang terbaik pada sistem resirkulasi air untuk pertumbuhan ikan koi. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi informasi yang dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian ikan koi. Acta Aquatica Aquatic Sciences Journal AbstrakPenelitian ini dilakukan di Laboratorium Hatchery dan Teknologi Budidaya Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh, dimulai dari tanggal 10 Juni sampai dengan 9 Juni 2015. Ikan uji yang digunakan adalah benih ikan Koi yang berukuran 5 -7 cm. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahu pengaruh media filter pada sistem resirkulasi air terhadap pemeliharaan ikan koi. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non factorial dengan empat perlakuan dan tiga kali ulangan. Pertambahan panjang terbesar terdapat pada filter arang yaitu 0,47 cm dan terkecil pada filter kijing yaitu 0,36 cm. Pertambahan berat terbesar terdapat pada filter kontrol yaitu 1,21 gram dan terkecil pada filter kijing yaitu 1 gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media filter pada sistem resirkulasi air tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan, konversi pakan dan kelangsungan hidup ikan koi. Kata kunci: Koi; Filter; Resirkulasi AbstractThis study was carried out at Hatchery and Aquaculture Technology Laboratory, Aquaculture Department Agriculture Faculty Malikussaleh University started on June 10th to July 9th 2015. Experimented fish was goldfish fingerling which had length 5-7 cm.The ...
AbstrakRumput laut merupakan sumber daya hayati perairan yang telah diteliti mengandung sejumlah komponen bioaktif untuk meningkatkan kesehatan manusia seperti meningkatkan sistem imun atau bersifat sebagai imunomodulator.Penulisan artikel ini bertujuan untuk menjelaskan lebih jauh tentang sifat imunomodulator rumput laut, diharapkan tulisan ini dapat memberikan informasi ilmiah tentang rumput laut sebagai imunomodulator, sehingga nantinya dapat dikembangkan lagi penelitian ilmiah tentang pemanfaatan rumput laut sebagai imunomodulator.Rumput laut dapat meningkatkan sistem imun spesifik dan non spesifik melalui berbagai sel imun seperti sel makrofag, monosit atau sel limfosit melalui berbagai mekanisme di tingkat seluler.Sifat imunomodulator rumput laut dalam meningkatkan aktivasi makrofag terjadi melalui peningkatan proliferasi makrofag, produksi NO dan sekresi sitokin. Rumput laut juga dapat memodulasi aktivitas makrofag secara in vitro dan in vivo yaitu melalui ekspresi reseptor dan sitokin inflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF-α) dan interleukin-1β (IL-1β)., produksi NO dan PGE2 dan ekspresi gen NOS-2 dan COX-2. Sifat imunomodulator rumput laut juga terjadi melalui peningkatan fungsi dan aktivitas limfosit. Ekstrak atau komponen bioaktif rumput laut dapat meningkatkan aktivasi limfosit, diantaranya menstimulasi aktivitas sel limfosit B yaitu melalui peningkatan produksi antibodi imonoglobulin (Ig), meningkatkan proliferasi sel T dan produksi subset limfosit T seperti CD4 dan CD8. Ekstrak rumput laut juga telah diteliti mempengaruhi ekspresi mRNA untuk meningkatkan produksi sitokin oleh Th1 seperti TNF-α dan IFN-γ, dan menurunkan sitokin yang diproduksi oleh Th2 seperti IL-4 dan IL-10 serta meningkatkan produksi IL-2 pada sel limfosit T.Kata kunci: rumput laut; komponen bioaktif; imunomodulatori; makrofagAbstractSeaweed is one of the marine biological resources that is known to contain bioactive compounds to improve human health, such as enhancing the immune system or being as an immunomodulator. This study aims to explain more about the nature of seaweed immunomodulators so that scientific research could be developed in the use of seaweed as an immunomodulator later. Seaweed could increase specific and nonspecific immune systems by involving various immune cells such as macrophage cells, monocytes, or lymphocyte cells through various mechanisms at the cellular level. The role of Immunomodulatory properties of seaweed in increasing macrophage activation occurs through increasing macrophage proliferation, NO production, and cytokine secretion. Seaweed would modulate macrophage activity in vitro and in vivo through the expression of inflammatory receptors and cytokines such as tumor necrosis factor (TNF-α) and interleukin-1β (IL-1β), NO and PGE2 production and NOS-gene expression 2 and COX-2. Seaweed immunomodulatory activity would also occur through increasing function and activity of lymphocytes that stimulate the activity of B lymphocyte cells, production of antibody immunoglobulin (Ig), T cell proliferation and production of T lymphocyte subsets such as CD4 and CD8. Seaweed extracts also have been investigated to be able to affect mRNA expression to increase cytokine production by Th1 such as TNF-α and IFN-γ, decrease cytokines produced by Th2 such as IL-4 and IL-10 and increase IL-2 production in T lymphocytes.Keywords: seaweed; bioactive components; immunomodulatory; macrophage
Gastropoda banyak ditemukan di ekosistem mangrove dan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan maupun kerapatan hutan mangrove. Salah satu gastropoda yang ditemukan adalah Terebralia palustris yang sering dijadikan sebagai bioindikator kesehatan mangrove. Kajian T. palustris (Linnaeus 1767) dilakukan pada bulan September 2020 di hutan mangrove Pantai Payum Merauke Papua dengan 3 stasiun pengamatan. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan, hubungan panjang berat tubuh, kualitas dan penciri lingkungannya serta faktor penentu distribusi dan kepadatan T. palustris di Pantai Payum. T. palustris maupun mangrove dikumpulkan dengan membuat transek garis sepanjang 50 m tegak lurus garis pantai dan dibuat petak-petak contoh berukuran 10 x 10 m untuk mangrove serta 1 x 1 m (di dalam plot 10 x 10 m) untuk T. palustris. Hasil kajian memperlihatkan bahwa kepadatan T. palustris bervariasi di setiap stasiun pengamatan dengan kepadatan tertinggi berada pada Stasiun 2 (54,20 ind/m2) dan terendahnya pada Stasiun 3 (19,67 ind/m2). Pola pertumbuhan T. palustris bersifat allometrik negatif. Untuk kualitas lingkungan secara keseluruhan, hasil penghitungan memperlihatkan bahwa kerapatan mangrovenya tergolong tinggi (> 1000 ind/ha) dengan parameter kualitas perairan untuk suhunya berkisar antara 28,33 – 31,67°C, DO 5,60 – 7,67 mg/L, pH 6,83 – 7,53 dan salinitas 29,33 – 30,00‰. Analisis PCA memperlihatkan bahwa penyebaran stasiun pengamatan dan karakteristik lingkungan membentuk 2 kelompok dengan kelompok pertama Stasiun 3 dipengaruhi oleh salinitas, suhu, DO dan kerapatan mangrove yang tinggi, sedangkan kelompok kedua Stasiun 1 dan 2 dipengaruhi oleh pH yang tinggi serta diameter batang mangrove yang besar. Berdasarkan hasil analisis PCA, faktor penentu distribusi dan kepadatan T. palustris adalah suhu, DO dan kerapatan mangrove. Many mangrove habitats contain gastropods, which are greatly influenced by environmental conditions and the density of mangrove trees. One of the gastropods discovered was Terebralia palustris, which is frequently employed as a bioindicator of mangrove health. A research of T. palustris (Linnaeus, 1767) was done in September 2020 at three observation sites in the mangrove forest of Payum Beach, Merauke Papua. This study aims to evaluate the density, the relationship between body length and weight, the quality and characteristics of the environment, and the distribution and density determinants of T. palustris in Payum Beach. T. palustris and mangroves were gathered by constructing a 50 m perpendicular to the seashore line transect and creating 10 x 10 m plots for mangroves and 1 x 1 m plots (within a 10 x 10 m plot) for T. palustris. The study revealed that the density of T. palustris fluctuated at each observation station, with the highest density occurring at Station 2 (54.20 ind/m2) and the lowest density occurring at Station 3 (19.67 ind/m2). The T. palustris growth pattern is negative allometric. The calculation findings indicate that the mangrove density is high (> 1000 ind/ha) and that the water quality parameters range from 28.33 to 31.67°C, DO 5.60 to 7.67 mg/L, pH 6.83 to 7.53, and salinity 29.33 to 30.00‰. PCA analysis revealed that the distribution of observation stations and environmental parameters formed two groups, with Station 3 influenced by salinity, temperature, DO, and a high mangrove density, and Stations 1 and 2 influenced by a high pH and a big mangrove trunk diameter. According to the results of PCA analysis, the distribution and density of T. palustris are determined by temperature, DO, and mangrove density.
AbstrakBanyaknya industri yang berkembang dewasa menyebabkan meningkatnya kadar logam berat seperti merkuri dalam perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh [Hg (NO3)2] dengan konsentrasi yang berbeda terhadap benih ikan kakap putih (L. calcarifer): histologi insang. Dalam penelitian ini, ikan dipaparkan dengan konsentrasi 3,16 x 10 -2 ppm, 9,99 x 10 -2 ppm, 3,16 x 10 -1 ppm dan 9,97 x 10 -1 ppm. Total ikan yang digunakan untuk histologi adalah 15 ekor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi [Hg (NO3)2] maka kerusakan pada jaringan insang ikan juga akan meningkat dan mempercepat waktu kematian ikan. Kerusakan yang terjadi yaitu hipertropi dan hiperplasia pada sel epitel insang, fuse pada lamela sekunder dan haemorhage di insang pada konsentrasi [Hg (NO3)2] yang lebih tinggi. Kata kunci: Merkuri; Kakap putih; Insang; Histologi AbstractMany industries today lead to increased levels of heavy metals such as mercury in water. This research aims to determine the effect of different concentrations of [Hg (NO3) 2] to Asean Sea Bass (L. calcarifer): Gill Histology. In this study, this fishes was treated with 3,16 x 10 -2 ppm, 9,99 x 10 -2 ppm, 3,16 x 10 -1 ppm, and 9,97 x 10 -1 ppm. Total fishes used for histological study was 15 fishes. Results of this research showed that increasing the consentrations of the [Hg(NO3)2] will also increase the damage on the stomach structure and fasten the mortality time of the fish. Damage that occurs is hypertrophy and hyperplacia on epitel cells, fuse of secundary lamellae and haemorhage on gill that were exposed to high consentration of [Hg(NO3)2].
Penyakit adalah salah satu penghambat dalam mengembangkan produksi ikan nila. Satu dari bakteri yang berbahaya dalam budidaya ikan nila adalah Edwardsiella tarda. Penelitian ini dilakukan pada januari 2016 di laboratorium hatchery dan teknologi akuakultur, Prodi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas serbuk Phaleria macrocarpa untuk mencegah infeksi bakteri Edwardsiella tarda. Penelitian menggunakan metode eksperimental Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan 5 perlakuan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serbuk P. macrocarpa dapat menghambat pertumbuhan Edwardsiella tarda karena mengandung bahan antimikroba dengan diameter zona hambat 9,5 – 14,5 mm.Disease is one of the obstacles in achieving tilapia production targets. One of harmful bacteria types in tilapia fish farming is Edwardsiella tarda. This research was conducted on January 2016 held at the Laboratory of Hatchery and Aquaculture Technology, Aquaculture departement Agriculture Faculty Malikussaleh University. The purpose of this study was to determine the effectivenes Phaleria macrocarpa powder to prevent infection of bacteria Edwardsiella tarda. This research used experimental method, namely a completely randomized design (CRD) non factorial with five treatments within three replications. The results showed that the P. macrocarpa powder could inhibiting the growth of Edwardsiella tarda because it contained antimicrobial compounds with a clear zone formed 9.5-14, 5 mm.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.