The mass propagation of coffee plants requires seeds with high-viability characterized by good germination and germination growth. One way to increase the viability of coffee seeds is the provision of Gibberellic acid (GA3). This study aims to determine the effect of several concentrations of GA3 on the viability of Catuai variety of Arabica coffee. The experiment used a completely randomized design (CRD). Treatment with Control and 5 levels of GA3 concentration, namely 0 (Control), 100, 200, 300, 400 and 500 ppm respectively where coffee seeds were soaked for 24 hours before being germinated. The results showed that the concentrations of 300 and 200 ppm GA3 showed the best results for germination percentage and rate Germination, however, did not appear to have a significant effect on the root and hypocotyl length.
Abiotic factors, such as temperature and drought, are the main factors limiting the cultivation under the tropical condition. Two-stage experiments were conducted to examine the drought-tolerant potential of some wheat genotypes against the osmotic stress under the tropical condition at the Laboratory and Greenhouse of Hasanuddin University and Indonesian Cereal Research Institute. The experiments were arranged in a randomized block design with the split-plot pattern and respectively provided with four and three replications. The main plot was potential osmotic stress (0, -0. 33 , and -0.67 MPa) and the sub-plot was selected wheat genotypes (17 genotypes). The results indicates that based on the germination percentage, shoot/root ratio, proline content, stomatal behavior, and relative water content, the wheat lines of O/HP-78-A22-3-7, WBLL*2KURUKU, O/HP-6-A8-2-10, and O/HP-22-A27-1-10 are identified to have better drought-tolerance than the others genotypes based on the analysis of responses to parameters observed. The positively adaptive response of some tropical wheat genotypes to drought stress may be used as a potential donor for further development of drought-tolerant wheat varieties under the tropical climate in Indonesia.
Pendidikan multikultural menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seperti keragaman etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, umur, dll. Karena itulah yang terpenting dalam pendidikan multikultural adalah seorang guru atau dosen tidak hanya dituntut untuk menguasai dan mampu secara profesional mengajarkan mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan. Lebih dari itu, seorang pendidik juga harus mampu menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan multikultural seperti demokrasi, humanisme, dan pluralisme atau menanamkan nilai-nilai keberagamaan yang inklusif pada siswa. Pada gilirannya, out-put yang dihasilkan dari sekolah/ universitas tidak hanya cakap sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya, tetapi juga mampu menerapkan nilai-nilai keberagamaan dalam memahami dan menghargai keberadaan para pemeluk agama dan kepercayaan lain. Konsep pendidikan Paulo Freire dalam ruang pembelajaran atau interaksi belajar mengajar adalah Paulo Freire sama sekali tidak menginginkan ada perbedaan atau pengklasifikasian status sosial yang akhirnya kemudian memunculkan kaum dominan dan yang didominan yang besar kemungkinan akan melahirkan sebuah konflik. Jika dikotomi angtara mengajar dengan belajar sampai menyebabkan pihak mengajar tidak mau belajar dari peserta didik yang diajarnya, berarti sebuah ideology dominasi mulai tumbuh. Paulo Freire hadir membawa misi pendidikan kritis namun disisi lain, Paulo Freire tidak akan lupa akan pentinya sebuah perbedaan dan perbedaan itu harus saling menghargai, dan saling memahami. Akhirnya penulis perpendapat inilah salah satu bentuk konsep pendidikan multicultural menurut Paulo Freire.
Energi merupakan kebutuhan dasar untuk menggerakkan sektor ekonomi dan sosial masyarakat. Oleh karena itu, kebutuhan energi meningkat bagi suatu negara setara dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi. Salah satu upaya adalah penghematan pemakaian energi agar cadangan energi yang ada saat ini dapat dimanfaatkan secara lebih efisien dan bijaksana untuk pembangunan Indonesia berkelanjutan. Energi dalam bentuk listrik merupakan energi yang mudah untuk dimanfaatkan pada seluruh kegiatan, khususnya untuk peralatan (seperti televisi, radio, kulkas, tata udara) dan penerangan ruangan (lampu) dalam sebuah gedung. Di awal sosialisasi terlihat masih minimnya pengetahuan peserta tentang tata cara penghematan energi listrik dan setelah sosialisasi diketahui kemampuan peserta meningkat 100 % dalam upaya penghematan energi listrik termasuk menghitung biaya yang dikeluarkan setiap bulan.
Sektor pertanian khususnya tanaman hortikultura masih merupakan penyumbang devisa terbesar dan mata pencaharian utama warga Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Wilayah dataran tinggi ini selain dikenal sebagai penghasil komoditas hortikultura, juga daerah penyangga Hulu DAS Jeneberang. Secara turun temurun Agribisnis dan usaha tani berbagai komoditas hortikultura ditentukan berdasarkan pilihan petani dan permintaan pasar serta musim yang ada. Penentuan ini dilakukan tanpa adanya analisis mendasar komoditas apa yang sebaiknya lebih diutamakan sebagai komoditas unggulan pada musim tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis berbagai jenis komoditi hortikultura unggulag yang ada, (2) menganalisa ketepatan pemilihan komoditas hortikultura yang diusahakan petani, dan (3) mengkaji struktur pertumbuhan berbagai komoditi hortikultura di Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa. Populasi penelitian adalah petani yang mengusahakan tanaman hortikultura, sedang sampel desa/kelurahan dipilih secara sengaja (purposive sampling), sampel petani dipilih secara acak sederhana (simple random sampling). Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi, wawancara dengan daftar pertanyaan dan pencatatan, didukung dengan data sekunder. Data dianalisis menggunakan metode Location Quotient dan Klassen Typologi. Hasil penelitian menunjukan komoditi unggulan hortikultura berdasarkan analisis LQ di Kecamatan Tinggimoncong adalah yaitu Markisa (LQ = 1,03 ), Kentang (LQ=4,01), Tomat (LQ =3), Wortel (LQ=1,51), Kubis (LQ = 1,30), Sawi Putih (LQ=1,04) dan Pisang (LQ=1,1). Struktur pertumbuhan komoditi Berdasarkan Analisis Klassen Typologi struktur pertumbuhan komoditi unggulan hortikultura di Kecamatan Penentuan Komoditas Unggulan dan Struktur Komoditas Hortikultura di Kecamatan Tinggimoncong 23 Kabupaten Gowa Berdasarkan Location Quotient (LQ) dan Klassen Typology (KT) Tinggimoncong tersebut yaitu komoditi yang tergolong maju dan bertumbuh cepat adalah Markisa, Kentang, dan Tomat. Komoditi yang maju dan bertumbuh tapi lambat adalah Wortel, Sawi Putih dan Kubis, serta komoditi yang termasuk unggulan tetapi relatif tertinggal dari komoditas lain adalah Pisang.
This study aims to determine the effect of different priming methods on the viability and early growth of upland rice under drought stress. Priming is an important approach to improve the resistance of upland rice plants to drought stress from the germination phase to growth, especially on sub-optimal land. There are several efficient priming methods as seed pretreatment to increase germination and tolerance to drought stress. An effective priming method is needed to increase the germination and growth of upland rice seedlings for application in dryland agriculture. Therefore, an experiment was conducted at the Seed laboratory of Pangkep State Polytechnic of Agriculture, Indonesia, from September to October of 2022 to investigate the effect of several priming methods on the germination and growth of upland rice seedlings under drought stress. The experiment consisted of 2 stages, germination testing and seedling growth phase testing with the addition of water stress treatment. Experiment 1 was conducted in a completely randomized design (CRD) with four replications, including Control (no priming), Osmopriming with 15% and 20% PEG solution, Redox Priming with 3% and 6% H2O2 solution, and Organic Priming using 50% and 75% Moringa leaf extract. Experiment 2 was conducted using a two-factor of factorial in Randomized Block design (RBD) with three replications. The first factor is the Seedling results of stage 1 experiments (selected the best of each priming method) includes 4 treatments each Control treatment, Osmopriming with 15% PEG solution, Redox Priming with 3% H2O2 solution, and Organic Priming with 50% Moringa Leaf Extract. The second factor is the level of Drought Stress conducted by 100%, 60%, and 30% of Field Capacity. The results showed that the priming method with Osmopriming 15% PEG solution gave the best results on Seed germination percentage (87.5%) followed by Organic priming with 50% Moringa Leaf Extract (SGP 85%). Under drought stress conditions with 30% field capacity, the highest increase in proline levels was observed with H2O2 redox priming 3% (10.3 µ-mol. g-1 ), while the average root growth of all primed seedlings showed better root growth than seeds without priming treatment. Seed priming gives better results on the growth and physiological activities of upland rice at several levels of drought stress, in the early growth phase of seedlings
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.