Food pattern is an important criteria that affecting the nutrition and to fulfill the need of balanced nutrition. Adolescents are often indicated as vulnerable because of their massive growth and development as well as their highly needs of energy to do various of physical activities. The insufficiency of food pattern can easily affecting due to their imbalanced growth and development, and increase higher risk prior to many chronic diseases regarding their adultery life. The importance of balanced food pattern and nutrition intake in adolescence and there has been no amount of research applied for North Bolaang Mongondow province attract the writer to do this research. The main purpose of this research is to know the pattern of food and nutrition consumption in adolescent. This research is a descriptive study with the design of cross sectional. The results showed the majority of food consumed by adolescents are rice (90%), fishes (77,5%), tofu (47,5%), water spinach (57,5%), banana (32,5%), milk (47,5%), bread (47,5%), and cola-cola (30%) for >1/day frequent. The amount of energy consumption is severely insufficient (97,5%), carbohydrate consumption is <70% RDA (95%), protein is <70% RDA (77,5%), and total fat is <70% RDA (77,5%). Conclusion: The food pattern in adolescent commonly has less various of menu where the average of frequency is >1/day with minimum amount of food and incomplete of consumption each of time.Keywords: food pattern, food consumption, nutrition, adolescent Abstrak: Pola makan merupakan kebiasaan penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi dan untuk memenuhi kebutuhan gizi seimbang. Usia remaja adalah usia rentan gizi karena tumbuh kembang yang pesat dan dibutuhkan energi yang cukup untuk melakukan beragam aktivitas fisik. Jika pola asupan buruk, akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan yang tidak optimal, serta lebih rentan terhadap penyakit-penyakit kronis di masa dewasa. Pentingnya pola asupan makan yang seimbang pada remaja serta belum adanya penelitian yang dilakukan di daerah Bolaang Mongondow Utara membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pola asupan makanan pada remaja di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan desain potong lintang (cross sectional). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kategori terbanyak yang dikonsumsi adalah beras(90%), ikan segar (77,5%), tahu (47,5%), kangkung (57,5%), pisang (32,5%), susu (47,5%), roti (47,5%), dan cola-cola (30%) untuk frekuensi >1x/hari. Tingkat kecukupan energi didapati sangat kurang (97,5%), kecukupan karbohidrat <70% AKG (95%), protein <70% AKG (77,5%), dan lemak <70% AKG (77,5%). Simpulan: Pola makan remaja umumnya kurang bervariasi dengan frekuensi rata-rata >1x/hari namun dengan jumlah yang sedikit dan dikonsumsi tidak lengkap tiap kali makan. Tingkat kecukupan gizi remaja <70% AKG menandakan bahwa asupan energi dari sumber karbohidrat, protein, lemak sangat kurang. Kata kunci: pola makan, pola konsumsi, nutrisi, asupan gizi, remaja.
Obesity is defined as a condition of abnormal or excessive fat accumulation in adipose tissue which can be harmful for health. The risk factors that can affect obesity in adolescent are dietary habit, lifestyle, physical activity, environmental factor, genetics, health factor, psychological and hormonal drugs. The purpose of this study was to determine the prevalence and risk factors for obesity in adolescent. This study used cross sectional method with descriptive approach, the sampling technique used in this study is simple random sampling. Samples are 966 students which met the inclusion criteria were 15 to 18 years old, was willing to be sampled. Data retrieval is done by measuring waist circumference. Conclusion: Based on the waist circumference measurement of 966 populations, 220 peoples are found obese with presentation of 22,8% consisting of 59 boys with presentation 6,1% and 161 girls with presentation of 16,7%. Based on the research result, dietry habit is the most affecting factor in obesity, followed by genetic factor, lifestyle, physical activity and environmental factor and the last are health factor and psychological.Keywords: obesity, adolescents, risk factor.Abstrak: Obesitas didefinisikan sebagai suatu kondisi akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sampai kadar tertentu sehingga dapat merusak kesehatan. Faktor-faktor risiko yang dapat menpengaruhi terjadinya obesitas pada remaja adalah pola makan, pola hidup, aktivitas fisik, faktor lingkungan, genetik, faktor kesehatan, psikis dan obat-obatan hormonal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor risiko terhadap obesitas pada remaja. Penelitian ini menggunakan metode cross sectionaldengan pendekatan dekskriptif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan cara simple random sampling. Sampel penelitian sebanyak 966 siswa yang memenuhi kriteria inklusi yang berusia 15-18 tahun, bersedia menjadi sampel. Pengambilan data dilakukan dengan cara pengukuran lingkar pinggang. Simpulan: Berdasarkan hasil pengukuran lingkar pinggang pada 966 populasi didapatkan 220 orang mengalami obesitas dengan presentasi 22,8% yang terdiri dari 59 orang laki-laki dengan presentase 6,1% dan 161 orag perempuan dengan presentase 16,7%. Berdasarkan hasil penelitian juga didapatkan bahwa pola makan merupakan faktor risiko paling berpengaruh pada obesitas kemudian diikuti dengan faktor genetik, pola hidup, aktivitas fisik dan faktor lingkungan dan yang terakhir adalah faktor kesehatan dan psikis.Kata kunci: obesitas, remaja, faktor risiko.
Mercury is a liquid element at room temperature. Some main effects of mercury are dysfunctional of brain, kidneys and lungs, tremor, anxiety or nervous, insomnia, fetal growth restriction, and liver damage in pregnancy. Dental plaque is a soft material that attach on tooth’s surface, dental filling, or calculus. Antibiotic is a chemical substance that has the ability to inhibit the growth and kill microorganisms. Chloramphenicol is a broad-spectrum antibiotic that useful for treatment of a number of bacterial infections and anaerobic bacteria. The research using descriptive method. Subject of the research was mercury resistence Escherichia coliwhich isolated from dental plaque with dental filling and grew at broth Luria Bertani (LB) and solid LB. The result of observation on bacteria after incubated at 370C for 24 hours showed that at HgCl2, with available dilution, found bacteria at dental plaque with higher amounts of growth at 10ρρm concentration, intermediate amount of growth at 20ρρm concentration, and less amount of growth at 40ρρm concentration. As the result of observation on Escherichia coli after 24 hours of incubation, researcher found that the inhibition zone diameter of Eschericia coli for 30μg chloramphenicol was 20mm (>12mm) during first, second, and third treatment and included in sensitive category. Conclusion: As the result of this research, the inhibition zone diameter of Eschericia coli for 30μg chloramphenicol was 20mm (>12mm) during first, second, and third treatments and included in sensitive category.Keywords: mercury, dental plaque, chloramphenicol, Eschericia coli.Abstrak: Merkuri adalah suatu unsur berbentuk cair keparatan dalam suhu kamar. Resiko utama merkuri adalah tidak berfungsinya otak, ginjal, tremor, rasa gelisah atau gugup, insomnia, gangguan fungsi paru-paru, memperlambat pertumbuhan janin, kerusakan liver pada kehamilan. Plak gigi adalah deposit lunak yang melekat pada permukaan gigi, tumpatan, maupun kalkulus. Antibiotik adalah zat kimia yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme. Kloramfenikol adalah antibiotik spektrum luas yang efektif terhadap beberapa jenis bakteri dan bakteri anaerob. Penelitian adalah metode deskriptif eksploratif. Sampel yang diambil dalam penelitian adalah bakteri Escherichia coli resistensi merkuri yang diisolasi dari plak gigi dengan tumpatan amalgam dan tumbuh pada media Luria Bertani (LB) broth dan media LB padat.Pengamatan setelah bakteri diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam didapatkan hasil bahwa pada HgCl2 dengan pengeceran yang ada, di dapatkan bakteri isolat yang diidentifikasi dari plak gigi dengan hasil pertumbuhan yang banyak terdapat pada konsentrasi 10ρρm, pertumbuhan sedang terdapat pada konsentrasi 20ρρm, dan pertumbuhan sedikit terdapat pada konsentrasi 40ρρm. Pengamatan setelah bakteri Escherichia coli diinkubasi selama 24 jam didapatkan bahwa diameter zona hambat Escherichia coli terhadap antibiotik kloramfenikol 30μg pada pengulangan pemberian I, II, dan III sebesar 20mm (>12mm) dan termasuk dalam kategori sensitif. Simpulan: Hasil uji yang tekah dilakukan didapatkan bahwa diameter zona hambat Escherichia coli terhadap antibiotik kloramfenikol 30μg pada pemberian I,II,dan III sebesar 20mm (>12mm) termasuk dalam kategori sensitif.Kata kunci: merkuri, plak gigi, kloramfenikol, bakteri Echerichia coli
Mother in law’s tongue plant has some active compounds inter alia saponin, polyphenol, and flavonoid that have antibacterial effects. This study aimed to identify whether the antibacterial effects of mother in law’s tongue leaf (Sansevieria Trifasciata) towards the growth of Escherichia coli and Streptococcus sp. This was an experimental laboratory study. The concentrations of mother in law’s tongue leaf extract were tested with well methods, as follows: 5%, 10%, 20%, and 40%. The results showed that this extract at concentration of 5%, 10%, 20%, and 40% could inhibit the growth of E. coli with the average diameters of inhibition zones as follows: 7.8 mm, 13 mm, 14.5 mm, and 17.3 mm meanwhile of Streptococcus sp. with the average diameters of inhibition zones, as follows: 4.6 mm, 9.6 mm, 13 mm, and 15.3 mm. Conclusion: Ethanol extract of mother in law’s tongue leaves (Sansevieria Trifasciata) has antibacterial activities against the growth of E. coli and Streptococcus sp. The higher the concentration is, the broader the inhibition zone is.Keywords: Sansevieriae trifasciata folium, inhibition zone, E. coli, Streptococcus sp. Abstrak: Tanaman Lidah Mertua (Sansevieria Trifasciata) memiliki senyawa aktif yaitu Saponin, Polifenol, dan Flavonoid yang mampu bekerja sebagai antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya daya hambat ekstrak daun lidah mertua (Sansevieria trifasciata) terhadap pertumbuhan bakteri E. coli, dan Streptococcus sp. Jenis penelitian ini eksperimental laboratorik. Kadar ekstrak etanol daun lidah mertua (Sansevieria trifasciata) yang diujikan dengan metode sumuran yaitu 5%, 10%, 20%, dan 40%. Ekstrak etanol daun lidah mertua (Sansevieria trifasciata) dengan konsentrasi 5%, 10%, 20%, dan 40% dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dengan rerata diameter zona hambat masing-masing yaitu 7,8 mm, 13 mm, 14,5 mm, dan 17,3 mm sedangkan Streptococcus sp. dengan masing-masing rerata diameter zona hambat yaitu 4,6 mm, 9,6 mm, 13 mm, dan 15,3 mm. Simpulan: Ekstrak etanol daun lidah mertua (Sansevieria trifasciata) mempunyai aktifitas antimikroba terhadap pertumbuhan bakteri E. coli dan Streptococcus sp, dimana makin tinggi konsentrasi ekstrak daun lidah mertua, makin luas zona jernih pada media kultur bakteri E. coli dan Streptococcus sp. Kata kunci: Sansevieriae trifasciata folium, daya hambat, E. coli, Streptococcus sp.
Turmeric (Curcuma longa) is a plant that is known to have medicinal properties, especially the rhizome. The active compound that contained in the rhizomes are able to work as an antibacterial. This study aimed to measure the inhibitory of turmeric rhizome (Curcuma longa) extract against the growth of Staphylococcus aureus and Pseudomonas sp. This was an experimental laboratory study. The polar extract of turmeric rhizome (Curcuma longa) was tested by well method with concentration of 40%, 20%, 10%, and 5%. The result showed that the polar extract of turmeric rhizome (Curcuma longa) with a concentration of 40%, 20%, 10%, 5% can inhibit the growth of Staphylococcus aureus with the average of each is 15,0 mm, 14,5 mm, 13,5 mm and 11,0 mm while Pseudomonas sp with a mean diameter of each is 13,1 mm, 11,1 mm, 9,3 mm and 8,8 mm. Conclusion: The polar extract of turmeric rhizome (Curcuma longa) has an inhibitory effect against the growth of Staphylococcus aureus and Pseudomonas sp.Keywords: curcuma longa, inhibition, staphylococcus aureus, pseudomonas spAbstrak: Kunyit (Curcuma longa) merupakan salah satu tanaman yang dikenal berkhasiat sebagai obat terutama bagian rimpangnya. Senyawa aktif yang terkandung dalam rimpang mampu bekerja sebagai antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur daya hambat ekstrak rimpang kunyit (Curcuma longa) terhadap pertumbuhan bakteri Staphyococcus aureus dan Pseudomonas sp. Jenis peneitian yang digunakan adalah eksperimental laboratorik. Kadar ekstrak polar rimpang kunyit (Curcuma longa) yang diujikan dengan metode sumuran yaitu 40%, 20%, 10% dan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak polar rimpang kunyit (Curcuma longa) dengan konsentrasi 40%, 20%, 10%, 5% dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan rerata masing-masing 15,0 mm, 14,5 mm, 13,5 mm, dan 11,0 mm sedangkan Pseudomonas sp dengan masing-masing rerata yaitu 13,1 mm, 11,1 mm, 9,3 mm, dan 8,8 mm. Simpulan: Ekstrak polar rimpang kunyit (Curcuma longa) mempunyai daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas sp.Kata kunci: curcuma longa, daya hambat, staphylococcus aureus, pseudomonas sp
Dayak onions are herbal plants used by Indonesians as an anti-inflammatory, anticancer, antimicrobial, antidiabetic, antihypertensive and antiviral. By consuming herbal plants, it can increase immunity which is the main key in preventing the virus, especially COVID-19. This study was aimed to determine the effect of dayak active compound anchoring on the growth of the corona virus. This study used molecular docking method. The results of visualization of molecular docking when compared to the binding affinity of remdesivir obtained a binding affinity of -7.3, while the binding affinity of isoeleutherin and isoeleutherol was -6.9, so the result was lower than remdesivir. isoeleutherin and isoeleutherol compounds have a lower binding affinity value than remdesivir, so isoeleutherin and isoeleutherol compounds have lower yields as inhibitors of COVID-19.Keywords: dayak onions, SARS-CoV-2, molecular docking Abstrak: Bawang Dayak merupakan tanaman herbal yang digunakan masyarakat Indonesia sebagai antiinflamasi, antikanker, antimikroba, antidiabetes, antihipertensi dan antivirus. Dengan mengkonsumsi tanaman herbal dapat meningkatkan kekebalan tubuh yang menjadi kunci utama dalam mencegah virus terlebih COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambatan senyawa aktif bawang dayak terhadap pertumbuhan dari corona virus. Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian penambatan molekul (molecular docking). Hasil visualisasi molecular docking jika dibandingkan binding affinity dari remdesivir didapatkan binding affinity yaitu -7,3 sedangkan binding affinity dari isoeleutherin dan isoeleutherol adalah -6,9, maka diperoleh hasil yang lebih rendah dari remdesivir. senyawa isoeleutherine dan isoeleutherol memiliki nilai binding affinity yang lebih rendah dari remdesivir, maka senyawa isoeleutherin dan isoeleutherol memiliki hasil yang lebih rendah sebagai penghambat COVID-19.Kata Kunci: bawang dayak, SARS-CoV-2, molecular docking
Mercury is one of the most toxic heavy metals. Although it can be harmful for human health, the use of mercury in daily life virtually covers all aspects of human life, including its use as the material for dental amalgam fillings. The mercury in amalgam may enter the body, be absorbed by the digestive tract, and then be excreted through the urine. There are bacteria known to be resistant to mercury. This stduy was aimed to obtain and identify the mercury-resistant bacteria in the urine of patients with amalgam fillings. This was a descriptive-explorative study using urine samples of 2 patients who had used amalgam fillings for at least 6 months at Puskesmas (primary health care) Paniki Bawah. The samples underwent morphology, physiology, and biochemistry tests at the Microbiology Laboratory of Pharmacy FMIPA Sam Ratulangi University. The results showd that there were 3 genus of mercury resistant bacteria that survived in 10 ppm, 20 ppm, and 40 ppm concentrations of mercury, as follows: Bacillus, Klebsiella, and Staphylococcus. Conclusion: There are 3 genus of mercury resistant bacteria in the urine of patients with amalgam dental fillings.Keywords: mercury, amalgam, urine, bacteria, resistant Abstrak: Merkuri merupakan salah satu jenis logam berat berbahaya. Walaupun diketahui memiliki dampak buruk bagi kesehatan manusia, namun pemanfaatan merkuri dalam kehidupan sehari-hari hampir meliputi semua aspek kehidupan manusia, termasuk dalam penggunaannya sebagai bahan tumpatan gigi amalgam. Merkuri dalam amalgam akan masuk ke dalam tubuh, diabsorbsi melalui saluran pencernaan, dan dieskresikan melalui urin. Diketahui bahwa terdapat bakteri yang resisten terhadap merkuri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi bakteri resisten merkuri yang terdapat pada urin pasien dengan tumpatan amalgam. Jenis penelitian ialah deskriptif eksploratif dengan mengambil sampel urin pada 2 pasien yang menggunakan tumpatan amalgam minimal 6 bulan di Puskesmas Paniki Bawah. Sampel diuji secara morfologi, fisiologi, dan biokimia di Laboratorium Mikrobiologi Farmasi FMIPA Universitas Sam Ratulangi. Hasil penelitian mendapatkan dari berbagai uji yang dilakukan ditemukan 3 genus bakteri resisten merkuri yang bertahan pada konsentrasi merkuri 10 ppm, 20 ppm, dan 40 ppm, yaitu Bacillus, Klebsiella, dan Staphylococcus. Simpulan: Terdapat 3 genus bakteri resisten merkuri pada urin pasien dengan tumpatan amalgam di Puskesmas Paniki Bawah. Kata kunci: merkuri, amalgam, urin, bakteri, resisten
Mercury, a heavy metal, can be toxic to human body if it is exposed in high concentration. This metal has been used as dental amalgam fillings in dentistry since 150 years ago to reconstruct decayed teeth. Due to continuous exposure of mercury, bacteria inside human body have evolved mechanism of resistance toward higher form of mercury, due to the mer operon that has been charactherized in the plasmid. This study was aimed to find out whether there were mercury-resistant bacteria isolated from the urine of patients with dental amalgam fillings at Puskesmas (Primary health care) Tikala Baru, and identify the mercury-resistant bacteria. This was a descriptive exploratory study. Samples were mercury-resistant bacterial strains in the urine of patients with dental amalgam fillings who visited Puskesmas Tikala Baru. The results of mercury-resistant test showed that there were mercury-resistant bacteria in every concentrations. The morphological, physiological, and biochemical tests obtained 7 mercury-resistant bacterial genus, as follows: Streptococcus, Staphylococcus, Hafnia, Klebsiella, Enterobacter, Escherichia, and Bacillus. Conclusion: There were 7 genus of mercury-resistant bacteria which identified from urine of patient with dental amalgam fillings. Keywords: amalgam, mercury resistant bacteria. Abstrak: Merkuri merupakan suatu logam berat yang dapat bersifat toksik bila terpapar dengan tubuh manusia dalam konsentrasi tinggi. Penggunaan merkuri dalam amalgam telah digunakan dalam bidang kedokteran gigi selama hampir 150 tahun untuk merekonstruksi gigi berlubang. Akibat adanya paparan merkuri secara terus menerus, bakteri dalam tubuh manusia telah mengevolusi mekanisme resisten terhadap bentuk merkuri yang lebih tinggi di lingkungan, disebabkan oleh mer operon yang terkandung dalam plasmid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat bakteri resisten merkuri yang diisolasi dari urin pasien dengan tambalan merkuri di Puskesmas Tikala Baru, serta mengidentifikasi jenis dari bakteri resisten merkuri tersebut. Jenis penelitian ialah deskriptif eksploratif. Sampel yang digunakan ialah koloni bakteri yang resisten terhadap merkuri, yang terdapat dalam urin pasien dengan amalgam yang berkunjung ke Puskesmas Tikala Baru. Dari hasil uji resistensi merkuri, terdapat bakteri resisten merkuri pada setiap konsentrasi. Setelah dilakukan uji morfologi, fisiologi, dan biokimia didapatkan 7 genus bakteri yang resisten terhadap merkuri, yaitu Streptococcus, Staphylococcus, Hafnia, Klebsiella, Enterobacter, Escherichia, dan Bacillus. Simpulan: Terdapat 7 genus bakteri resisten merkuri yang teridentifikasi dalam urin pasien dengan tumpatan amalgam di Puskesmas Tikala Baru. Kata kunci: amalgam, bakteri resisten merkuri
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.