Teknologi pengolahan abon dan bubuk cabai (Abuca) tergolong cukup mudah sehingga dapat diterapkan oleh para istri petani yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) “Maju” di Desa Waringinsari Timur, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu. Pemberdayaan KWT dalam usaha produksi Abuca menjadi salah satu solusi bagi permasalahan harga jual cabai yang sangat rendah pada saat panen raya. Rangkaian kegiatan PKM ini terdiri dari: (1) sosialisasi dan koordinasi, (2) penyuluhan pascapanen dan peluang usaha pengolahan cabai, (3) penentuan merk dan desain label kemasan (4) praktik produksi Abuca dan pemasaran produk, serta (5) evaluasi kegiatan. Transfer pengetahuan dan alih teknologi kepada mitra dilakukan dengan metode pelatihan dan praktik. Setelah dibina selama 4 bulan (Juli—Oktober 2019), para anggota KWT Maju kini telah memiliki pengetahuan dan keterempilan untuk memproduksi Abuca dan telah memiliki produk dengan merk “Hot Asoy”. Terdapat 3 varian abon cabai yang diproduksi yaitu rasa teri, rebon, dan original (rasa bawang). Abon cabai dikemas per 50 gram dalam botol dan standing pouch plastik dengan harga jual Rp.18.000,- dan Rp.15.000,-. Sedangkan bubuk cabai dikemas per 100 gram dalam standing pouch plastik dengan harga jual Rp.10.000,-.
Rasa kopi dan aroma yang khas dipengaruhi oleh pengolahan kopi. Rasa dan aroma yang khas dari kopi merupakan parameter penting yang digunakan untuk mengklasifikasi dan membedakan jenis serta kualitas beragam kopi. Perkembangan teknologi yang semakin canggih ditandai dengan adanya teknologi yang menyerupai kerja hidung manusia yaitu Electronic nose (E-nose). E-nose terintegrasi dengan mikrokontroler untuk mempermudah akuisisi data tegangan setiap sensor. Jenis ruang dan penempatan sensor E-nose menentukan tingkat kestabilan pengukuran aroma kopi. Untuk mendapatkan pola respon tegangan sensor yang stabil perlu dilakukan modifikasi Chamber. Modifikasi yang dilakukan juga pada posisi peletakan sensor sehingga keluaran tegangan menjadi lebih stabil. Chamber Dalam (Chamber A) dengan letak ruang sensor dan ruang sampel yang menjadi satu. Chamber Luar (Chamber B) dengan letak ruang sensor dan ruang sampel yang terpisah. Posisi peletakan sensor pada bagian atas, samping, bawah akan menentukan posisi stabil. Penambahan pompa mini diafragma dapat menghasilkan keluaran pola tegangan yang stabil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada penggunaan E-nose pada sampel Biji kopi Natural Robusta lebih stabil menggunakan Chamber A. Posisi peletakan sensor yang terbaik pada sampel ini adalah peletakan samping. Keadaan stabil Chamber A yang ditandai dengan pola grafik yang dihasilkan mendatar yang akan stabil pada menit ke 5. Keadaan stabil pada peletakan sisi samping ditunjukkan melalui nilai koefisien x pada persamaan model matematika yang paling mendekati angka 0.
Electronic Nose merupakan sebuah alat yang dapat menirukan cara kerja hidung manusia. Kopi memiliki beberapa jenis antara lain kopi robusta, kopi arabika dan kopi luwak. Setiap jenis kopi memiliki aroma khas tersendiri sehingga dibutuhkan suatu alat untuk dapat membedakannya secara cepat dan tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis – jenis kopi berdasarkan perbedaan aroma yang terdapat didalamnya. Penelitian ini menggunakan biji kopi natural robusta Lampung (kopi 1), robusta natural (kopi 2), robusta semiwash (kopi 3), natural arabika (kopi 4), arabika fullwash (kopi 5). Penelitian menggunakan metode JST backpropagation dengan arsitektur jaringan 1 input, 2 hidden layer, dan 1 Output. Fungsi aktivasi terbaik pada pelatihan model JST adalah logsig-logsig-tansig dengan nilai RMSE sebesar 0,003602368 dan R2 sebesar 0,991. Hasil klasifikasi jenis kopi menggunakan sensor E-Nose dengan metode JST Backpropagation menunjukkan persentase keberhasilan identifikasi 5 jenis kopi, yaitu: kopi natural robusta lampung yaitu 100%, kopi natural robusta 100%, kopi robusta semiwash 72%, kopi arabika natural 100%, dan kopi arabika fullwash 100%.
Integrated field laboratory (Lab. LT.) is one of laboratory in Agricultural Faculty
ABSTRAKLaboratorium lapang terpadu (Lab. LT.) merupakan salah satu laboratorium yang terdapat di Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Memiliki luas 67.000 m², yang terbagi menjadi 5 bagian utama yaitu lahan usaha, lahan penelitian dan praktikum, lahan ternak, kolam ikan, dan lahan tidak terpakai. Tujuan dari penelitian ini yaitu merumuskan formulasi matematika model linear programming dan menghitung nilai keuntungan optimal bagi pengelolaan Lab. LT. Penelitian menggunakan model linear programming berdasarkan metode simpleks dengan bantuan software QM For Windows. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai keuntungan data asumsi lebih besar dari data asli berdasarkan kondisi Lab. LT. Keuntungan yang diperoleh setiap 6 bulannya jika nilai Zmax (x 2 ) sama dengan nol Rp.39.703.330, dengan ketentuan luas lahan usaha ditambah 1% dari luas sebelumnya dan untuk kolam ikan ditambah 2,22% dari luas sebelumnya. Berdasarkan nilai asumsi keuntungan yang akan diperoleh setiap 6 bulannya yaitu Rp.51.333.330, dengan ketentuan luas lahan penelitian dan praktikum ditambah 1,25% dari luas lahan sebelumnya dan untuk kolam ikan ditambah 2,22% dari luas kolam yang digunakan sebelumnya. Selisih keuntungan yang diperoleh dari data asli dan data asumsi sebesar Rp.11.630.000 setiap 6 bulan.Kata kunci: Optimalisasi, riset operasional, linear programming, metode simpleks, QM for windows.
Air pada Jagung (Zea mays L), Sorgum (Sorghum bicolor L) dan Hanjeli (Coix lacyma-jobi L.) Selama Perendaman PEMODELAN KARAKTERISTIK PENYERAPAN AIR PADA JAGUNG (Zea mays L.), SORGUM (Sorghum bicolor L.), DAN HANJELI (Coix lacyma-jobi L.) SELAMA PERENDAMAN MODELLING THE WATER ABSORPTION CHARACTERISTICS OF CORN (Zea mays L.), SORGHUM (Sorghum bicolor L.), AND HANJELI (Coix lacyma-jobi L.
ABSTRAKSalah satu cara memperlambat proses pematangan jambu biji (Psidium guajava L.) adalah dilakukan pengoksidasian etilen dengan menggunakan kalium permanganat (KMnO4) dan arang kayu sawo sebagai bahan pembawanya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui massa campuran arang dan KMnO4 terbaik selama penyimpanan pada suhu ruang (26° -30°C) dan suhu rendah (10° -12°C), mengamati perubahan fisik dan kimia buah jambu biji 'crystal', dan mengetahui umur simpan buah jambu biji 'crystal'. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap 5 perlakuan pada suhu ruang dan suhu rendah yaitu campuran 2g arang dan KMnO4, 4g arang dan KMnO4, 6g arang dan KMnO4, 8g arang dan KMnO4, 10g arang dan KMnO4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan KMnO4 sebagai pengoksidasi etilen mampu memperlambat penurunan kekerasan, dan peningkatan kandungan padatan terlarut. Perlakuan terbaik penyimpanan suhu ruang adalah Ta1 (2g arang+ KMnO4) dan Tc1 (2g arang+ KMnO4) pada suhu rendah. Hasil analisis statistik pada α = 5 % pada penyimpanan suhu ruang menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter kandungan padatan terlarut, sedangkan pada suhu rendah perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter kekerasan dan kandungan padatan terlarut.Kata kunci :arang kayu, etilen, jambu biji 'crystal', larutan KMnO4. KMnO4, 4g charcoal and KMnO4, 6g charcoal and KMnO4, 8g charcoal and KMnO4, 10g charcoal and KMnO4. The
ABSTRACT
One of the ways to slow down the maturation process of GUAVA FRUIT (Psidium guajava L.) is by oxidizing ethylene using permanganate potassium (KMnO4) and sapodilla wood charcoal as the material of carrier. The aims of this research are to find the best mixture of charcoal mass and KMnO4 during the storage at room (26° -30°C) and low temperature (10° -12°C), to observe the physical and chemical changes of crystal guava fruit and to find out the shelf life of crystal guava fruit during the storage. This research used random complete design with 5 treatment in each temperature, namely 2g charcoal and
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.