Keselamatan transportasi adalah hal yang mutlak harus dipenuhi. Keselamatan ini meliputimoda transportasi darat, kereta api, udara dan laut. Keselamatan transportasi laut untuk selanjutnyadisebut keselamatan pelayaran diatur dalam International Safety Management Code (ISM) Code babIX. ISM Code menyatakan bahwa keselamatan pelayaran setidaknya harus memenuhi 2 kriteria yaitulayak laut dan layak layar. Penelitian ini dilakukan di Kesyahbandaran Utama Tanjung Priok. Datayang dikumpulkan adalah data kecelakaan kapal dari tahun 2014 hingga 2016. Metode analisis yangdipakai adalah analisa deskriptif yaitu data yang dikumpulkan ditabulasikan untuk menentukanfaktor dominan penyebab kecelakaan kapal. Hasil dari metode ini menyimpulkan bahwa kecelakaankapal disebabkan oleh 3 faktor yaitu faktor alam, faktor manusia dan faktor lainnya. Dalam kurunwaktu tersebut kecelakaan kapal yang disebabkan oleh faktor alam sebanyak 7 kecelakaan, faktormanusia 5 kecelakaan dan faktor lainnya 6 kecelakaan.Kata kunci: analisa deskriptif, ISM Code, keselamatan pelayaran.
Lobster memiliki nilai ekonomis dan permintaan tinggi, baik untuk konsumsi maupun benihlobster (puerulus/ BL) untuk budidaya. Pemerintah membatasi ukuran penangkapan lobster Panulirusspp. dengan mengeluarkan PERMENKP No.1/2015 jo PERMENKP No.56/2016. Praktik penangkapandan penyelundupan benih lobster di Palabuhanratu masih terjadi. Tujuan penelitian ini:1)Menganalisis isi kebijakan PERMENKP No.1/2015, dan PERMENKP No.56/2016; 2)Mengukurtingkat pemahaman dan persepsi nelayan terhadap keberlanjutan sumberdaya lobster, dan sikapnelayan terhadap kebijakan. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juli-Agustus 2017 di PalabuhanratuKabupaten Sukabumi. Data sekunder (dokumen kebijakan terkait perikanan lobster) dianalisis dengancontent analysis, dan data primer (observasi, kuesioner dan wawancara) dianalisis dengan sequentialexplanatory design mengacu pada Creswell (2009). Analisis kebijakan menunjukkan ketentuanukuran layak tangkap dalam kebijakan PERMENKP No.1/2015 jo PERMENKP No.56/2016 tidakmelihat kondisi biologis dari masing-masing spesies. Kendala terkait implementasi kebijakan diwilayah Perairan Teluk Palabuhanratu yaitu kurangnya sosialisasi, dan sumberdaya kebijakan.Tingkat pengetahuan nelayan terhadap kebijakan sudah cukup, namun nelayan merasa bahwapenangkapan BL tidak mengganggu keberlanjutan lobster, sehingga nelayan menolak kebijakantersebut.Sebaiknya kebijakan pemerintah mempertimbangkan kondisi di lapangan dengan informasiyang mendukung untuk keberlanjutan sumberdaya ikan, agar tepat sasaran dan memberi manfaatsosial ekonomi masa kini dan masa depan.Kata kunci: benih lobster, kebijakan, persepsi nelayan.
Ergonomi kapal sangat mempengaruhi kenyamanan kerja anak buah kapal (ABK). Aspek ergonomi kapal khususnya kapal penangkap ikan masih sedikit yang meneliti, sehingga belum ada aturan baku mengenai kaidah-kaidah ergonomi. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengayaan IPTEKS pada bidang keselamatan kerja di atas kapal penangkapan ikan, menganalisa aspek ergonomi pada aktivitas penangkapan ikan di kapal payang. Hal ini dapat menjadi masukan bagi pemangku kepentingan seperti pemilik kapal, kapten kapal dan ABK, serta pemerintah yang terkait. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung pada abyek penelitian dan di analisa menggunakan tabel Job Safety Analysis (JSA). Aktivitas di atas kapal payang dibagi menjadi beberapa kegiatan yaitu persiapan keluar dermaga, operasional penangkapan ikan meliputi setting dan hauling, pasca operasi penangkapan ikan dan istirahat. Analisis ergonomi kapal payang difokuskan kepada posisi tata letak barang dan nelayan di atas kapal. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan ABK kapal payang tentang kenyamanan kerja di atas kapal sudah merasa nyaman. Hal ini dikarenakan sudah terbiasa dan tidak mempunyai pilihan lain.Kata kunci : ergonomis, JSA, kapal payang.
Competence crew of fishing vessels is one of the main factors supporting the success of fishing operations. Mastery of crew competence evidenced by a certificate of competence gained through education and training as well as certification testing crew of the fishing vessel by the competent authority. Crew competency standards fishing vessels must conform to the size of the vessel (ship's length and gross tonnage) and area fishing operations. This study aims to assess the gap that occurs between the crew competency certificates fishing vessels with provisions of existing law in Indonesia as well as a contributing factor. Research has been done on the ship measuring more than 30 GT in Pelabuhanratu Nusantara Fishery Port and Fishing Port Ocean Nijam Zachman Muara Baru Jakarta. Primary data obtained from the evidence documents crew (BST, seaman books, Ankapin, Atkapin, SKK) who were on board. Secondary data were obtained from the Sijil Crew, SPB, vessel size (length and GT), the area of fishing operations as well as legislation on the manning of fishing vessels that apply in Indonesia. Data processing was performed using descriptive analysis with qualitative approach. The results showed the majority of the crew of the fishing vessel Indonesia does not have a certificate of competence in accordance with applicable regulations. This is caused by the publication dispensation SPB and certification test execution time constraints. The authorities should make clear deadline for publishing the dispensation of SPB and multiply the time and place of the certification test that is easily accessible by the crew.Keyword: competence, crew, fishing vessels. fishing operation ABSTRAKKompetensi awak kapal penangkap ikan merupakan salah satu faktor utama penunjang keberhasilan operasi penangkapan ikan. Penguasaan kompetensi awak kapal dibuktikan dengan sertifikat kompetensi yang didapatkan melalui pendidikan dan latihan serta uji sertifikasi awak kapal penangkap ikan oleh badan berwenang. Standar kompetensi awak kapal penangkap ikan harus sesuai dengan ukuran kapal (panjang kapal dan gross tonage) dan wilayah operasi penangkapan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kesenjangan yang terjadi antara sertifikat kompetensi awak kapal penangkap ikan dengan ketentuan perundangan yang berlaku di Indonesia beserta faktor penyebabnya. Penelitian telah dilakukan pada kapal ukuran lebih dari 30 GT di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu dan Pelabuhan Perikanan Samudra Nizam Zachman Muara Baru Jakarta. Data primer diperoleh dari bukti dokumen awak kapal (BST, buku pelaut, Ankapin, Atkapin, SKK) yang berada diatas kapal. Data sekunder diperoleh dari Sijil Awak Kapal, SPB, ukuran kapal (panjang dan GT), wilayah operasi penangkapan serta peraturan perundangan tentang pengawakan kapal penangkap ikan yang berlaku di Indonesia. Pengolahan data dilakukan menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas awak kapal penangkap ikan Indonesia belum memiliki sertifikat kompetensi ...
Cibuni River estuary , Tegal Buleud , Sukabumi the waters of the south coast of Java Island which has great potential in the supply of glass eel but have not done the research as well as in the mouth of the River Cimandiri Pelabuhanratu .Catching eels seeds done at night when the tide thus the phase of the moon will affect the fishing operation , therefore, this study aims to determine the age of moon phases to catch glass eel. Data collected from daily data glass eels catches of fishermen collecting for 12 months in 2015 and then the data were analyzed using a completely randomized design (CRD) by classifying into 4 phases of the moon (medium bright , bright moon , medium dark and dark moon) . From the results of analysis show that catches the light in different phases of the real against the dark phase of the moon with everage catches glass eel in light phase 6.2 kg and dark phase 18.3 kg and catches of phases the moon the medium bright differ significantly on phases of the moon light of the while catches in the phase of medium bright with the dark moon no significant difference.Keyword: glass eel, moon phases, Sukabumi, Teugal Buleud ABSTRAK Muara Sungai Cibuni, Tegal Buleud, Sukabumi terletak di perairan pantai selatan Pulau Jawa yang memiliki potensi besar dalam penyediaan glass eel (benih sidat) akan tetapi belum dilakukan penelitian. Penangkapan glass eel dilakukan pada malam hari ketika air pasang sehingga fase bulan akan mempengaruhi operasi penangkapan glass eel , oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fase bulan menangkap glass eel. Data yang dikumpulkan dari data hasil tangkapan glass eel harian nelayan dikumpulkan selama 12 bulan pada tahun 2015 dan kemudian data dianalisis dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan mengelompokkan menjadi 4 fase bulan (semi terang, terang bulan, bulan gelap dan semi gelap). Dari hasil analisis menunjukkan bahwa hasil tangkapan pada fase bulan terang berbeda nyata terhadap fase bulan gelap dengan rata-rata hasil tangkapan glass eel di fase bulan terang 6.2 kg dan fase gelap 18.3 kg dan hasil tangkapan pada fase bulan semi terang tidak berbeda nyata dengan fase bulan terang, sedangkan fase semi terang berbeda nyata terhadap fase bulan gelap.Kata kunci: fase bulan, glass eel, Sukabumi, Tegal Buleud
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.