This study aims to (1) analyze the authority of actors to access (control) rights-based marine resources, (2) to analyze the power of actors to access marine resources based on structures and relational resources. This Research was conducted at seawater of Pelabuhan Ratu, Sukabumi, West Java. We use qualitative methods in the present study. The results showed that among local fishers, immigrant fishers (settle), outside fishers (not settle), and managers of the thermal power station (PLTU) have different interests in using marine resources. The Fishers groups have an interest in utilizing marine and fisheries resources (including fishing areas and fish), while PLTU managers have interests in the construction of power plants, barge transportation (coal transportation), development of dams, construction of barge ship ports that buy 3 million seas. The approved PLTU activities must access fisheries against marine resources, coupled with the indication of PLTU waste pollution that harms fishers. The results of the analysis of rights-based licensing for each actor have legislation that is built on official law. The relations of the power's actors to access marine resources based on the structures and relational was held through types of power, i.e., technology, capital, markets, knowledge, authority, social identity and social relationships.
ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis kekuasaan aktor untuk mengakses (menguasai) sumber daya laut berbasis hak, (2) menganalisis kekuasan aktor untuk mengakses sumber daya laut berbasis struktur dan relasional. Lokasi penelitian di Perairan Laut Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara nelayan lokal, nelayan pendatang (menetap), nelayan dari luar (tidak menetap), dan pengelola Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) memiliki kepentingan yang berbeda-beda dalam pemanfaatan sumber daya laut. Kelompok nelayan memiliki kepentingan untuk memanfaatkan sumber daya kelautan dan perikanan (termasuk wilayah penangkapan dan ikannya), sedangkan pengelola PLTU memiliki kepentingan untuk Pembangunan PLTU, transportasi kapal Tongkang (pengangkut Batubara), pembangunan Bendungan, Pembangunan Pelabuhan kapal Tongkang diatas 3 mil laut. Aktivitas PLTU dianggap telah membatasi akses nelayan terhadap sumber daya laut, ditambah dengan adanyaindikasi pencemaran limbah PLTU yang merugikan pihak nelayan. Hasil analisis mekanisme akses berbasis hak bahwa setiap aktor memiliki kekuasaan yang dibangun secara legal dengan hukum formal. Mekanisme kekuasaan aktor untuk mengakses sumber daya laut berbasis struktur dan relasional melalui jenis kekuasaan: teknologi, modal, pasar, pengetahuan, otoritas, identitas sosial dan relasi sosial.