ABSTRAKPenelitian dalam tulisan ini bertujuan, (1) menganalisis akses sumber daya berbasis hak kepemilikan sumber daya, dan (2) menganalisis mekanisme akses berbasis struktural dan relasional. Penelitian dilakukan di Waduk Djuanda, Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Penelitian menggunakan paradigma kritis dan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan akses sumber daya berbasis hak diperoleh melalui regulasi formal dan teridentifikasi perbedaan kepentingan diantara pihak otoritas. Perum Jasa Tirta II (PJT II) cenderung membatasi dan mengurangi jumlah keramba jaring apung (KJA), namun Dinas Peternakan dan Perikanan cenderung mempertahankan jumlah KJA. Hasil analisis mekanisme akses berbasis struktural dan relasional menunjukkan aktor pengguna menggunakan mekanisme akses sebagai strategi memperoleh, mempertahankan dan mengontrol akses sumber daya. Mekanisme akses berbasis struktural dan relasional meliputi konfigurasi teknologi, modal, pasar, pengetahuan, otoritas, identitas sosial dan relasi sosial. Implikasi kebijakan penelitian ini perlu dilakukannya redistribusi hak pemanfaatan bertujuan mengantisipasi ketimpangan dan ketidakadilan sosial serta kesempatan usaha. Kata Kunci: waduk, akses, strategi ABSTRACT
ABSTRAKTulisan ini menggambarkan bagaimana masyarakat lokal memiliki pengetahuan dalam pengelolaan sumber daya perikanan perairan sungai. Pengetahuan ini berwujud nilai kearifan lokal, falsafah hidup, religi dan norma-norma hukum lokal yang digunakan dalam pemanfaatan sumber daya. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2012 pada masyarakat Minang Nagari Sialang Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat yang menetap di daerah aliran sungai Batang Kapur. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi langsung, wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan melalui pendekatan studi kasus terkait dengan pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya perikanan perairan sungai secara lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lubuk larangan tidak hanya sebuah praktek pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya ikan tetapi didalamnya terdapat aturan, mekanisme distribusi hak dan organisasi adat. Sesuai dengan sifatnya yang dinamis, maka pengetahuan pengelolaan lubuk larangan pun mengalami perubahan. Nilai Islam dan politik pemerintahan menjadi pendorong terjadinya perubahan dalam pengelolaan Lubuk Larangan. Kata Kunci: pengetahuan lokal, pengelolaan sumber daya, Lubuk Larangan ABSTRACT This paper aimed to describe how the local community has knowledge in the resources
ABSTRAKPerikanan budidaya bandeng telah lama menjadi bagian dari usaha masyarakat pesisir. Permasalahan pengelolaan budidaya bandeng semakin hari menjadi semakin kompleks. Permasalahan yang timbul pun muncul dari berbagai aspek. Sedikitnya ada lima aspek yang terlibat: ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan. Olehnya itu, kajian singkat (rapid) terhadap pengelolaan perikanan budidaya bandeng dilakukan untuk melihat keterkaitan lima aspek tersebut. Gresik adalah salah satu sentra produksi ikan bandeng utama di Indonesia, menjadi cuplikan dalam mengkaji keberlanjutan pengelolaan ikan bandeng yang dianggap dapat mewakili pengelolaan bandeng secara umum. Dengan penggunakan analisis Rapid Appraisal of Fisheries (Rapfish) kajian generik pengelolaan bandeng dapat diuraikan tingkat keberlanjutan pengelolaan perikanan budidaya bandeng berdasarkan dimensi (aspek) dan atribut (variable) yang dikembangkan. Dihasilkan bahwa keberlanjutan pengelolaan perikanan budidaya bandeng berada pada kondisi cukup (cenderung buruk) sehingga perlu re-orientasi pengelolaan. Aspek yang perlu perhatian adalah melakukan penyeimbangan aspek ekologi dan ekonomi, dengan mengurangi tekanan pada ekologi pesisir dan memperbanyak tujuan pasar / orientasi pemasaran produk bandeng. PENDAHULUANPengembangan ikan bandeng sebagai salah satu pendorong peningkatan produksi perikanan perlu dicermati secara rasional. Potensi lahan yang cukup luas merupakan modal penting, namun masih terdapat kendala pada pertumbuhan penduduk, sehingga lahan konversi lahan tidak terhindarkan. Pengembangan luas lahan tambak budidaya bandeng di Indonesia banyak terbentur dengan konversi lahan. Konversi lahan tambak ke penggunaan lainnya, berdampak pada ekstensifnya pembukaan lahan mangrove untuk lahan pertambakan baru. Tabel 1 menunjukkan perkembangan luas lahan tambak di Indonesia dalam kurun waktu [2005][2006][2007][2008][2009][2010][2011][2012][2013][2014][2015]. Terlihat luas lahan tambak berfluktuasi, artinya terjadi pembukaan lahan baru dan konversi untuk penggunaan lainnya.
Produksi nener untuk kebutuhan budidaya bandeng di Indonesia secara kuantitas sudah terpenuhi,namun secara kualitas masih belum memenuhi syarat. Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasikeragaan usaha nener di Indonesia, menganalisis peluang ekspor nener dan merumuskan kebijakanpengembangan nener. Lokasi survey dilakukan di Gondol dengan menggunakan snowball sebagaimetode pengambilan data. Hasil analisis secara kualitatif dan kuantitatif menunjukkan bahwa nilaiekonomi usaha nener di lokasi Gondol, Bali setiap tahunnya sebesar Rp 171.360.000.000. Potensi nilaiekspor nener yang berasal dari lokasi Gondol, Bali sebesar Rp 37.800.000.000 per tahun selama tigabulan. Sementara nilai kehilangan produksi akibat produksi nener berlebih dan tidak terserap oleh pasarbaik domestik maupun ekspor selama 9 bulan sebesar Rp 10.800.000.000 per tahun. Oleh karenaitu, rekomendasi kebijakan yang bisa diberikan terkait dengan upaya pengembangan dan pengaturanusaha budidaya nener adalah dengan memberikan rekomendasi berupa program prioritas dan langkaheksekusi yang sebaiknya dilakukan oleh direktorat jenderal teknis terkait.Title: Potency of Export of Indonesian Milkfish Jouvenile:Opportunity and ChallengesThe Quantity of milkfish jouvenile (nener) production is fit for milkfish farming in Indonesia, butthe quality is not eligilbe yet for milkfish farming. This study aims to identify the business performanceof “nener”, to analyze the export opportunities of “nener”, and to formulate policy recommendations for“nener” business development. Gondol was selected as study location by using snowball approach fordata collections. The result of this study based on qualitative and quantitative analysis shows that theeconomic value of “nener” business at Gondol is Rp 171.36 billion per year, potency of export value ofis Rp 37.8 billion per year during three months. Meanwhile, the value of lost production due to excessproduction of milkfish and not absorbed by the domestic and export market for 9 months is about Rp10.8 billion per year. Therefore, the policy recommendations that can be presented in connection withthe development effort and setting the cultivation of milkfish is to provide recommendations in the form ofprogram priorities and execution steps that should be done by the relevant technical directorate generalin Ministry for Marine Affairs and Fisheries.
Penetapan kawasan industri budidaya ikan nila merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan industri yang berwawasan lingkungan serta memberikan kemudahan dan daya tarik untuk berinvestasi. Kabupaten Musi Rawas sebagai produsen ikan nila terbesar di Indonesia berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan sentra industri budidaya ikan nila. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kesenjangan kondisi eksisting dan kondisi ideal pada aspek kelayakan umum dan teknis Kabupaten Musi Rawas yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan sentra industri budidaya ikan nila. Diharapkan agar kawasan industri yang dikembangkan sesuai dengan tata ruang, meminimalisasi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif terhadap lingkungan hidup, berdaya guna dan berhasil guna, sehingga pada gilirannya mampu menarik peluang investasi bagi pengembangan industri di daerah. Aspek yang dianalisis meliputi aspek kelayakan umum dan kelayakan teknis. Aspek kelayakan umum meliputi: dimensi infrastruktur, masyarakat dan bisnis, sumberdaya, kelembagaan, teknologi, kebijakan, dan pemasaran. Aspek kelayakan teknis meliputi pembenihan, pembesaran di kolam air deras, pembesaran di kolam air tenang, dan pengolahan produk perikanan. Berdasarkan analisis kesenjangan, Kabupaten Musi Rawas termasuk dalam kategori SEDANG, yaitu secara umum dan teknis Kabupaten Musi Rawas memiliki beberapa kriteria sebagai sebuah kawasan sentra industri budidaya ikan nila namun masih diperlukan adanya pengembangan pada beberapa hal seperti: optimalisasi balai benih ikan, penerapan teknologi tepat guna dan peningkatan pemasaran produk hasil perikanan didukung kebijakan yang menfasilitasi kebutuhan akan meningkatkan kelayakan sebagai lokasi sentra industri budidaya ikan nila. Rekomendasi kebijakan yang perlu diambil oleh pemerintah pusat dan daerah untuk pengembangan kawasan sentra industri di Kabupaten Musi Rawas diantaranya melalui optimalisasi peranan balai benih ikan, transfer teknologi tepat guna, diversifikasi produk olahan, penguatan potensi pasar melalui promosi, penguatan kelembagaan produksi, pengolah dan pemasaran hasil perikanan, dan resolusi konflik pemanfaatan dan pengelolaan air irigasi untuk kebutuhan pertanian dan perikanan.Determination of area for Tilapia culture will be meaningful for business development, eco-friendly, sustainability, and attractiveness by the investor. Musi Rawas Regency as the largest tilapia producer in Indonesia is highly potential areas to be developed as a center of tilapia farming industry. The purpose of this study is to determine the general and technical feasibility condition of Musi Rawas Regency which will be developed as a center of tilapia farming industry. It is expected that industrial zones developed in accordance with the spatial plan, will minimize the negative impact to the environment, efficient and effective so that the ability to attract opportunities for industrial development in the region. Aspects analyzed for general eligibility were infrastructure, society and business, resources, institutions, technologies, policies, and market. The aspect of the techniques is the feasibility of hatchery, farmings in flowing water pond, stagnant water ponds, and fish product processing. Based on the gap analysis, Musi Rawas Regency is belonged to the moderate category, in which generally and technically Musi Rawas Regency already has several criteria as a center of tilapia industry but still a need for development on several items such as optimization of the hatchery, application of appropriate technology and enhancement of marketing for fishery products supported by the facilitating policy. Required policy recommendations to be implemented by the central and regional governments for the development of industrial centers in Musi Rawas Regency are optimization of fish seed center, transfer of appropriate technology, diversification of fish products, strengthening of the market potential through promotion, strengthening of production institutions, fish product processing and marketing, and resolution of utilization and management of irrigation water for agricultural and fishery needs.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.