Riset dengan tujuan untuk memperoleh isolat kandidat yang imunogenik bagi pembuatan vaksin untuk pengendalian penyakit streptococcosis pada ikan nila telah dilakukan. Karakterisasi dilakukan secara biokimia dan API 20 STREP terhadap 15 isolat bakteri Streptococcus spp. Uji Koch’s Postulate kemudian dilakukan untuk mengetahui peran bakteri pada infeksi streptococcosis pada ikan nila. Konfirmasi taksonomis hingga level spesies isolat bakteri S. agalactiae dilakukan dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan menggunakan primer spesifik. Uji patogenisitas dilakukan terhadap 6 isolat yang terdiri atas 5 isolat S. agalactiae (N3M, N4M, N14G, N17O, NK1) dan 1 isolat S. iniae (N2O). Hasil penapisan menunjukkan bahwa bakteri S. agalactiae (N4M) memiliki nilai LD50 terkecil, dan nilai terbesar dimiliki oleh bakteri S. iniae (N2O). Isolat bakteri N4M digunakan sebagai sumber antigen dalam pembuatan vaksin anti streptococcosis. Vaksin disiapkan dalam bentuk sel utuh dan diinaktivasi dengan formalin, pemanasan, dan sonikasi. Nilai titer antibodi dan sintasan tertinggi diperoleh pada kelompok ikan yang divaksin dengan formalin killed vaccine dibandingkan dengan teknik inaktivasi lainnya (heat killed vaccine dan sonicated vaccine).
Penelitian dengan tujuan untuk mengetahui efikasi berbagai sediaan (biakan cair, sel utuh, supernatan dengan dan tanpa penyaringan) vaksin Streptococcus agalactiae-N14G untuk pencegahan penyakit Streptococcosis pada ikan nila telah dilakukan pada skala laboratorium. Isolat bakteri Streptococcus agalactiae-N14G digunakan sebagai sumber antigen dalam pembuatan vaksin. Ikan nila dengan rata-rata ukuran 10-15 g/ekor dan diasumsikan bebas penyakit infeksi Streptococcus agalactiae (specific pathogen free, SPF) terhadap patogen target digunakan sebagai ikan uji. Pada hari ke-14 pasca vaksinasi, dilakukan uji tantang dengan bakteri homolog aktif pada dosis lethal (LD50), dan pengamatan dilakukan selama 21 hari. Hasil penelitian menunjukkan efikasi sediaan vaksin tertinggi diperoleh pada sediaan vaksin sel utuh (B) (76,0%), selanjutnya diikuti oleh sediaan vaksin biakan cair (A) (65,0%), sediaan vaksin supernatan tanpa penyaringan (C) (49,0%), dan sediaan vaksin dengan penyaringan (D) (36,0%); sedangkan pada kelompok kontrol positif dan negatif, masingmasing sebesar 25,0% dan 34,0%. Dua jenis sediaan vaksin masuk kategori efektif dengan nilai relative percentage survival (RPS) 8 50%, yaitu jenis vaksin sel utuh(68,00%) dan jenis sediaan vaksin biakan cair (53,37%).
Penelitian bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan vaksin hydrovac dan streptovac untuk pencegahan penyakit bakterial, motile aeromonad septicaemia (MAS) dan streptococcosis pada beberapa jenis ikan budidaya air tawar. Pengujian dilakukan pada skala laboratorium dan lapang. Jenis ikan uji yang digunakan adalah ikan lele, nila, dan gurami. Vaksinasi ikan dilakukan melalui teknik perendaman dengan dosis dan periode sesuai instruksi penggunaan yang tertera pada label produk kedua jenis vaksin tersebut. Efektivitas vaksin dievaluasi berdasarkan pendekatan nilai persen sintasan dan selanjutnya dihitung nilai relative percentage survival (RPS). Hasil penelitian diketahui bahwa nilai RPS vaksin hydrovac pada skala laboratorium pada ikan lele, nila, dan gurami masing-masing sebesar 85,45%; 65,78%; dan 52,28%. Nilai RPS yang dicapai oleh vaksin streptovac terhadap ikan nila sebesar 54,53%. Sementara, nilai RPS vaksin hydrovac pada skala lapang untuk jenis ikan lele, nila, dan gurami masing-masing 70,15%; 52,43%; dan 42,43%; sedangkan nilai RPS yang dicapai oleh vaksin streptovac adalah 40,41%.
Streptococcosis is a significant fish disease impacting tilapia culture in Indonesia, causing losses estimated up to IDR 15.0 billion annually. This study aims to assess the efficacy of bivalent and trivalent vaccines containing Streptococcus agalactiae bacteria on tilapia. The formula of the bivalent vaccine contains 75% of S01-196-16 and 25% of N14G isolates (v/v). Trivalent vaccine contains 30%, 35%, and 35% of N14G, NP1050, and SG01-16 isolates (v/v), respectively. A challenge test assessed the efficacy of the vaccines, and it was carried out at 30, 90, and 150 days post-vaccination by artificially infection at LD60. Selected bacteria isolate to be appointed in the challenge test are N14G (biotype 2) and S01-196-16 (biotype 1). Relative Percentage of Survival (RPS) was used as the main indicator of vaccine efficacy. The results revealed that the highest RPS of a bivalent vaccine against S. agalactiae (S01-196-16) was achieved at the first challenge (61.84%), and trivalent vaccine against S. agalactiae (N14G) and S. agalactiae (S01-196-16) was achieved at the first challenge (61.53% and 76.20%, respectively). Bivalent and trivalent S. agalactiae bacteria vaccines are promising “tools” to control streptococcosis on tilapia.
The aquaculture industry in Indonesia has been growing rapidly and plays an important role in rural development and export earning. Penaeid shrimp culture in Indonesia has become a leading export earning in fisheries sector. The main constraint encountered with shrimp culture has always been associated with disease outbreaks, especially, caused by viral agents. The Pacific white shrimp (Litopenaeus vannamei) was unofficially introduced to Indonesia in 1999, and officially approved by Indonesian government in 2001. By the end of 2007, the Pacific white shrimp has been cultured in more than 17 provinces. The Taura Syndrome (TS) disease was detected in Indonesia in 2002, and the disease is currently found in at least 10 provinces. The Infectious Myonecrosis (IMN) is an emerging disease for L. vannamei in Indonesia, first detected in May-June 2006, causing significant mortalities in grow-out ponds. The IMN is characterized by an acute onset of gross signs: focal to extensive whitish necrotic areas in the striated muscle, especially on the distal abdominal segments and tail fan. White necrotic areas become reddened similar to the color of cooked shrimp. The outbreak resulted in elevated mortalities was initially associated with a chronic course of persistent low level mortalities. Up to date, IMN was detected in East Java, Bali, and West Nusa Tenggara provinces. This paper is a brief review of the epidemiological study of IMN disease of Pacific white shrimp in Indonesia: the status of outbreaks, surveillance, and disease diagnosis, and control measures.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.