Coronavirus (CoV) adalah virus yang menginfeksi sistem pernapasan. Infeksi virus ini disebut COVID-19. COVID-19 di Indonesia dilaporkan pertama kali pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua kasus. Munculnya pandemi global COVID-19 menimbulkan stigma negatif bagi penderita maupun keluarganya. Stigma merupakan suatu istilah yang menggambarkan suatu keadaan atau kondisi terkait sudut pandang atas sesuatu yang dianggap bernilai negatif. Biasanya stigma ada pada beban penyakit. Stigma dalam konteks kesehatan adalah hubungan negatif antara seseorang atau sekelompok orang yang berbagi karakteristik tertentu dan penyakit tertentu. Banyak pasien memang sulit untuk mengungkap riwayatnya karena stigma terhadap pasien COVID-19 dan kondisi sosial masyarakat. Tak hanya berbohong, keluarga pasien justru marah ketika ditanyai mengenai riwayat kontak. Salah satu penyebab mereka berbohong adalah arus informasi mengenai virus corona yang sangat masif. Hal ini berkaitan erat dengan minimnya literasi mengenai kesehatan, di mana masyarakat tidak dibiasakan berhadapan dengan data yang seimbang. Untuk membantu pemerintah dan pihak kesehatan menganalisis para pasiennya, maka setidaknya ada 4 sebutan orang terkait COVID-19, yaitu: Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP) atau suspek, Orang Tanpa Gejala (OTG), dan positif COVID-19. Pemerintah telah melakukan upaya dalam menekan penyebaran COVID-19 melalui beberapa cara. Setelah resmi dideklarasikan sebagai pandemik global, WHO segera memberikan 30 pesan yang dikelompokkan menjadi 6 (enam) grup pesan terkait COVID-19. Kabar atau informasi yang baik, menjadi salah satu faktor pendukung kesembuhan. Kalau ada yang positif jangan di stigma, bila perlu membantu apabila ada ODP di wilayah kita, yang kiranya harus karantina mandiri, harus saling support demi kesembuhannya.
Menarche adalah haid yang pertama kali dialami oleh setiap remaja putri yang sudah memasuk masa pubertas. Setiap remaja putri memiliki usia menarche yang berbeda-beda, hal ini bisa dipengaruhi oleh faktor keturunan, faktor gizi, dan kesehatan umum lainnya. Kebaruan penelitian ini karena meneliti tentang hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan usia menarche pada remaja putri di MTs Negeri 3 Kabupaten Gorontalo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan usia menarche pada remaja putri di MTs Negeri 3 Kabupaten Gorontalo. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan observasional menggunakan desain Cross Sectional, pengumpulan data menggunakan lembar observasi, analisis data menggunakan uji non parametrik dengan analisis spearman rank. Hasil penelitian yaitu siswi yang memiliki usia menarche normal terdapat 70 responden (56,5%) dan yang memiliki usai menarche lambat terdapat 54 reponden (43,5%), dengan rata-rata indeks massa tubuh yaitu 19,65. Hubungan indeks massa tubuh dan usia menarche diperoleh dengan nilai koofisien korelasi sebesar -0,622 dengan nilai p-value 0,000 ≤ α = 0,05. Simpulan terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan usia menarche pada remaja putri di MTs Negeri 3 Kabupaten Gorontalo. Kata Kunci : IMT; Usia Menarche; Remaja Putri. Abstract Menarche is the first menstruation experienced by every teenage girl who has begun puberty. Every young woman has a different age of menarche; this can be influenced by heredity, nutritional factors, anf other general health. The novelty of this study is because it examines the relationship between Body Mass Index (BMI) and menarche age in young women in MTs Negeri 3, Gorontalo Regency. This study answered the question of whether there is a relationship between body mass index (BMI) and age of menarche in adolescent girls at MTs Negeri 3 Gorontalo Regency. This research is quantitative research with an observational approach using a cross sectional design, data collection using observation sheets, and data analysis using a non-parametric test with spearman rank analysis. The results of the study show that students who had normal menarche age were 70 respondents (56.5%), and those who had late menarche were 54 respondents (43.5%), followed by an average body mass index of 19.65. The relationship between body mass index and age of menarche was obtained with a correlation coefficient of -0.622 with a p-value of 0.000—0.05. The conclusion is that there is a relationship between body mass index and age of menarche in adolescent girls at MTs negeri 3 Gorontalo Regency. Keywords: BMI; Age of Menarche; Adolescent Girl.
ABSTRAK Menurut World Health Organization (WHO) 2006, secara global terdapat lebih dari satu milyar penduduk dewasa yang kelebihan berat badan (gemuk), 300 juta diantaranya kegemukan (obes). Sejak tahun 1980 dibeberapa wilayah di Amerika Utara, Inggris, Eropa Timur, Timur Tengah, Kepulauan Pasifik, Australia dan Cina, jumlah penduduk yang menderita kegemukan berlipat tiga kali. Sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam American Journal of Epidemiology, mengungkapkan, obesitas yang dialami seseorang pada saat remaja berkaitan erat dengan peningkatan risiko kematian di usia paruh baya.Penelitian tersebut melibatkan 227 ribu pria dan wanita Norwegia yang diukur tinggi dan berat badannya antara tahun 1963-1975 saat mereka berusia antara 14 -19 tahun, dengan mengikuti perkembangan mereka sampai tahun 2004, saat mereka rata-rata berusia 52 tahun, 9.650 orang diantaranya meninggal. Dari hasil penelitian diketahui bahwa mereka yang mengalami obesitas atau overweight (kelebihan berat badan) saat remaja diketahui 3-4 kali lebih beresiko mengalami penyakit jantung yang berujung pada kematian. Resiko kanker kolon serta penyakit pernapasan asma dan emfisema juga meningkat 2-3 kali (Anonymous, 2008).
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah usaha untuk sedapat mungkin menjamin keselamatan dan kesehatan pada pekerja sehingga pekerja dapat merasa aman dan nyaman bekerja ditempatnya. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi risiko keselamatan dan kesehatan kerja pada pengoperasian incinerator di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Desain penelitian ini merupakan desain deskriptif dengan pendekatan mixed method. Informan penelitian terdiri dari 1 informan kunci, 1 informan utama dan 1 informan pendukung. Pengumpulan data melalui observasi, wawancara terstruktur dan dokumentasi. Hasil penelitian bahwa pada setiap pekerjaan di area pengoperasian incinerator berpotensi bahaya mekanis, listrik, biologi, kimia, dan ergonomi. Hasil penilaian risiko didapatkan 1 risiko tinggi sehingga memerlukan tindakan lanjutan dan 60 risiko rendah sehingga risiko dapat diterima. Faktor penyebab risiko tertinggi didapatkan 31 akar penyebab permasalahan seperti pekerja tidak mengikuti SOP dan pekerja kurang pengetahuan. Rekomendasi pengendalian terhadap faktor penyebab risiko tertinggi dan didapatkan 10 rekomendasi pengendalian administratif. Simpulan bahwa terdapat 1 risiko tertinggi yaitu cedera ringan/berat akibat tidak menggunakan APD lengkap.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.