Investasi toko modern mempunyai peranan penting terhadap pertumbuhan perekonomian daerah Kota Semarang. Pertumbuhan tingkat investasi toko modern yang tidak terkontrol dan kurang memperhatikan keseimbangan sosial ekonomi dengan pasar tradisional dikhawatirkan menimbulkan persaingan tidak sehat pada perdagangan domestik di Kota Semarang. Penerbitan Peraturan Daerah Kota No.1 tahun 2014 tentang Penataan Toko Modern merupakan langkah antisipatif yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang untuk mengendalikan tingkat pertumbuhan toko modern. Permasalahan dalam paper ini adalah implementasi Perda No.1 tahun 2014 tentang Penataan Toko Modern dan implikasinya terhadap iklim persaingan usaha yang sehat antara toko modern dan pasar tradisional; serta solusi penataan iklim investasi toko modern yang ideal, demi menciptakan keseimbangan iklim persaingan yang sehat dengan pasar tradisional. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum empiris dengan mengkombinasikan regulasi dengan teori-teori interdisipliner. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder yang dikaji dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa : Inefektifitas penegakan perda dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: substansi hukum dan ketidaktegasan Dinas Perindustrian dan Perdagangan dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha minimarket dan budaya hukum pengusaha minimarket yang menganggap prosedur mengurus IUTM sangat rumit dan memerlukan jangka waktu lama. Solusi penataan iklim investasi adalah konsistensi penegakan peraturan investasi di daerah yang bersangkutan. Saran terhadap pembenahan kebijakan penataan toko modern dengan merevisi ketentuan pasal 8 Perda No.1 tahun 2014 , pembenahan pendataan toko modern antar instansi dan penerapan moratorium pendirian minimarket di Kota Semarang.
Produk pengetahuan tradisional yang bercirikan kondisi geografis merupakan aset yang bernilai ekonomis dan spiritual bagi masyarakat daerah tersebut. Potensi penyalah gunaan terhadap barang indikasi geografis memerlukan suatu perangkat hukum yang bersifat memberikan perlindungan. Indikasi Geografis (IG) merupakan salah satu instrument kekayan intelektual yang mempunyai ciri khas tersendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaturan Indikasi geografis di tingkat nasional dan internasional dan implikasi Indikasi geografis terhadap para stakeholder dan bentuk ideal pengaturan IG di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normative dan studi komparatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan IG yang diterapkan di Indonesia menganut system penggabungan dengan pengaturan merek. Implikasi pendaftaran IG membawa dampak komprehensif pada bidang ekonomi dan alat legitimasi terhadap pengetahuan tradisional. Berdasarkan perbandingan perlindungan Indikasi geografis di Ethiopia dan Jamaika, direkomendasikan untuk memisahkan pengaturan Indikasi geografis dengan merek (sui generis)
The achievement of a Trademark in order to become famous is not an easy job, the obstacle of building a Trademark into a well-known trademark is a factor that encourages the emergence of fraudulent competition that is detrimental to others. The Issuance of Law No. 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications is deemed unable to accommodate fraudulent competition. This study aims to examine the law politics of famous Trademark protection in terms of the development of Trademark law in Indonesia and to compare the protection of famous Trademarks in Indonesia with other countries to avoid fraudulent competition in the use Trademarks. This study is applied a normative juridical approach. The results of the study show that even though Indonesia has made amendment toward Trademark Law (UUM) 5 times, there is no specific definition of a well-known brand within Indonesia. Indonesia does not yet have arrangements regarding fraudulent competition in the brand, even though Indonesia has anti-competition laws, but fraudulent competition in Indonesia does not use it as a legal basis.Keywords: Trademark; Well-Known Trademark; Fraudulent Competition.
Technological developments lead to new challenges especially the protection of copyrights law. With the emergence of blockchain-integrated digital artworks called Non-Fungible Tokens. Copyright is one of the challenges that must be guaranteed by the implementation of art creators in the NFT market place in Indonesia. This research is applying a normative juridical method by reviewing Law number 28 of 2014 concerning Copyright and Law number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions. In solving problems that arise, the creator of the NFT can file a protest to the relevant market place to remove copyright infringement that is in the market place and resolve it legally according to the laws and regulations. However, enforcement of copyright infringement of NFT artworks is still limited to administrative sanctions.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.