AbstrakPuskesmas sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan dasar diharuskan menuntaskan kasus-kasus non spesialistik. Namun, data laporan BPJS Kesehatan pada tahun 2015 menunjukkaan adanya 11.487 rujukan kasus non spesialistik dari 58 Puskesmas di Kabupaten Sukabumi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingginya rujukan kasus non spesialistik pasien JKN pada puskesmas di Kabupaten Sukabumi tahun 2015. Penelitian menggunakan desain cross sectional, pada sampel 58 Puskesmas dengan satu orang dokter dari setiap Puskesmas dengan menggunakan whole sampling. Hasil analisis data didapatkan ada hubungan antara wilayah (nilai p=0,000); kecukupan obat (nilai p=0,040);kecukupan alat kesehatan (nilai p=0,024) dan jarak puskesmas (nilai p=0,003) dengan rujukan kasus non spesialistik. Perlu adanya pemenuhan obat-obatan, alat kesehatan sesuai standar Puskesmas dan monitoring dan evaluasi rujukan kasus non spesialistik dari Puskesmas dan BPJS Kesehatan. AbstractPublic Health Center is the frontline in the basic health services that include non-specialist cases to be solved in this primary health care level. However, a report from BPJS Kesehatan in 2015 showed that there were 11.487 referral of non-specialist cases in Primary Health Cares (PHCs) in Sukabumi. This study was to determine factors associated with high referral rate of National Health Insurance’s members with non-specialist cases by PHCs in Sukabumi in 2015. The study employed cross-sectional design in 58 PHCs along with a general practitioner in each centers using a whole sampling. The result showed that there were correlation between characteristics of the region (P=0,000); adequacy of drug (P=0,040); adequacy of medical devices (P=0,024); and distance from the PHCs to the referral health care facilities (P=0,003) with non-specialist cases referral rate. It is recommended for the PHCs to meet the needs of drugs, medical devices according to the standard, monitor and evaluate the non-specialist referral cases, both from health centers and the Social Security Agency for Health of Sukabumi.
Abstrak Ketidakmerataan ketersediaan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan kondisi geografis yang sangat bervariasi, menimbulkan potensi melebarnya ketidakadilan pemanfaatan kesehatan pada masyarakat di beberapa wilayah di Indonesia. Tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan (khususnya dokter spesialis) dalam mendukung pelaksanaan JKN. Berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa ketersediaan faktor suplai (FKTL, TT, dan tenaga dokter spesialis) dalam mendukung kebijakan JKN secara umum jumlahnya masih belum mencukupi serta distribusinya belum merata di setiap wilayah kab/kota. Rasio FKTP dan FKTL per penduduk cenderung lebih tinggi di wilayah luar Jawa/Bali. Rasio dokter spesialis per penduduk lebih tinggi di wilayah Jawa/Bali, sedangkan rasio TT di RS cenderung hampir sama range-nya di semua wilayah. Distribusi penyebarannya cenderung tidak merata hampir di semua wilayah. Rekomendasi bagi Pemerintah Daerah diharapkan mempunyai komitmen untuk memenuhi dari sisi suplai pelayanan kesehatan agar penduduk yang sakit dapat mengakses fasilitas kesehatan dengan mudah.
Pemberdayaan masyarakat adalah salah satu strategi dalam pembangunan kesehatan yang digunakan oleh pemerintah Indonesia. Pemberdayaan masyarakat ini menjadi salah satu fungsi puskemas yang wajib dijalankan oleh seluruh puskesmas di tanah air. Walaupun strategi pemberdayaanmasyarakat sudah lama digunakan, sampai sekarang belum ada instrumen spesifik untuk mengukur tingkat pemberdayaan masyarakat pada sektor pembangunan kesehatan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat pemberdayaan masyarakat pada level komunitas sebagai wilayah kerja puskesmas di Depok dan Jakarta Selatan. Pemberdayaan masyarakat diukur menggunakan tujuh potensi masyarakat meliputi kepemimpinan, organisasi, dana, sumber daya, teknologi, pengetahuan, dan pengambilan keputusan. Metode pengukuran dilakukan dengan membandingkanketujuh potensi masyarakat di wilayah kerja puskesmas diDepok (32 puskesmas) dan wilayah kerja puskesmas terpilih Jakarta Selatan (28 puskesmas) dengan potensi standar yang dikembangkan peneliti. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tingkat pemberdayaan masyarakat di wilayah kerja puskesmas di Depok umumnya banyak yang memenuhi kategori baik, sebaliknya di Jakarta Selatan banyak kategori kurang. Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta berupaya pemberdayaan masyarakat dan promotif preventif lebih mudah dilakukan oleh kantor kelurahan daripada puskesmas.Kata kunci: Pemberdayaan masyarakat, pembangunan kesehatan, puskesmasAbstractCommunity empowerment is one of strategies in health development that is used by government of Indonesia. It is also one of puskesmas (primary health center) function that must be run by every primary health center in Indonesia. Though community empowerment has been used for a very long time, there is not any specific instrument to measure level of community empowerment in health sector development in Indonesia. This research aimed at measuring community empowerment at community level using neighbourhood association as work area in two cities in Indonesia, Depok and South Jakarta. Community empowerment is measured using seven community potentials including leadership, organizations, fund, resource, technology, knowledge, and decision making. The measurement method is comparing those community existed potentials with potential standard developedby researcher in 32 primary health center in Depok and 28 selected primary health center in South Jakarta. The result shows that level of community empowerment in primary health center work area in Depok is generally in good categories, but South Jakarta is generally in less category.In Jakarta, the effort of community empowerment and promotive preventive is conducted easier by village administration office than primary health center.Key words: Community empowerment, health development, primary health center
Pulmonary tuberculosis (TB) in children is a neglected global health problem, with an increasing proportion of TB cases in Indonesia. Children with TB are most often impacted by TB transmission in the population at large, especially adult TB that exists in the child's household. This study aimed to find protective factors that can keep children healthy despite household adult TB contacts. This study reports on 132 respondents with a case-control study conducted at nine referred hospitals and several primary health care based on medical records in Special Region of Yogyakarta Province. The study lasted from January to December 2014, while the data analysis was used by both of bivariate (chi-square) and multivariate (multiple logistic regression) analysis. The study found that healthy houses, especially those with healthy bedrooms and fewer exposures to adult TB sufferer, influenced by confounder variables, protected children from TB even though they were exposed to adult TB in their environment. Longer periods of living together is not a risk factor for children to contract TB when living with adult TB patients at home. However, this risk increases with frequent exposure among children to adult TB patients at home. Keywords: Children, exposure, household contact, tuberculosis Abstrak Tuberkulosis paru (TB) pada anak kian menjadi masalah kesehatan global yang masih terlupakan seiring dengan peningkatan proporsi TB di Indonesia. Penularan penyakit ini di populasi umum seringkali berdampak pada anak, terlebih ketika kontak TB terjadi di rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh faktor protektif sehingga anak tetap sehat meskipun memiliki kontak dengan penderita TB dewasa serumah. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kasus-kontrol pada 132 responden anak yang berasal dari sembilan rumah sakit rujukan dan beberapa puskesmas di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilakukan dalam periode Januari hingga Desember 2014 yang hasilnya dianalisis dengan uji bivariat (kai kuadrat) dan multivariat (regresi logistik ganda). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah yang memenuhi syarat kesehatan, yakni ruang tidur yang sehat, serta paparan yang jarang diterima dari penderita TB dewasa mampu memproteksi anak agar tetap sehat meskipun tinggal serumah dengan penderita dewasa penyakit ini. Penelitian ini menyimpulkan bahwa lama tinggal bersama bukanlah faktor risiko penyakit TB pada anak. Hal ini karena meskipun lama tinggal bersama antara penderita TB dewasa dengan anak, namun apabila memiliki paparan yang jarang, hal ini pun tidak signifikan menjadikan anak untuk terkena TB.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.