Resistensi Plasmodium terhadap obat malaria mengakibatkan kegagalan pengobatan. Oleh karena itu ketersediaan antimalaria baru sangat diperlukan untuk melawan resistensi. Pencarian obat baru terus dilakukan melalui berbagai cara termasuk eksplorasi tanaman yang berpotensi sebagai antimalaria. Penelitian ini bertujun untuk menentukan aktivitas penghambatan polimerissi hem dari ekstrak etanol daun Cambai Utan (Piper porphyrophyllum) berdasarkan nilai IC50. Pengujian aktivitas penghambatan polimerisasi hem merupakan suatu metode pengujian awal untuk mengetahui potensi antimalaria. Prinsipnya secara in vitro menyerupai mekanisme kerja antimalaria yang menghambat terjadinya polimerisasi hem di dalam Plasmodium. Sampel dan kontrol posistif (klorokuin) dibuat peirngakat konsnetrasi, direaksikan dengan hematin dan asam asetat glasial kemudian diukur absorbansinya pada Elisa Reader panjang gelombang 405 nm, yang dipersamakan pada kurva baku. Nilai persen penghambatan versus konsentrasi dianalisis dengan analisis probit sehingga diperoleh nilai IC50. Persamaan kurva baku yang diperoleh yaitu : y = 0,011x + 0,247. Penghambatan polimerisasi hem ekstrak etanol daun P. porphyrophyllum masing-masing konsentrasi 10; 5; 2,5; 1,25; 0,625; dan 0,3125 mg/mL adalah berturut-turut 91,82 ± 5,47% ; 84,57 ± 6,18 %; 77,28 ± 7,81 %; 68,46 ± 7,51 %; 57,24 ± 6,23 %; 40,50 ± 7,52 %. Nilai IC50 diperoleh menggunakan analisis probit. Analisis probit menunjukkan bahwa IC50 rata-rata untuk ekstrak adalah 0,47 ± 0,09 mg/mL, sedangkan rata-rata IC50 dari klorokuin adalah 4,67 ± 1,17 mg/mL. Ekstrak etanol daun P. porphyrophyllum memiliki aktivitas penghambatan polimerisasi hem dengan nilai IC50 0,47 ± 0,09 mg/mL
MDR-TB (Multidrug-Resistant Tuberculosis) adalah salah satu jenis TB yang resisten dengan OAT (Obat Anti Tuberculosis) dengan resisten terhadap 2 obat anti tuberculosis yang paling ampuh yaitu rifampisin dan isoniazid. Obat rifampisin dan isoniazid sudah tidak efektif dalam membunuh kuman mycobacterium tuberkulosis dikarenakan kuman yang sudah resisten terhadap obat tersebut. MDR-TB merupakan suatu permasalahan yang menjadi hambatan utama dunia dalam pemberantasan TB. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor risiko apa saja yang dapat berpengaruh pada kejadian tuberkulosis dengan multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB) di RSUD Ulin Banjarmasin dengan variabel yang ditinjau adalah pengetahuan, motivasi dan keteraturan minum obat. Metode penelitian dengaan rancangan Cross Sectional dengan metode pengambilan dengan kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dengan diagnosis tuberkulosis multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) dan pasien TB Non MDR yang digunakan sebagai pembanding yang dipilih secara acak. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa faktor risiko yang terbukti berpengaruh pada kejadian TB-MDR adalah keteraturan minum obat (p-value< 0,05). Oleh karena itu, untuk mengurangi potensi bertambahnya penderita TB-MDR, maka perlu diperhatikan lagi keteraturan minum obat penderita, memastikan agar penderita benar-benar rutin dan teratur dalam minum obat. MDR-TB (Multidrug-Resistant Tuberculosis) is one of tuberculosis characterized by resistant to anti-TB drug (Anti Tuberculosis Drug). An MDR-TB event is a resistance event to 2 of the most effective anti-TB drugs which are rifampicin and isoniazid. Rifampicin and isoniazid are no longer effective in killing Mycobacterium tuberculosis bacteria due to its resistant to the drug. The purpose of this study is to identify any risk factors that can affect the incidence of tuberculosis with multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB) in RSUD Ulin Banjarmasin. The variables in this study were knowledge, motivation and regularity of taking drugs. The research method was a cross sectional design using questionnaire to the patients. The population in this study was all patients with a diagnosis of multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) and non-MDR TB patients who used as a comparison which were selected randomly. The results of this study indicate that the risk factor that has been shown to influence the incidence of MDR-TB was the regularity of taking medication (p-value <0.05). Therefore, to reduce the potential of MDR-TB sufferers to increase, it is necessary to pay attention to taking drug regularity of patient, ensuring that the patient is really routine and taking medication regularly.Keywords: RSUD Ulin Banjarmasin, MDR-TB (Multidrug-Resistant Tuberculosis), Tuberculosis
Luka bakar merupakan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh kontak dengan sumberpanas dan kuersetin diduga dapat mempercepat penyembuhan luka bakar karena mempunyai efekanti-inflamasi, antibakteri dan antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efekkuersetin dalam mempercepat penyembuhan luka bakar derajat IIA. Penelitian menggunakan 45ekor tikus putih galur wistar yang dikelompokkan menjadi 3 yaitu kelompok perlakuan hari ke-5, 11,dan 21. Luka bakar dibuat dengan logam bulat berdiameter 2 cm dan tebal 1 mm yang dipanaskanpada suhu 100°C selama 10 detik. Data dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dan LSDdengan taraf kepercayaan 95%. Hasil analisis menunjukkan bahwa gel kuersetin dapat mempercepatpengecilan diameter luka pada hari ke-11 dan mengurangi intensitas warna pada hari ke-21. Pembentukankolagen dan kelenjar sebasea pada kuersetin berbeda bermakna dengan kontrol negatifpada hari ke-11 dan 21 (p<0,05). Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa kuersetin dapatmempercepat penyembuhan luka bakar.
Tawas ut tuber (Ampelocissus rubiginosa Lauterb.) is empirically used in wound healing by Dayak community. The present study was undertaken to assess wound healing activity of gel from ethanol extract of A. rubiginosa tuber using parameters of the closure of wound length, tensile strength, and histopathological observations. This study used twenty-five male Wistar rats divided into five groups: positive control (Bioplacenton®), negative control (placebo gel), and three of testing groups with gel extract (concentrations of 1.5%, 2.0%, and 2.5%). Wound healing activity was evaluated to 4 cm length and ± 2 mm depth incision wound model on the back skin of rats. The measurement of wound length was observed on the day of 4th, 8th, 12th, 16th, and 20th used quantitative analyze. On the day of 20th, animal was anaesthetized and the skin has been taken for tensile strength evaluation and histopathological observations. This study showed that group treated with gel extract at the concentration of 2.5% experienced higher wound healing activity with average percentage of wound closure of 99.00% ± 0.16, tensile strength 3.8541 gram/mm2, and proved with the re-epithelization, neocapillarization, and increase collagen density appeared in histopathological observations. Based on this study, gel from ethanol extract of A. rubiginosa tuber possesses wound healing activity.
ABSTRAK Umbi akar tawas ut (Ampelocissus rubiginosa Lauterb.) secara empiris digunakan untuk mengurangi nyeri. Masyarakat menggunakannya dengan cara meminum air seduhannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan aktivitas analgetik dari infusa dan ekstrak etanol umbi akar A. Rubiginosa. Uji analgetik dilakukan menggunakan metode geliat (Writhing test) dengan pembanding parasetamol. Tiga puluh ekor mencit dibagi 6 kelompok masing-masing 5 ekor per kelompok. Kelompok I kontrol positif (parasetamol 65,25 mg/kgBB), kelompok II kontrol negatif (Na-CMC), kelompok III infusa A. rubiginosa 25 ml/kgBB, dan kelompok IV ekstrak etanol A. rubuginosa 500 mg/kgBB. Sesudah diberi perlakuan secara per oral sesuai kelompoknya, 30 menit kemudian diinduksi dengan asam asetat secara intraperitoneal. Jumlah geliat dihitung setiap 5 menit setelah pemberian larutan asam asetat 1% dengan selama 1 jam. Hasil penelitian menunjukkan persen proteksi pemberian parasetamol 65,25 mg/kgBB, infusa A. rubiginosa 65,25 mg/kgBB dan ekstrak etanol A. rubiginosa 500 mg/kgBB secara berurutan adalah 76,04; 87,41 dan 63,77%. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa infusa umbi akar A. rubiginosa memiliki aktivitas analgetik yang kuat. Kata kunci: Ampelocissus rubiginosa Lauterb., analgetik, infusa, ekstrak etanol ABSTRACT Tuberous root of tawas ut (Ampelocissus rubiginosa Lauterb.) empirically used to reduce pain. People use it by drinking boiled water of A. rubiginosa coarse powder. This study aims to determine the comparison of analgesic activity of infusion and ethanol extract of A. rubiginosa tuberous root. Analgesic test was performed using a stretching method (Writhing test) with paracetamol as comparison. Thirty mice were divided into 6 groups of 5 individuals per group. Group I was positive control (paracetamol 65.25 mg / kgBW), negative control group II (Na-CMC), group III A. rubiginosa infusion 25 ml / kgBW, and group IV ethanol extract A. rubiginosa 500 mg / kgBW. After being treated orally according to the group, 30 minutes later induced with acetate acid intraperitoneally. The amount of stretching was calculated every 5 minutes after giving 1% acetic acid solution for 1 hour. The results showed percent protection of paracetamol 65.25 mg / kgBB, A. rubiginosa infusion 65.25 mg / kgBB and ethanol extract A. rubiginosa 500 mg / kgBB was 76.04; 87.41 and 63.77% respectively. From the research it can be concluded that A. rubiginosa root tuber infusion has a strong analgesic activity. Keyword: Ampelocissus rubiginosa Lauterb., analgetic, infusa, ethanol extract
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.