<p style="text-align: justify;">Masyarakat Indonesia memiliki ketergantungan terhadap minyak goreng. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan dan mutu minyak goreng yang beredar di masyarakat khususnya pada <em>food court</em> Universitas Al Azhar Indonesia. Analisis penggunaan minyak goreng penjaja makanan dilakukan dengan melakukan survey. Untuk mengetahui kualitas minyak goreng, dilakukan analisis laboratorium yang meliputi pengukuran kadar air, kadar asam lemak bebas, dan bilangan Iod. Dari dua belas kantin, ada sembilan kantin yang menggunakan minyak goreng. Hasil analisis penggunaan minyak goreng, penjaja makanan secara konsisten 34% menggunakan minyak goreng bermerek dagang A. Pemilihan minyak berdasarkan warna dilakukan oleh 45% penjaja makanan. Berdasarkan frekuensi pembelian, 56% penjaja makanan membeli minyak per hari. Selain itu, 45% penjaja makanan menggunakan minyak dua kali pakai. Analisis kebutuhan minyak menunjukkan, 34% penjaja makanan menghabiskan 5 liter minyak per hari. Cara pembuangan minyak yang dilakukan oleh penjaja, 78% membuang minyaknya setelah digunakan, dimana 67% penjaja makanan membuangnya ke tempat sampah. Berdasarkan pengukuran kadar air, kadar asam lemak bebas, dan bilangan Iod menunjukkan bahwa minyak goreng yang digunakan belum memenuhi standar syarat mutu, walaupun kadar air yang masih di dalam ambang batas normal yaitu kurang dari 0,30%, namun kadar asam lemak bebas baik sebelum maupun sesudah penggunaan melebihi ambang batas normal yang didukung oleh hasil pengukuran bilangan Iod.</p><h6 style="text-align: center;"><strong>Abstract</strong></h6><p style="text-align: justify;">Indonesian society has dependence of cooking oil. Based on this condition, the analysis of cooking oil utilization and quality requirement at UAI food court is necessary and it was done. The analysis of cooking oil utilization was done by doing some survey. In order to search the quality of cooking oil, laboratory analysis was done that consist of water content, free fatty acid content, and Iod number. There are nine canteens from twelve canteens which utilize cooking oil. The result of cooking oil utilization analysis shows that 34% of merchant is utilizing A trade mark cooking oil, 45% is identifying cooking oil based on color. 56% is buying cooking oil per day, 45% is utilizing the cooking oil twice, 34% is spending 5 liters cooking oil per day, 78% is casting the cooking oil after utilize it, and 67% is casting the cooking oil into trash can. Based on the result of water content, free fatty acid content, and Iod number analysis showed that cooking oil is never fulfill normal limit, although the water content is still in proper limit is less than 0,30%, whereas free fatty acid content before or after analysis are very high and do not in proper limit and it is supported by Iod number measurement result.</p>
<p style="text-align: justify;">Teripang adalah hewan invertebrata laut yang merupakan anggota hewan berkulit duri (Echinodermata) memiliki potensi ekonomi yang cukup besar karena mengandung berbagai bahan yang bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai sumber protein hewani, obat luka dan anti inflamasi. Eksploitasi yang terjadi secara besar-besaran dikhawatirkan akan merusak kelestarian teripang di alam. Untuk itu diperlukan informasi dasar terkait jenis dan morfologi teripang yang terdapat di perairan sekitar Kepulauan Seribu, khususnya di P. Pari dan P. Pramuka. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi dan sore hari, yaitu pada saat kondisi surut di perairan sekitar P. Pari dan P. Pramuka. Sampel selanjutnya dikoleksi untuk diidentifikasi jenisnya berdasarkan perbedaan morfologi. Hasil analisis bentuk, warna, corak warna dan tipe spikula pada teripang tersebut menunjukan, terdapat empat jenis teripang yang berbeda berasal dari Kelas <em>Holothuroidea</em>, Subkelas Aspidochirotacea, Ordo Aspidochirotda, Famili Holothuriidae dan Genus Holothuria. Dua jenis yang terdapat di perairan sekitar P. Pari adalah <em>Holothuria impatiens</em> dan <em>H. atra</em>, sedang dua jenis yang diperoleh dari perairan sekitar P. Pramuka adalah <em>H. edulis</em> dan <em>H. fusc</em><em>o</em><em>cinerea</em>. Perbedaan jenis pada masing-masing perairan disebabkan karena perbedaan jenis habitat dan sumber bahan makanan yang terdapat di perairan tersebut.</p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">Sea cucumber is marine invertebrate that that member of Echinodermata (the thorn-skinned animals), which has considerable economic potential because it contains many useful material and can be used as source of animal protein, drug injury, and anti inflammatory. Massive exploitation is predicted destroying the existance of sea cucumbers in nature. Furthermore, basic information related with the type and morphology of sea cucumbers, especially in Pari Island and Pramuka Island is required. Sampling was carried out in the morning and the afternoon when the condition of waters around Pari Island and Pramuka Island is being low tide. The following samples were collected to identify the species based on morphological differences. The result of the analysis of shape, colour, colour shades, and type of spicules on sea cucumbers showed there are four different types of sea cucumbers from the Class Holothuroidea, Subclass Aspidochirotacea, Order Aspidochirotida, Family Holothuriidae and Genus Holothuria. Two types found in Pari Island are <em>Holothuria impatiens</em> and <em>H. atra</em>, whereas two types found in Pramuka Island are <em>H. edulis</em> and <em>H. fuscicinerea</em>. The diffrences in each type are caused by the difference of habitat and food source in the waters of Pari Island and Pramuka Island.</p>
<p><em>Abstrak </em><strong>– Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah. Namun, untuk jenis tumbuhan, baru sekitar 8% yang dimanfaatkan sebagai tanaman pangan, obat-obatan, sumber kayu, dan tanaman hias. Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai tanaman obat adalah <em>Acalypha indica</em>. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak tanaman ini memiliki aktivitas antibakteri <em>Salmonella</em>. Namun profil senyawa metabolit apa saja yang terkandung masih belum banyak diteliti. Fraksinasi senyawa metabolit dilakukan dengan kromatografi kertas pada ekstrak etanol (akar, batang, dan daun) tanaman <em>Acalypha</em> menggunakan eluen BAW (Butanol: Asam asetat: Air = 4:1:5) dan asam asetat 15%. Jumlah, letak, warna, dan nilai Rf bercak kemudian digunakan sebagai pedoman identifikasi dan menduga golongan flavonoid. Spektrofotometri serapan panjang gelombang maksimum dilakukan sebagai konfirmasi dugaan golongan flavonoid. Ketiga organ utama tanaman anting-anting (akar, batang, dan daun) memiliki distribusi kandungan senyawa yang berbeda-beda namun dengan jenis yang hampir sama. Golongan flavonoid yang berhasil teridentifikasi dari ketiga organ antara lain isoflavon, flavon, flavonol, flavanon, dihidroksiflavonol, khalkon, dan antosianidin. </strong><strong>Organ daun memiliki keragaman kelas flavonoid lebih banyak dibanding akar dan batang. </strong></p><p><strong> </strong></p><p><em>Abstract </em><strong>– Indonesia is </strong><strong>a </strong><strong>megabiodiversity country, but only about 8% of its plant diversity </strong><strong>ar</strong><strong>e utilized as food, medicine, timber, and ornamental plants. One plant species that potential to be used as a medicinal plant</strong><strong> </strong><strong>is</strong><strong><em> Acalypha</em></strong><strong><em> indica</em></strong><strong>. Previous research showed this plant extract</strong><strong> has some</strong><strong> antibacterial activit</strong><strong>ing</strong><strong> </strong><strong>against</strong><strong> <em>Salmonella</em></strong><strong>. However, </strong><strong>the </strong><strong>profil</strong><strong>e</strong><strong> of the metabolites contained</strong><strong> in the plant </strong><strong>is not</strong><strong> </strong><strong>studied yet</strong><strong>.</strong><strong> </strong><strong>Fractination of the metabolites</strong><strong> w</strong><strong>as</strong><strong> </strong><strong>done by</strong><strong> using paper chromatography in ethanol extract (roots, stems, and leaves) of <em>Acalypha</em> plants using BAW (butanol: acetic acid: water = 4:1:5) and 15% acetic acid eluent. Number, location, color, and Rf values of spot</strong><strong>s</strong><strong> were us</strong><strong>ed</strong><strong> for identification of flavonoids class. Maximum absorption wavelength performed using spectrophotometry assay</strong><strong> </strong><strong>to confirm the flavonoid class. The three major plant organs (roots, stems, and leaves) have different compounds distribution, but with almost same class. Class of flavonoids which were identified from the three organs are isoflavones, flavones, flavonols, flavanones, dihidroxyflavonols, chalcones, and anthocyanidins. Leaf has more diverse flavonoid class than roots and stems. </strong><strong></strong></p><p><strong><em> </em></strong></p><p><strong><em>Keyword – </em></strong><em>Acalypha indica bioactive compound, chromatography, flavonoids.</em></p>
<div class="WordSection1"><p><em>Abstrak</em> - <strong>Situ Lebak Wangi merupakan situ yang berada di daerah Bogor, dan awalnya dimanfaatkan sebagai tempat penampungan air saat musim hujan untuk peningkatkan persediaan air tanah. Saat ini, Situ Lebak Wangi dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan limbah oleh masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan perubahan kualitas baik fisik, kimia dan biologi perairan situ. Untuk itu perlu dilakukan penelitian terhadap kualitas fisik, kimia dan biologi perairan Situ Lebak Wangi agar diperoleh informasi mengenai kualitas perairannya sehingga dapat disosialisasikan kepada masyarakat di sekitarnya nilai penting konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan situ tersebut. Hasil pengukuran sifat fisik dan kimia air menunjukkan bahwa suhu di perairan Situ Lebak Wangi masih memenuhi baku mutu air kelas 1, nilai total padatan terlarut perairan Situ masih di bawah ambang batas baku mutu yang dipersyaratkan, nilai kecerahan di perairan Situ Lebak Wangi berkisar antara 67,17 – 80,83 cm dengan nilai rata-rata 74,46 cm, nilai pH perairan danau lebih rendah dari perairan sungai, yaitu berkisar antara 6,60–8-80. Pengukuran DO menunjukkan bahwa di perairan danau konsumsi oksigennya lebih tinggi, sedangkan hasil BOD5 menunjukkan bahwa perairan Situ Lebak Wangi sudah tercemar oleh bahan organik mudah urai (BOD5). Nilai daya hantar listrik berkisar antara 112,0 – 118,0 µhos/cm. Hasil analisa kualitas air Situ Lebak Wangi secara keseluruhan menunjukkan bahwa perairan tersebut tidak layak untuk dijadikan sebagai air baku, karena mengandung bakteri patogen Salmonella-Shigella yang merupakan penyebab thypus dan kolera. </strong></p><p> </p><p><strong><em>Keata Kunci </em></strong> - kualitas fisik, kimia dan biologi; Situ Lebak Wangi; Perairan; Baku mutu air</p></div><br clear="all" /><p> </p><p><em>Abstract</em> - <strong>Situ Lebak Wangi is a place located in the Bogor area, and was originally used as a water reservoir during the rainy season to increase groundwater supply. Currently, Situ Lebak Wangi is used as a waste disposal site by the community. This can lead to changes in the quality of both physical, chemical and biological waters there. Therefore, research on the physical, chemical and biological qualities of waters of Situ Lebak Wangi to obtain information about the quality of the waters so that it can be socialized to the community around the importance of conservation, management and utilization of the site. The result of measurement of physical and chemical properties of water shows that the temperature in Situ Lebak Wangi waters still meet the water quality standard class 1, the total dissolved solids of waters Situ is still below the required quality standard threshold, the brightness value in Situ Lebak Wangi waters ranges between 67, 17 - 80.83 cm with an average rating of 74.46 cm, the pH value of the lake waters lower than river waters, which ranged from 6.60-8-80. Measurements of DO indicate that in lake waters oxygen consumption is higher, whereas BOD5 results show that waters Situ Lebak Wangi already contaminated by organic material easily explained (BOD5). The electrical conductivity values range from 112.0 - 118.0 μhos / cm. The result of Situ Lebak Wangi water quality analysis as a whole shows that the water is not feasible to serve as raw water, because it contains Salmonella-Shigella pathogen bacteria which is the cause of thypus and cholera.</strong></p><p><strong> </strong></p><p><strong><em>Keywords</em></strong><strong> - </strong><em>physical quality, chemistry and biology, </em><em>Situ Lebak Wangi, </em><em>Waters, Water quality standards</em><strong><em></em></strong></p>
<strong>Rokok dinilai sebagai material yang banyak memberikan dampak yang merugikan bagi kesehatan, yang di mana komposisinya memberikan berbagai reaksi negatif dalam tubuh. Himbauan mengenai bahaya merokok yang diakibatkan oleh berbagai senyawa kimia banyak dipublikasikan pada masyarakat, namun dalam hal ini kesempatan muncul untuk mengungkapkan sisi lain dari rokok, yaitu melalui isolasi dan identifikasi bakteri yang terdapat pada tembakau dan abu rokok. Dengan melakukan isolasi dan identifikasi bakteri pada 6 sampel rokok yang telah ditentukan telah ditemukan 28 jenis bakteri yang tumbuh pada pengkulturan sampel tembakau, 14 jenis bakteri pada sampel abu rokok dengan 10 jenis bakteri tersebut dijumpai pula pada sampel rokok dan 4 diantaranya merupakan bakteri jenis lain yang hanya tumbuh pada sampel abu rokok.</strong>
<em><em></em></em><em>Abstrak <strong>-</strong> <strong>Salmonella typhi </strong></em><strong>adalah bakteri penyebab terjadinya penyakit typhus. Pengobatan menggunakan antibiotika menimbulkan resistensi jika dilakukan tidak tuntas terutama ketika sistem tubuh menurun. Pengobatan dengan menerapkan kearifan lokal merupakan salah satu alternatif dalam upaya penyembuhan. Daun teh (<em>Camellia sinensis</em>) dan daun anting-anting (</strong><strong><em>Acalypha indica</em></strong><strong><em> L</em></strong><strong>) diduga mengandung tanin, suatu senyawa yang dapat berfungsi sebagai antibiotik. Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh informasi efektifitas ekstrak daun teh dan daun anting-anting sebagai antibak</strong><strong>t</strong><strong>eri alami, khususnya <em>S. typhi</em> Penelitian dilakukan pada bulan </strong><strong>Maret</strong><strong> hingga Oktober </strong><strong>2012</strong><strong> di</strong><strong> Labo</strong><strong>r</strong><strong>atorium Mikrobiologi Universitas Al Azhar Indonesia.</strong><strong> Tahapan penelitian terdiri dari p</strong><strong>embuatan</strong><strong> </strong><strong>ekstrak </strong><strong>daun teh dan anting-anting, pengujian adanya kandungan tanin, p</strong><strong>enumbuhan</strong><strong> </strong><strong><em>S.</em></strong><strong> <em>typhi</em> dan uji antibakteri. Ekstrak daun diperoleh dengan cara perebusan dan pengeringan. </strong><strong>Hasil penelitian menunjukkan bahwa e</strong><strong>kstrak daun teh dan anting-anting berpotensi untuk dikembangkan sebagai antibiotik. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening ketika dilakukan uji antibakteri. Kedua ekstrak daun tersebut positif mengandung tanin yang diduga berperan dalam penghambatan pertumbuhan <em>S. typhi</em>.</strong><p><strong> </strong></p><p> </p><em><em>Abstract</em> - <strong><em>Salmonella typhi </em>is a bacteria that caused <em>typhus disease</em>. The curation using chemical drugs may cause bacterial resistance if the treatment is not complete, especially when the system of the body decreases. Treatment with traditional medicine is one of alternative way for curing typhoid fever. Tea and Anting-anting leaves are suspected to contain tannin, a compound that can act as an antibiotic. The aim of the research is getting information about effectiveness of tea and anting-anting leaf extract as antibacterial agent specially <em>S.</em> <em>thypi</em>. Research were conducted from Maret until October 2012 in Microbiology Laboratory, Al Azhar Indonesia University. The steps incude collecting tea and anting-anting leaves, extracting tannin, testing for tannin, growing the bacteria, and testing the inhibition zone. Leaf extract obtained by boiling and drying. The research shows that leaf tea and anting-anting extraction have potential to be developed as an antibiotic. That are showed by clear zone as indicate inhibition <em>Salmonella typhi </em>when tested antibacterial. Both of the leaves plant are positive tannin containing, and it is indicated as inhibitor <em>S.</em> <em>thypi</em> growth.</strong></em>
<p><em>Abstrak</em> - <strong>Fenomena adanya penyakit akibat kurangnya asupan serat yang memicu penyakit degeneratif di masyarakat perlu mendapat perhatian karena dapat menimbulkan masalah nasional di masa mendatang. Penelitian mengenai kadar serat dan metabolit sekunder</strong><strong> </strong><strong><em>Canna edulis</em></strong><strong> Kerr. (Ganyong) yang dilanjutkan dengan pengabdian masyarakat telah dilakukan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah survey sedangkan pengabdian masyarakat berupa edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya serat dan metabolit sekunder melalui diversifikasi pangan sumber karbohidrat non beras seperti <em>Canna edulis</em> Kerr. (Ganyong). Hasil penelitian menunjukkan bahwa serat tertinggi Ganyong terdapat pada daun, selain itu ganyong juga mengandung metrabolit sekunder seperti flavonoid, steroid dan alkaloid. Pengabdian masyarakat dilaksanakan di desa Sindanglengo Gunung Putri Jawa Barat. Penelitian juga menunjukkan bahwa masyarakat telah mengetahui ganyong akan tetapi tidak mengetahui manfaatnya bagi kesehatan. Oleh sebab itu budidaya ganyong kurang dikembangkan oleh masyarakat.</strong></p><p><strong> </strong></p><p><em>Abstract</em> - <strong>The phenomenon of disease that caused by lack of fiber intake that induce degenerative disease is important to get attention because it can cause national problem in the future. The research on fiber concentration and secondary metabolic <em>Canna edulis</em> Kerr. (Ganyong) that continued by community serviced were conducted. The methodology used in this research was a survey techniques, whereas community serviced was done through extension to the community about the important of fiber and secondary metabolites through food diversification like Canna edulis Kerr (Ganyong). The research showed that the highest Ganyong fiber found in leaf, leaves also contained secondary metahabolites like flavonoid, steroid and alkaloid. Community serviced was done in desa Sindanglengo Gunung Putri Jawa Barat. This activity indicated that most community has known about Ganyong but they didn’t know its benefit for health, which result in lack of Ganyong cultivation.</strong></p><p><em> </em></p><p><strong><em>Keywords</em></strong><em> – degenerative disease, secondary metabolite, education, food diversification</em></p>
<p><em>Abstrak </em>- <strong>Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai yang tercemar karena banyak dimanfaatkan oleh warga jakarta diantaranya untuk kegiatan industri dan rumah tangga. Salah satu parameter biologi yang dapat digunakan sebagai indikator perubahan lingkungan yaitu Fitoplankton. Peran fitoplankton dalam ekosistem perairan yaitu sebagai produsen primer, hal ini karena fitoplankton memiliki kemampuan untuk fotosintesis. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juli 2016. Kegiatan Bersih Ciliwung dilaksanakan dari Rindam Jaya, Condet menuju Bidara Cina. Pasca kegiatan bersih ciliwung nilai oksigen terlarut (DO) dari hulu Rindam Jaya (Condet) menuju hilir hingga Bidara Cina mengalami penurunan, sehingga dapat mempengaruhi keanekaragaman fitoplankton. Perbedaan ini diduga memberikan gambaran keragaman komunitas fitoplankton yang berbeda sehingga dilakukan pengambilan sampel fitoplankton di kedua titik tersebut masing-masing dengan 3 kali pengulangan. Metode pengambilan sampel fitoplankton yang digunakan yaitu metode sampling Horizontal dan sampel diidentifikasi menggunakan <em>Sedgewick Rafter Cell Counting</em> (SRCC). </strong><strong>Berdasarkan penelitian, t</strong><strong>otal kelimpahan di Rindam Jaya lebih tinggi dibandingkan di Bidara Cina dengan angka berturut-turut 2511 Ind/L dan 1495 Ind/L.</strong><strong> </strong><strong>Hasil identifikasi fitoplankton yang ditemukan pada lokasi penelitian sebanyak 53 genus yang termasuk ke dalam 5 divisi yaitu, Bacillariophyta (20), Chlorophyta (16), Chrysophyta (5), Cyanophyta (8), dan Rhodophyta (4).</strong><strong> Kelimpahan fitoplankton pada stasiun</strong><strong> Rindam jaya lebih tinggi dibandingkan di Bidara</strong><strong> </strong><strong>Cina.</strong></p><p><strong> </strong></p><p><strong><em>Kata Kunci</em></strong><em> - Fitoplankton, Sungai Ciliwung, BioIndikator</em></p><p><em> </em></p><p><em>Abstract – </em><strong>Ciliwung river is one of the most polluted rivers because it’s used by many citizens of Jakarta for Industrial and household activity. One of biological parameter that’s can be used as an indicator of environmental changed is Phytoplankton. The role of phytoplankton in aquatic ecosystem that is as primary producers, this is because phytoplankton have the ability to photosytensis. This study was conducted from February to July 2016. Ciliwung clean activity is implemented from Rindam Jaya, Condet to Bidara Cina. Post-activity clean ciliwung value of dissolved-oxygen from upstream Ridam Jaya, Condet to downsream Bidara Cina decreased, so that it can affect the diversity of phytoplankton. This difference is thought to give a picture of the diversity of different phytoplankton community so that samples were taken of phytoplankton in two points each with three repetitions. Phytoplankton sampling method was used Horizontal sampling method and samples were identified using Sedgewick Rafter Cell Counting (SRCC). Based on the research, the total abundance in Rindam Jaya is higher than in Bidara Cina with consecutive numbers 2511 Ind / L and 1495 Ind / L. The results of phytoplankton identification were found in the study sites of 53 genera belonging to 5 divisions namely, Bacillariophyta (20), Chlorophyta (16), Chrysophyta (5), Cyanophyta (8), and Rhodophyta (4). The abundance of phytoplankton at Rindam Jaya station is higher than in Bidara Cina.</strong><strong></strong></p><p> </p><strong><em>Keyword</em></strong> - <em>Phytoplankton, Ciliwung River, Indicator Biotecnology</em>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.