Latar Belakang: Prevalensi stunting pada balita di Kabupaten Kendal mencapai 42% dengan kejadian tertinggi di Kecamatan Patebon (38,7%). Stunting dapat meningkatkan risiko terjadinya kesakitan, kematian, gangguan perkembangan motorik dan penurunan produktivitas di masa mendatang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko kejadian stunting balita usia 12 bulan di Desa Purwokerto Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal.Metode: Penelitian observasional dengan rancangan kasus kontrol. Sampel dipilih dengan teknik consecutive sampling dengan jumlah sampel 24 subjek untuk masing-masing kelompok. Data panjang badan lahir, berat badan lahir, usia kehamilan, lama ASI eksklusif, usia pengenalan MP-ASI dan skor pemberian MP-ASI diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner. Food recall 2x24 jam dilakukan untuk mengidentifikasi jenis MP-ASI yang diberikan dan kebiasaan makan balita. Analisis bivariat dengan uji Chi Square atau Fisher Exact. Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian stunting pada balita usia 12 bulan di Desa Purwokerto adalah panjang badan lahir rendah (OR=16,43; p=0,002), prematuritas (OR=11,5; p=0,023) dan usia makan pertama (OR=4,24; p=0,040). Berat badan lahir rendah (OR=3,28; p=0,609), lama pemberian ASI eksklusif (OR=2,06; p=0,303), dan skor MP-ASI (OR=1,41; p=0,77) bukan merupakan faktor risiko kejadian stunting pada penelitian ini.Simpulan: Faktor risiko kejadian stunting pada balita usia 12 bulan adalah panjang badan lahir rendah (pendek), prematuritas dan usia makan pertama.
Obesity is an increasing weight that exceeds the limits of physical and skeletal needs due to the excessive backfilling of body fat. Obesity is a predisposing factor for increasing triglyceride levels (TG) and insulin resistance status. Consumption of fiber, such as Tempeh Gembus can be an alternative treatment to lower TG levels and insulin resistance status. This research was aimed to prove the influence of processed Tempeh Gembus to TG levels and insulin resistance status. This research employed a pre-post randomized control group. The participants of this research are 40 women with pre-menopausal obesity which are divided into two groups: the control group which is given the daily standard diet treatment Isocaloric 30 kcal/kg of BW/day and the treatment group which is given the daily standard diet Isocaloric 30 kcal/kg of BW/day with the addition of processed Tempeh Gembus processed as much as 150 g/day for 28 days. The result show, giving Tempeh Gembus to the treatment group can lower the TG level (p = 0.010) and insulin resistance status (p = 0.000) significantly. The decreased levels of TG in the treatment group (-9.3±9.6 mg/dL) were higher compared to the decline in the control group (-2.90±4.43 mg/dL). Decreased insulin resistance status in the control group (- 0.60±0.51) is lower than the treatment group (-6.90±4.82). Based on the results above, consumption of 150 g/day of processed Tempeh Gembus for 28 days can lower TG levels
Latar Belakang: Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Lidah buaya (Aloe vera) mengandung beberapa bahan aktif dapat menurunkan kolesterol dalam darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jus lidah buaya dengan dosis bertingkat terhadap kolesterol LDL dan kolesterol HDL pada wanita dislipidemia. Metode : Penelitian ini merupakan true experiment dengan pre test - post test with control group design. Subjek penelitian adalah karyawati di Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah serta Balai Latihan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah yang diambil secara consecutive sampling, besar sampel adalah 43 orang yang dibagi secara acak dalam tiga kelompok. Kelompok kontrol tidak diberi lidah buaya, kelompok perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2 diberikan lidah buaya sebanyak 100 mg/hari dan 200 mg/hari yang diberikan dalam bentuk jus selama 14 hari. Kadar kolesterol LDL dan kadar kolesterol LDL diukur sebelum dan sesudah intervensi. Analisis kolesterol LDL dan kolestrol HDL menggunakan metode enzimatik. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji paired t-test dan anova pada derajat kemaknaan 5%. Hasil : Pada pemberian jus Aloe vera 200 mg menyebabkan penurunan kadar kolesterol LDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL secara bermakna (p<0,05). Kadar kolesterol LDL menurun sebesar 20,36% dan kadar kolesterol HDL meningkat sebesar 18,87% setelah diberikan jus lidah buaya selama 14 hari. Pemberian jus Aloe vera 100 mg dapat menurunkan kadar kolesterol LDL tetapi juga mengalami penurunan kadar kelosterol HDL tetapi tidak bermakan (P>0,05) . Simpulan: Pemberian jus lidah buaya 200 mg/hari dapat menurunkan kadar kolesterol LDL dan meningkatkan kolesterol HDL secara bermakna.
Backgound: The glycemic index (GI) is a notion that defences the glycaemic potency of foods. Foods with low GI will be digested and turned into glucose gradually and slowly. As a result blood glucose peak will not be so high and its fluctuation relatively in short time. Although cassava is a good source of carbohydrate, it has a high GI and low protein. Its GI factor needs to be reduced by any efforts to make it a healthy alternative food in spite of rice.Objective: To analize the effect of adding coconut and black-eyed pea to the GI factor of cassava.Method: The study used experimental observation design. There were three groups of treatment with 9 persons in each goup. After fasting for 10 hours, blood glucose were tested and 50 g of true glucose were given. Blood glucose of the subjects were tested again after 30, 60, 90 and 120 minutes giving true glucose. Next on the seventh day, they were given boiled cassava, cassava with coconut (sawut) and cassava with black-eyed pea (gintul). After which their blood glucose were also tested. Results: GI factor of steam cassava, shredded cassava and shredded cassava with black-eyed pea (gintul) was 100,40; 70,90; and 61,88; respectively. There was a significant difference of GI level between three products (p=0,031). Conclusion: Food processing by adding coconut and black-eyed pea has effect in reducing the GI level of cassava.
Tempeh gembus is a local functional food from Indonesia which made from fermented tofu residues from Rhizopus oligosporus and containing high fibre. The fibre content in tempeh gembus are three times higher than soybean tempeh. Dietary fibre is thought to reduce blood glucose levels. The aim this study is to analyze the effect of giving variations of processed tempeh gembus on fasting blood glucose level. This study was an experimental study with a pre-post randomized control group design. The number of control and treatment group subjects was 20 people each who met the inclusion criteria. The control and treatment groups received 1500 kcal isocaloric diet. In addition, treatment group received additional variations of processed tempeh gembus 150 grams for 28 days. The average intake of processed tempeh gembus treatment group during the study was 58.9%. The average fibre intake of the treatment group was twice higher than the control group. There was no statistically significant difference in fasting blood glucose levels between the control and treatment groups after the intervention. There was no statistically significant difference on fasting blood glucose levels in both the control group and the treatment group (p> 0.05) but clinically it was able to reduce fasting blood glucose levels 4.5 mg / dl in the treatment group. Changes in blood glucose levels showed no significant differences between the control and treatment groups (p> 0.05). Processed tempeh gembus administration for 28 days increase fibre intake but could not been able to reduce fasting blood glucose levels.
Latar Belakang: Kepadatan tulang rendah dapat disebabkan IMT, massa lemak tubuh, asupan kalsium, dan aktivitas fisik yang rendah. Pada dewasa muda, kepadatan tulang rendah akan meningkatkan risiko osteoporosis. Namun, penelitian terbaru menyatakan risiko osteoporosis meningkat pada obesitas. Tujuan: Mengetahui hubungan IMT, massa lemak tubuh, asupan kalsium, aktivitas fisik dan kepadatan tulang pada wanita dewasa muda. Metode: Penelitian dilaksanakan di kampus Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang pada bulan Mei 2012, merupakan penelitian observasional dengan desain cross-sectional. Subjek adalah 38 wanita dewasa muda berusia 18-23 tahun. Pengukuran berat badan dan persentase massa lemak tubuh menggunakan Bioelectrical Impedance Analyzer (BIA), tinggi badan dengan mikrotoise, asupan kalsium melalui kuesioner FFQ, tingkat aktivitas fisik melalui kuesioner International Physical Activity Questionnaire, dan kepadatan tulang pada calcaneus diukur menggunakan densitometer ultrasound. Analisis data dengan Shapiro-Wilk, korelasi Pearson product moment dan korelasi rank-Spearman. Hasil: Sebagian besar subyek (60,5%) memiliki kepadatan tulang kategori normal dan 39,5% osteopeni. Sebanyak 55,3% subyek memiliki IMT normal, 63,2% memiliki massa lemak tubuh normal, 71,1% memiliki tingkat aktivitas fisik kategori sedang, dan 63,2% memiliki asupan kalsium kurang dari AKG. Asupan kalsium memiliki hubungan yang bermakna dengan kepadatan tulang (r =0,351; p<0,05). Namun, IMT, massa lemak tubuh dan aktivitas fisik tidak memiliki hubungan yang bermakna (p>0,05) dengan kepadatan tulang pada wanita dewasa muda. Kesimpulan: asupan kalsium berhubungan dengan kepadatan tulang pada wanita dewasa muda.
Latar Belakang: Penilaian status gizi pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia saat ini masih sulit dilakukan karena kondisi pasien yang harus berbaring di tempat tidur. Pengukuran antropometri menjadi bagian dari penilaian status gizi sebagai dasar perhitungan kebutuhan gizi pasien dan untuk menentukan risiko timbulnya masalah gizi. Penelitian di Amerika, Eropa, India dan Thailand menunjukkan bahwa panjang tulang ulna telah terbukti reliabel dan presisi dalam memprediksi tinggi badan seseorang. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan hasil tinggi badan berdasarkan panjang tulang ulna dengan tinggi badan aktual pada pria dan wanita dewasa di Kota Semarang.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 103 orang yang terdiri dari 55 wanita dan 48 usia 19 – 29 tahun. Data yang diambil yaitu data karakteristik subjek, tinggi badan dan panjang ulna. Subjek penelitian diambil secara consequtive sample yang diberikan informed consent secara verbal. Data panjang ulna subjek kemudian dimasukkan dalam tiga formula estimasi tinggi badan dari penelitian sebelumnya.Hasil: rerata tinggi badan aktual pria 167,9 cm dan wanita 156,9 cm. Rerata estimasi tinggi badan rumus Ilayperuma et al, Thummar et al, dan Pureepatpong et al berturut – turut adalah untuk pria 168,24 cm, 166,28 cm, dan 167,61 cm; dan untuk wanita 157,77 cm, 153,79 cm, dan 155,88 cm. Selisih tinggi badan aktual dengan estimasi tinggi badan berturut-turut adalah untuk pria 0,35 cm, -1,62 cm, dan -0,28 cm; dan wanita 0,86 cm, -3,12 cm, dan -0,28 cm. Selisih terbesar terdapat pada rumus estimasi Thummar et al yaitu pada pria -1,62 cm dan pada wanita -3,12 cm. Tidak ada perbedaan antara tinggi badan aktual dengan estimasi tinggi badan dari panjang ulna rumus Ilayperuma et al dan Pureepatpong et al pada pria dan wanita (p>0,05) dan ada perbedaan antara tinggi badan aktual dengan estimasi tinggi badan dari panjang ulna rumus Thummar et al pada pria dan wanita (p<0,05). Penelitian ini menghasilkan formula regresi linier dari tinggi badan dan panjang ulna subjek, yaitu untuk pria = 76,053 + 3,405 x ulna lengan kiri; untuk wanita = 81,927 + 3,034 x ulna lengan kiri.Kesimpulan: rumus Ilayperuma et al (pria= 97,252 + 2,645 x panjang ulna dan wanita= 68,777 + 3,536 x panjang ulna) dan Pureepatpong et al (pria= 64,605 + 3,8089 x panjang ulna dan wanita= 66,377 + 3,5796 x panjang ulna) dapat diterapkan di Semarang.
Latar Belakang : Buah pare (Momordica charantia Linn.) dan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) diketahui memiliki potensi menurunkan risiko penyakit dislipidemia dengan meningkatkan kadar kolesterol HDL. Namun penelitian sebelumnya mengenai efek peningkatan kadar koletserol HDL masih terdapat kontroversi. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian jus pare dan jus jeruk nipis terhadap peningkatan kadar kolesterol HDL tikus dislipidemia.Metode : Penelitian true experimental dengan randomized control group ini dilakukan pada 28 tikus jantan galur Sprague Dawley dislipidemia. Tikus dibagi menjadi 4 kelompok dengan 7 ekor tiap kelompok. Tikus diinduksi dislipidemia selama 14 hari, kemudian diberi perlakuan jus pare, jus jeruk nipis dan kombinasi jus pare dan jus jeruk nipis. Pemberian selama 14 hari melalui sonde dengan pembagian pakan standar dan minum ad libitium (kontrol), jus pare 2 ml (P1), jus jeruk nipis 2 ml (P2), dan kombinasi jus pare dan jus jeruk nipis (P3). Pemeriksaan kadar HDL diperiksa secara enzimatis dengan metode CHOD-PAP. Hasil pengukuran diuji dengan paired t-test dan One Way ANOVA. Hasil : Kelompok P1 menunjukkan peningkatan kadar kolesterol HDL 117,3% (p=0,001), kelompok P2 mengalami peningkatan kadar kolesterol HDL 116,4% (p=0,000), dan kelompok P3 mengalami peningkatan kolesterol HDL 144% (p=0,000). Simpulan : Tidak ada perbedaan pengaruh pemberian jus pare, jus jeruk nipis & kombinasi jus pare dan jus jeruk nipis terhadap peningkatan kolesterol HDL.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.