This study aims to (1) measure pre-service teachers' pedagogical belief in the value of teaching Critical Thinking (CT), their preparedness to teach CT, and their preference toward constructivist teaching approaches to develop students' CT skills; and (2) explore the potential links between these pedagogical beliefs and aspects of teacher education experience. Participants were 223 mathematics preservice teachers from 3 teacher education institutions in East Java, Indonesia. Beliefs about the value of teaching CT and perceived readiness to teach CT were measured using Likert-type scales, while preference towards constructivist instruction was assessed using vignettes depicting teaching dilemmas. Participants believed that some CT skills (thinking independently and logical communication) were important, but CT dispositions were not. About 60% believed they are prepared to teach CT and generally preferred constructivist over traditional instruction. Most aspects of the pre-service education were not associated with pedagogical beliefs about CT disposition, perceived preparedness, or preference for constructivist instruction, while some were only weakly associated with belief about teaching CT skills. These highlight the need for mathematics teacher educators to give more emphasis on the importance of CT, especially its dispositional dimensions, and the role of constructivist instruction in developing CT.
ABSTRAK.Penelitian ini untuk mengetahui karakteristik instrumen penilaian hasil belajar yang dikembangkan berupa validitas, reliabilitas, daya pembeda, tingkat kesukaran, dan nilai guessing. Selanjutnya, data penelitian dianalisis secara kuantitatif menggunakan uji validitas, uji reliabilitas, dan melalui software BILOG-MG untuk mengetahui karakteristik tiap instrumen penilaian hasil belajar yang dikembangkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 7 butir soal yang dikembangkan dinyatakan valid dengan reliabilitas sedang dan 1 butir soal dinyatakan tidak valid. Sedangkan 7 butir soal yang dinyatakan valid meliputi daya pembeda, tingkat kesukaran, dan nilai guessing termasuk kategori baik, hanya butir soal nomor 1 yang mempunyai kategori tingkat kesukaran tidak baik. Kata kunci: instrumen penilaian, kognitif, PISA PENDAHULUANPISA (Programme for Internasional Student Assessment) merupakan studi internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, sains, dan keuangan siswa sekolah berusia 15 tahun (Rahmawati & Tatag, 2014). PISA diikuti oleh beberapa negara yang tergabung dalam OECD (The Organisation for Economic Co-operation and Development) termasuk Indonesia. PISA dilaksanakan setiap tiga tahun sekali dengan fokus literasi yang berbeda setiap pelaksanaannya, mulai dari tahun
The objectives of the research are to examine: (1) the relationship between parents’ education level as an indicator of socioeconomic status (SES) with students’ mathematics achievement, and (2) the interaction between parents’ education level and the intensity of parental involvement in predicting students’ mathematics achievement. The sample (N=2,867) was selected through stratified random sampling of Indonesian high school National Examination (NE) test takers in 2016. The sampling was based on careful consideration of the representativeness and the distribution of provinces, gender, type of school (general-vocational), and school status (public-private). Data was analyzed using parallel multiple mediator analyses. The findings highlight that: (1) compared to fathers, mothers’ education level had a stronger contribution to students’ achievement in mathematics, and (2) mothers’ involvement mediated the relationship between mothers’ level of education and students’ mathematics achievement. However, more intensive parental involvement was associated with lower mathematics achievement. Keywords: SES, mathematics, parents’ education levels, involvement STATUS SOSIAL EKONOMI, KETERLIBATAN ORANGTUA DALAM BELAJAR DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMA DI INDONESIA Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji: (1) kaitan antara tingkat pendidikan orangtua sebagai indikator status sosial ekonomi (SSE) dengan hasil belajar matematika siswa, dan (2) interaksi antara tingkat pendidikan orangtua dengan intensitas keterlibatan orangtua dalam memprediksi hasil belajar matematika anak-anaknya. Sampel penelitian ini (N=2,867) dipilih secara stratified random sampling dari peserta Ujian Nasional di Indonesia tahun 2016 jenjang SMA. Pengambilan sampel didasarkan pada keterwakilan dan sebaran provinsi, jenis kelamin, jenis sekolah (SMA/MA atau SMK) dan status sekolah (negeri-swasta). Data dianalisis dengan menggunakan analisis parallel multiple mediator. Hasil penelitian menunjukkan: (1) pendidikan ibu memiliki peran sangat penting karena sangat berkonstribusi dalam menunjang hasil belajar matematika anaknya dibandingkan pendidikan ayah, dan (2) keterlibatan ibu dalam belajar anak yang dimediasi tingkat pendidikannya berpengaruh terhadap hasil belajar matematika anaknya. Namun demikian, keterlibatan orangtua yang terlalu intens dalam kegiatan belajar anak justru berdampak kurang baik terhadap hasil belajar matematika anaknya. Kata Kunci: SSE, matematika, tingkat pendidikan orangtua, keterlibatan
Self-regulation integrate many things of learning theories and can guide the students to strive to achieve learning goals by controlling the thoughts, behaviors, and emotions. This study aims to determine the theoretical models, testing them with empirical data, and finding influence between the ability of self-regulation to mathematics achievement. The ability of self-regulation measures consists of metacognition, motivation, and behavior. The field research with verification approach was conducted in MTsN Tanjunganom Nganjuk. The total sample is 112 students. The instrument is form of questionnaires. Mathematics achievement is taken from value data of middle semester of 2015/2016 academic year. The data were analyzed by LISREL software version 9.2 through statistical methods of Confirmatory Factor Analysis. The results shows that the theoretical model developed the show compliance with the criteria suitability test conducted. The test matches in accordance with the criteria of Goodness of Fit is a p-value and RMSEA. Keywords: Self-regulation; Metacognition; Motivation; Behavior. Regulasi diri (self-regulation) merupakan proses untuk mengaktifkan dan mengatur pikiran, perilaku dan emosi dalam mencapai suatu tujuan. Ketika tujuan tersebut berhubungan dengan pembelajaran, maka regulasi diri yang dimaksud adalah self regulated learning (regulasi diri dalam belajar) (Woolfolk, 2008). Regulasi diri dalam belajar digambarkan sebagai strategi-strategi yang digunakan siswa untuk mengatur kognisinya (menggunakan strategi-strategi kognitif dan metakognitif) dan juga PENDAHULUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan teori pemrosesan informasi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dilaksanakan di salah satu SMAN favorit di kota Surabaya kelas XIMIA-4. Subjek penelitian dipilih berdasarkan skor Tes Kemampuan Matematika (TKM) dan masukan dari guru bidang studi matematika. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari masing-masing dua siswa yang berkemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua siswa menerima informasi atau stimulus berupa soal matematika melalui sensory register dengan indra penglihatan dan pendengaran. Kemudian terjadi attention setelah siswa membaca soal dan muncul perception saat memahami soal. Perception terjadi ketika siswa melakukan retrieval konsep yang dibutuhkan dari long term memory untuk menyelesaikan masalah. Perbedaan saat melakukan retrieval pada masing-masing siswa yaitu siswa yang berkemampuan matematika tinggi mengalami lupa atau forgotten lost terhadap suatu konsep tertentu. Sedangkan siswa yang berkemampuan matematika sedang mengalami kesalahan atau retrieval failure dalam menjelaskan konsep terkait pengertian sudut elevasi. Sedangkan bagi siswa yang berkemampuan matematika rendah sering mengalami kesalahan dan lupa dikarenakan konsep-konsep yang dibutuhkan di short term memory tidak tersimpan dengan baik oleh long term memory.
Tujuan penting pembelajaran matematika adalah membantu anak memahami konsep. Dengan memahami konsep, anak dapat mengembangkan kemampuan penalaran dan memecahkan masalah matematika secara baik. Sebaliknya, proses pembelajaran yang hanya menekankan pada latihan (drill) tanpa penanaman konsep yang memadai berakibat anak cenderung menggunakan pengetahuan prosedurnya ketika dihadapkan dengan suatu problem. Kecenderungan ini membawa dampak bila urutan prosedur pada soal diubah atau dimodifikasi, anak akan mengalami kegagalan menyelesaikannya. Untuk itulah, tulisan ini menguraikan dua teori tentang terbentuknya konsepsi matematika, yakni teori reifikasi dan teori APOS. Dengan mencermati kedua teori tersebut, diharapkan guru semakin menyadari bagaimana seharusnya melakukan proses pembelajaran matematika. Pada teori reifikasi, proses terbentuk-nya konsepsi pada diri anak melalui tahapan interiorisasi, kondensasi, dan reifikasi. Pada teori APOS, terbentuknya konsepsi objek matematika pada diri anak sebagai hasil dari suatu rangkaian aksi, proses, objek dan skema.
Mathematics teaching and learning should equip students with the ability to think critically and creatively and problem-solving skill to enable them to compete in the industrial revolution 4.0. This descriptive explorative study explores the readiness and challenges faced by Indonesian junior high school (SMP/MTs) student in solving HOTs type mathematics test using Islamic context. Data were collected from a test-based open-ended questionnaire distributed to 164 students in the 8th of five schools in Sidoarjo East Java comprising 2 junior madrasas (Islamic schools), 2 Islamic-based junior high schools and 1 public junior high school. Descriptive analysis using SPSS and categorization of responses (referring to response options in the questionnaire such as have ever-never, necessary-unnecessary, answered-not answered, etc) show that considering their experience, the students are “less ready” to face HOTs type mathematics test. However, students expect that they can be given more practices in doing HOTs type mathematics questions to help them get accustomed to this type of question. Being unaccustomed to non-routine and lengthy questions, lazy trait and being unfamiliar to Islamic terms used as the context of the question becomes the challenges for the students in facing HOTs type mathematics test.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.