ABSTRAKKopi Robusta Indonesia memiliki agroklimat dan elevasi tempat yang variatif serta lebih luas sehingga berpotensi sebagai penghasil kopi Robusta yang bermutu tinggi dengan citarasa dan aroma khas. Penelitian telah dilaksanakan di perkebunan rakyat Provinsi Lampung dari bulan Januari hingga Desember 2013. Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh elevasi dan pengolahan terhadap kandungan kimia serta citarasa kopi Robusta di perkebunan kopi Robusta milik rakyat di Provinsi Lampung. Penelitian menggunakan metode survey dan analisis datanya mengikuti Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah empat ketinggian tempat, yaitu (1) 200; (2) 400; (3) 600 dan (4) 800 m dpl, sedangkan faktor kedua pengolahan buah kopi, yaitu (1) basah dan (2) kering. Parameter yang diamati meliputi pengujian kadar kafein, protein, lemak, dan abu serta uji organoleptik (cupping test). Hasil penelitian mendapatkan bahwa makin tinggi elevasi tempat tumbuh kopi Robusta di daerah Lampung maka kadar kafein dan lemak cenderung semakin meningkat. Selanjutnya, proses pengolahan kopi secara basah menghasilkan mutu citarasa kopi Robusta Lampung lebih tinggi dibandingkan dengan pengolahan secara kering.
ABSTRAKMikoriza merupakan agens hayati yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia (anorganik) karena dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara tanah. Penelitian bertujuan mengevaluasi efektivitas mikoriza dan pupuk NPKMg terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kopi muda di lapangan. Penelitian dilaksanakan di KP. Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat, mulai Januari 2013 sampai November 2014. Perlakuan yang diuji adalah penggunaan mikoriza 3 taraf: tanpa mikoriza, 200 spora/pohon, dan 400 spora/pohon; dan pemberian pupuk NPKMg, 4 dosis (dosis rekomendasi, ¾, ½, dan ¼ dosis rekomendasi). Perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok, 3 ulangan dengan ukuran petak 4 pohon. Dosis rekomendasi adalah pemberian pupuk NPKMg sebanyak 140 g/pohon/tahun (40 g urea, 50 g SP-36, 30 g KCl, dan 20 g kieserit). Pupuk NPKMg diberikan dalam 2 tahap, sedangkan mikoriza diaplikasikan dua bulan setelah pemberian pupuk NPKMg yang pertama. Parameter yang diamati meliputi karakter vegetatif (tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah cabang) dan generatif (hasil kopi) serta tingkat infeksi mikoriza pada akar kopi. Hasil penelitian menunjukkan pemberian kombinasi mikoriza 400 spora dan 105 g NPKMg per pohon/tahun menghasilkan pertumbuhan tanaman kopi terbaik sampai umur 15 bulan setelah tanam, tetapi belum berpengaruh terhadap produksi kopi. Pemberian inokulum mikoriza sebanyak 200 dan 400 spora/pohon memperlihatkan tingkat infeksi mikoriza yang sama pada akar kopi pada semua pemberian dosis pupuk.Kata kunci: Kopi Arabika, mikoriza, pupuk NPKMg/tree/years (40 g urea, 30 g KCl, and 20 g kieserit ABSTRACT Mycorrhiza is a biological agent that could improve the efficiency of chemical fertilizers (inorganic) due to it can increase the availability of soil nutrients. The study aimed to evaluate the effectiveness of mycorrhiza and NPKMg fertilizers on growth and yield of coffee plants in the field. The research was carried out at KP. Pakuwon, Sukabumi, West Java, from January 2013 to November 2014. The treatments that examined in this study were 3 levels of mycorrhiza application (M0, without mycorrhizal fungi; M1, application of 200 spore/tree; and M2, application of 400 spore/tree), and 4 dosage of NPKMg fertilizers (F1, recommended dose, RD; F2, ¾ RD; F3, ½ RD, and F4, ¼ RD). The treatments were arranged in a ramdomized block design with 3 replications, and the plot size consisted of 4 coffee plants. The recommended dose of fertilizer is 140 g
ABSTRAKKopi luwak dihasilkan dari proses pencernaan biji kopi oleh mikrob yang berlangsung intensif dalam organ intestinum tenue (usus halus) dan caecum (usus buntu) luwak. Oleh karena itu, proses fermentasi biji kopi menggunakan mikrob probiotik yang diisolasi dari organ pencernaan hewan luwak diharapkan dapat menghasilkan produk kopi dengan citarasa dan aroma khas mirip kopi luwak. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh periode fermentasi terhadap mutu fisik biji dan profil citarasa kopi Arabika probiotik. Penelitian dilaksanakan di Desa Belanga dan Belantih, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, laboratorium BPTP Bali, laboratorium PPKKI Jember, dan laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor, mulai bulan Juni sampai Desember 2013. Fermentasi dilakukan dalam 2 tahap: (1) menggunakan mikrob probiotik yang diisolasi dari intestum tenue luwak dan (2) menggunakan mikrob probiotik yang diisolasi dari caecum luwak. Perlakuan disusun sebagai berikut: P1 = fermentasi tahap I dan II, masing-masing selama 4 hari, P2 = fermentasi tahap I dan II, masing-masing selama 5 hari, P3 = fermentasi tahap I dan II, masing-masing selama 6 hari, P4 = fermentasi tahap I dan II, masing-masing selama 7 hari, dan sebagai pembanding P5 = biji kopi luwak asli dari pembudidaya luwak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biji kopi Arabika probiotik mempunyai mutu fisik yang cukup baik dan sesuai dengan spesifikasi SNI 01-2907-2008. Mutu citarasa terbaik diperoleh pada 2 tahap fermentasi masing-masing selama 6 dan 7 hari dengan total skor 81,44 dan 80,91 sehingga dapat digolongkan sebagai kopi spesialti. Mutu tersebut lebih baik dibandingkan dengan kopi asli dari pembudidaya luwak.Kata kunci: Kopi Arabika, citarasa, fermentasi, mikrob probiotik, pencernaan luwak ABSTRACT Civet coffee is produced through microbial digestion inside the civet's tenue intestinal and caecum. Therefore, fermented coffee using probiotic microbes isolated from the civet digestive organs presumably will produce coffee with a distinctive flavor and aroma, which is similar to civet coffee. The research aimed to determine the effect of the fermentation period on physical quality of beans and flavor profile of probiotics
ABSTRAKKetinggian tempat mempengaruhi unsur-unsur iklim yang akan berdampak terhadap sifat kimia tanah. Pertumbuhan, produktivitas, mutu, dan citarasa kopi ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya sifat kimia tanah. Tujuan penelitian adalah menganalisis korelasi antara ketinggian tempat, sifat kimia tanah, dan mutu fisik biji kopi Arabika di dataran tinggi Kabupaten Garut. Penelitian dilakukan di dataran tinggi Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, mulai bulan April sampai Agustus 2014. Penelitian menggunakan metode survei dengan pemilihan lokasi dan ketinggian tempat secara purposive serta pengambilan sampel tanah dan biji kopi secara acak di masing-masing lokasi. Parameter yang diamati adalah sifat kimia tanah, persentase biji normal, dan berat biji kopi Arabika pada ketinggian tempat 1.000-1.600 m dpl. Data dianalisis menggunakan korelasi. Hasil penelitian menunjukkan korelasi yang nyata antara ketinggian tempat dengan beberapa sifat kimia tanah dan mutu fisik biji kopi Arabika di dataran tinggi Garut. Semakin tinggi tempat maka semakin meningkat pula sifat kimia tanah seperti pH, C-organik, N-total, Na, dan KTK, tetapi sebaliknya untuk P 2 O 5 total. Meningkatnya tinggi tempat dan beberapa sifat kimia tanah tersebut seiring dengan meningkatnya pula persentase biji normal dan berat 100 biji kopi Arabika.
ABSTRAKKabupaten Garut merupakan salah satu daerah penghasil kopi Arabika yang mempunyai citarasa dan aroma khas dan berpotensi menjadi kopi spesialti. Penelitian bertujuan mengetahui atribut kualitas kopi Arabika Garut pada tiga ketinggian tempat yang berbeda. Percobaan dilakukan pada perkebunan kopi rakyat di wilayah Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, mulai bulan April sampai Oktober 2014. Sampel buah kopi Arabika yang sudah matang fisiologis (berwarna merah) diambil dari tiga ketinggian tempat yang berbeda, yaitu A = 1.200 m di atas permukaan laut (dpl) (Desa Simpang, Kecamatan Taraju), B = 1.400 m dpl (Desa Margamulya, Kecamatan Cikandang), dan C = 1.600 m dpl (Desa Kramatwangi, Kecamatan Cisurupan). Buah kopi selanjutnya diproses menggunakan prosedur olah basah. Biji kopi beras hasil olah basah kemudian digunakan untuk analisis kandungan protein, kafein, lemak, dan abu (dilakukan di Laboratorium Terpadu Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar, Sukabumi) serta pengujian organoleptik (cupping test) (dilaksanakan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember). Atribut citarasa yang dinilai meliputi aroma (bau aroma saat diseduh), flavor (rasa di lidah), body (kekentalan), acidity (keasaman), aftertaste (rasa yang tertinggal dimulut), sweetness (rasa manis), balance (aspek keseimbangan rasa), clean cup (kesan rasa umum), uniformity (adanya keseragaman rasa dari tiap cangkir), dan overall (aspek rasa keseluruhan). Hasil analisis memperlihatkan bahwa total skor citarasa kopi Arabika, yang ditanam pada tiga ketinggian tempat berbeda di daerah Garut, adalah 81,25-83,00 (memenuhi kriteria sebagai kopi spesialti). Kopi Arabika yang ditanam pada ketinggian 1.600 m dpl mempunyai kandungan protein, kafein, lemak, dan abu serta total skor citarasa paling tinggi dengan karakter spicy, strong fragrance, dan chocolaty. Kata kunci: Kopi Arabika, ketinggian tempat, citarasa, spesialti ABSTRACT Garut is one of producing areas of Arabica coffee that has a distinctive flavor and aroma, which could potentially be a specialty coffee. The objective of this study was to determine the quality attributes of Arabica coffee grown at three different altitudes. The experiment was conducted at smallholder coffee plantations in Garut, West Java Province from April to October 2014. Arabica coffee that ripen physiologically (red color), which were used as sample in this study, were harvested from three different growing altitudes: A = 1,200 m above sea level (Simpang Village, Tarajuk Sub-District), B = 1,400 m above sea level (Margamulya Village, Cikandang Sub-District), and C = 1,600 m above sea level (Kramatwangi Village, Cisurupan Sub-District). Coffee berries were subsequently processed using wet processing procedure. Green beans resulted from those wet processing were then subjected to analysis of protein, caffeine, lipid, and ash content (conducted at Integrated Laboratory of Indonesian Industrial and Berverage Crops Research Institute)
<p>Model peremajaan bertahap merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas karet rakyat yang sudah tua dan rusak. Kelemahan dari model ini adalah tingginya keragaman pertumbuhan tanaman muda di lapangan. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh pemupukan ekstra dan pemberian mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman karet muda dalam model peremajaan secara bertahap. Lokasi penelitian di Desa Ramsay, Kecamatan Way Tuba, jenis tanah podsolik merah kuning dengan klasifikasi iklim termasuk B2 menurut Oldemand, mulai tahun 2012 sampai tahun 2014. Penelitian dilakukan dengan rancangan petak terpisah. Sebagai petak utama adalah umur tanaman: P<sub>1</sub> (umur 3 tahun), P<sub>2</sub> (2 tahun), dan P<sub>3</sub> (1 tahun). Sebagai anak petak adalah dosis pupuk: D<sub>1</sub> (dosis 100% rekomendasi), D<sub>2</sub> (dosis 100% rekomendasi + mikoriza), D<sub>3</sub> (dosis 125% rekomendasi), dan D<sub>4</sub> (dosis 125% rekomendasi + mikoriza). Pemberian pupuk dilakukan dua kali setahun, sedangkan mikoriza diberikan satu kali setahun pada akhir musim hujan. Bahan tanaman yang digunakan adalah klon karet PB 260, dengan teknik budidaya standar seperti penyiangan, bobokor, dan penyiraman pada saat musim kemarau. Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman dan lilit batang. Hasil penelitian menunjukkan pemberian pupuk ekstra 25% dari rekomendasi yang ditambah dengan mikoriza mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman karet yang tertinggal pertumbuhannya karena umur yang lebih muda. Dosis pupuk 125% dari rekomendasi + mikoriza dapat menghasilkan pertumbuhan tanaman umur 2 tahun sama dengan pertumbuhan tanaman umur 3 tahun yang dipupuk dengan dosis rekomendasi. Mikoriza bekerja secara sinergis dengan pupuk anorganik, dan mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemupukan ekstra pada model peremajaan karet secara bertahap.</p><p><strong>Kata kunci: </strong>Karet, pupuk, mikoriza, peremajaan</p><p><em>Gradual rejuvenation model is an option to increase the productivity of smallholder rubber plantation due to old and damaged plants. The limitation of this model is the high variation of the growth of young plant in the field. This study aimed to determine the effect of extra fertilization and mycorrhiza on the growth of young rubber plants in the gradual rejuvenation model. The research was located at Ramsay Village, Way Tuba District, with red-yellow podzolic soil types and climate type of B2 according to Oldemand, from 2012 to 2014, and arranged in split plot design. The plant age, P1 (3 years old); P2 (2 years old); and P3 (1 year old) was denoted as the main plot, whereas the subplot is fertilizer dosage, D1 (100% of recommended dosage); D2 (100% of recommended dosage + mycorrhiza; D3 (125% of recommended dosage); D4 (125% of recommended dosage + mycorrhiza). Fertilizer application was done twice a year, while mycorrhiza were given once a year toward the end of the rainy season. The plant material used was PB 260 clone, with a standard agricultural practices such as weeding and watering during the dry season. Variables measured were plant height and girth. The results showed that application of 25% extra from the recommended dosage + mycorrhiza was able to accelerate the growth of young rubber plants. Fertilizer dose of 125% from the recommendation + mycorrhiza applied on 2-year-old plants exhibited the same growth with 3-year-old plant that treated with recommended dosage. This result indicates that mycorrhiza works synergistically with inorganic fertilizer, which enhances the effectivity and efficiency of extra fertilization in gradually rejuvenation models.</em></p>
Mv..t xins carta ination in sun drcd ncoa has becane. Nnc.n it pubtic h;atk b]t it has nat beeh studled thatarghty yet fhis rcsearch amed ta ,ntterctand the edolagy al funsal caht.n'nahn in rchtion La the ac.urcnc-o at t.xi.enic etaboltes in tndaheslan a.d Austahah lamented mcda fhe be;s werc sunade d$ntected with o 4a/r chtaine pnot b depasite onto Dbhbtan 13 a/" Glrcercl Aaar IDG lA OxAtD) ratal funsat cauht was ahtrhed tanl seiat ditutbns an DG 13 hedlun Steakins ahta Dichlahn Rase Bensat chtatanphenicat Agat (DRBC AXaID) pudied a spectr nauid c.bnv Simuttaneoustr, Asp.tsillus sec Ftavt calanies wete canlltned usrns u",-J,r! D,sed D. |ao,ooq,d, \da-.,ah bPol \4t.d be'r.ea a 0 , .o .ua ra^-e. hd r ^d a .-9h r t 9. at dt b'dr Penic)lfun cittrhm, and Penic'ttip s.nolosun Ihe baahs l,an Oreenstand a,e hlqh courts .r EcdLs specres ahd tactic ac,id bactela and it is iooestia tna Lney served ,s ,a,u€, biacantht asents asainst the xeywads : nycatoxigenic tung dacoa beans taatic add bacteia Baci us roduksrkakao kerins secara goba menqalami pen ngkalan lalrunan 6_10%
ABSTRAKIdentifikasi dan pengelompokan aksesi plasma nutfah kakao berdasarkan karakter morfologi komponen buah merupakan langkah awal yang penting dalam kegiatan pemuliaan untuk merakit varietas unggul. Tujuan penelitian adalah mengelompokkan 33 aksesi kakao berdasarkan karakter morfologi komponen buah. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Pakuwon, Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri), Sukabumi, mulai bulan Januari sampai Desember 2015. Metode yang digunakan adalah observasi terhadap 33 aksesi kakao Kaliwining (KW) yang ditanam tahun 2012 dengan jarak tanam 3 m x 3 m dan pohon penaung kelapa Genjah Salak umur 26 tahun. Pemilihan 10 sampel pohon per aksesi dilakukan secara acak sederhana, dan panen buah dilakukan dua kali, yaitu pada bulan Februari dan Oktober 2015 berdasarkan musim yang berbeda. Sebanyak 20 sampel buah per aksesi dipilih secara acak sederhana, masing-masing 10 buah untuk setiap waktu panen. Pengamatan dilakukan terhadap 7 karakter komponen buah yang meliputi: (1) bobot segar buah, (2) jumlah biji, (3) bobot segar biji, (4) bobot kering biji, (5) bobot segar kulit buah, (6) jumlah alur kulit buah, dan (7) bobot segar pulpa. Analisis data dilakukan dengan analisis faktor, klaster berhierarki metode Ward's dan diskriminan. Hasil penelitian menunjukkan 19 aksesi kakao tergolong berkarakter komponen biji dan kulit buah yang tinggi, 9 aksesi tergolong berkarakter bobot pulpa yang tinggi, dan 5 aksesi, yaitu KW 162, KW 528, KW 570, KW 571, dan KW 720 tergolong tinggi dalam semua karakter komponen buah. Aksesi-aksesi tersebut potensial untuk dijadikan tetua dalam merakit varietas unggul kakao. Kata kunci: Analisis faktor, dendrogram, kakao, komponen buah, plasma nutfah ABSTRACT Identification and grouping of diverse cacao accessions based on morphological character of pod components is important in breeding activities
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
334 Leonard St
Brooklyn, NY 11211
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.