The aim of this study was to determine the prevalence and complications as well as to correlate maternal and fetal outcome with glycaemic control, in a community of Pakistani women. This was a retrospective study of 6830 deliveries over a 5‐year period in a tertiary care hospital in Karachi. Either a 75 g glucose tolerance test or a screening 50 g glucose challenge was administered depending on risk factors for Gestational Diabetes Mellitus (GDM). Case records of deliveries during this period were analysed for presence of GDM or pre‐existing diabetes; glycaemic control and complications were ascertained for those with diabetes. During this period 267 (3.9 %) of the 6830 deliveries were identified as diabetic pregnancies. Of these 223 (3.3 %) had GDM and 44 (0.6 %) women had pre‐existing diabetes mellitus. Overall maternal complications were high; pre‐eclampsia (19 %), polyhydramnios (4.6 %), and threatened abortion (3.4 %). Fetal complications of macrosomia (13.1 %), intrauterine growth retardation (7.1 %), intrauterine deaths (5.3 %) were noted. Complications were higher in poorly controlled groups. We conclude that the prevalence of GDM in Pakistani women in our study was comparable to their Western counterparts but complication rates were higher, possibly due to poorer glycaemic control.
Indonesia has the highest prevalence of smoking behavior among Southeast Asian countries. This study aimed to determine predictors of smoking behavior between rural and urban areas. Data were taken from The Global Adult Tobacco Survey (GATS). This study used ross-sectional analytical study and multiple logistic regression analysis. Samples were 8,305 Indonesian adults aged ≥ 15 years. The study showed that smokers in rural area were higher than in urban area, respectively 36.8% and 31.9%. Significant predictors of smoking behavior in rural and urban areas were age, occupation, sex, education level, economic status as well as smoking rule inside home. In urban area, age was also significant predictor and otherwise in rural area. The strongest predictor was smoking rule inside home and sex for smoking behavior, either in rural or in urban area. Tobacco control program should be relatively increased by considering the appropriate target population both in rural and urban area due to a little different of smoking behavior path, hence sex perspective should be involved also in tobacco control program. Regulation on smoke-free home should be encouraged to be implemented among houses of community.AbstrakIndonesia memiliki prevalensi perilaku merokok tertinggi di antara negara-negara di Asia Tenggara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prediktor terhadap perilaku merokok antara wilayah pedesaan dan perkotaan. Data diambil dari Global Adult Tobacco Survey. Penelitian menggunakan studi analitik potong lintang dan analisis regresi logistik ganda. Sampel berjumlah 8.305 orang dewasa Indonesia berusia ≥ 15 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa perokok di wilayah pedesaan lebih tinggi dibandingkan di wilayah perkotaan, masing-masing 36,8% dan 31,9%. Prediktor signifikan terhadap perilaku merokok di wilayah pedesaan dan perkotaan adalah usia, pekerjaan, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status ekonomi serta aturan merokok di dalam rumah. Di wilayah perkotaan, usia juga merupakan prediktor yang signifikan dan sebaliknya di wilayah pedesaan. Prediktor terkuat adalah aturan merokok di dalam rumah dan jenis kelamin untuk perilaku merokok di wilayah pedesaan atau perkotaan. Program pengendalian tembakau secara relatif harus ditingkatkan dengan mempertimbangkan populasi target yang sesuai, baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan karena adanya sedikit perbedaan jalan perilaku merokok, maka sudut pandang jenis kelamin juga harus dilibatkan dalam program pengendalian tembakau. Aturan rumah bebas asap rokok harus didorong untuk diterapkan pada rumah penduduk.
Sanitasi Pasar merupakan hal yang perlu diperhatikan karena pasar merupakan tempat berkumpulnya banyak orang. Kondisi sanitasi yang kurang baik seperti sampah yang berserakan dan tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan perkembangan vektor lalat. Vektor lalat dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti kolera, tifus, diare dan penyakit gangguan pencernaan bagi masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis korelasi timbulan sampah dengan kepadatan lalat serta model prediksi kepadatan lalat di Pasar Kabupaten Kuningan. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Penelitian dilakukan di pasar se-Kabupaten Kuningan pada bulan Juni-Agustus tahun 2020. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasar yang ada di Kabupaten Kuningan, jumlah sampel pada penelitian ini adalah 31 pasar yang diambil berdasarkan total sampling. Variabel dependen pada penelitian ini adalah kepadatan lalat, variabel independen adalah timbulan sampah. Instrumen penelitian yang digunakan adalah adalah lembar observasi, bak sampah ukuran 20 x 20 x 100 cm, timbangan gantung digital dan fly grill berwarna kuning ukuran 100 x 100 cm. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi ke setiap TPS pasar. Analisis bivariat dilakukan dengan uji Korelasi Person dan Multivariat Regresi Linieer. Hasil penelitian menunjukan rata-rata kepadatan lalat di Pasar Kabupaten Kuningan adalah 22,35 ekor/block grill dan rata-rata jumlah timbulan sampah Pasar di Kabupaten Kuningan adalah 1,1879 kg/pedagang/hari. Terdapat korelasi (r) yang signifikan antara timbulan sampah dan kepadatan lalat dengan nilai r 0,703. Model prediksi kepadatan lalat yaitu dengan rumus persamaan (Y) = 1,006 + 17,971 (X), atau Kepadatan lalat = 1,006 + 17,971 (timbulan sampah). Adanya korelasi positif antara jumlah timbulan sampah dengan tingkat kepadatan lalat. Model prediksi menunjukan jika adanya penambahan 1 % timbulan sampah, maka kepadatan lalat akan meningkat sebesar 17,971. Dengan demikian, pihak pengelola pasar perlu melakukan upaya penyehatan lingkungan pasar khususnya di area tempat pembuangan sampah sementara serta melakukan pengendalian terhadap kepadatan lalat.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) masih menjadi permasalahan di negara berkembang. Berdasarkan laporan riset kesehatan dasar tahun 2013 menunjukan bahwa proporsi BBLR di Indonesia yaitu 10.2 %. Paparan asap rokok dapat menjadi faktor resiko terjadinya BBLR. Berdasarkan Riskesdas (2013) sebesar 85% rumah tangga Indonesia terpapar asap rokok. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar karbon monoksida (CO) hamil perokok pasif dengan kejadian BBLR. Jenis penelitian menggunakan desain kasus kontrol. Populasi penelitian adalah ibu hamil yang melahirkan pada periode waktu Januari 2017 sampai dengan Maret 2018 di wilayah Puskesmas Manggari Kabupaten Kuningan. Adapun besar sampel dalam penelitian yaitu total sampling sebanyak 27 orang dengan ratio 1:1. Sehingga jumlah sampel sebanyak 54 orang. Selain itu penelitian ini didukung dengan data kualitatif menggunakan kombinasi (mix method) model concurrent-embedded. Instrumen penelitian berupa kuesioner dan alat pengukur karbon monoksida (CO) yaitu Micro + ™ Smokerlyzer. Analisis data dilakukan melalui analisis univariat, bivariat (uji chi-squre) dan analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukan 54,2 % ibu yang memiliki kadar CO kategori berbahaya mengalami kejadian BBLR. Sebanyak 46.7 % ibu yang memiliki kadar CO kategori normal mengalami kejadian BBLN. Perbedaan proporsi berdasarkan kategori kadar CO pada ibu antara kelompok kasus (BBLR) dan kontrol (BBLN) tidak berbeda secara signifikan (p;0,584; OR:1,4; 95%CI:0,460-3,964).
Pola konsumsi fast food merupakan salah satu faktor penyebab masalah obesitas pada remaja yang semakin meningkat. Pola konsumsi fast food pada remaja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengaruh media sosial dan teman sebaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh paparan Instagram dan peran teman sebaya dalam pola konsumsi fast food pada remaja berdasarkan wilayah sekolah perkotaan dan pedesaan di Kabupaten Kuningan Tahun 2018.Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian sebanyak 89 orang siswa kelas XI yang berasal dari wilayah sekolah perkotaan (SMAN 2 Kuningan) dan 88 orang siswa kelas XI dari wilayah sekolah pedesaan (SMAN 1 Kadugede), diambil dengan menggunakan metode proportionate stratified random sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden. Analisis data dilakukan dengan uji Chi-Square.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola konsumsi fast food pada remaja di wilayah sekolah pedesaan (23,9%) lebih tinggi dibandingkan wilayah sekolah perkotaan (23,6%). Remaja yang sering mengkonsumsi fast food karena paparan Instagram di wilayah sekolah perkotaan (85,7%) lebih tinggi dibandingan wilayah sekolah pedesaan (61,9%), sedangkan remaja yang sering mengkonsumsi fast food karena peran teman sebaya di wilayah sekolah perkotaan (52,4%) sama dengan wilayah sekolah pedesaan (52,4%). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa paparan Instagram mempunyai keterkaitan terhadap pola konsumsi fast food pada remaja, baik di wilayah sekolah perkotaan (p=0,002) maupun pedesaan (p=0,008), sedangkan peran teman sebaya tidak mempunyai keterkaitan terhadap pola konsumsi fast food pada remaja, baik di wilayah sekolah perkotaan (p=0,586) maupun pedesaan (p=0,08).Ada pengaruh signifikan paparan Instagram terhadap pola konsumsi fast food pada remaja berdasarkan wilayah sekolah perkotaan dan pedesaan di Kabupaten Kuningan. Diperlukan edukasi/penyuluhan antar teman sebaya yang berkaitan dengan penggunaan Instagram untuk hal-hal yang berdampak positif bagi kesehatan pada remaja.
Tuberkulosis menjadi penyakit no.2 mematikan di dunia, maka perlu upaya strategi penyelesaian penyakit tersebut. Salah satunya program kemenkes RI yaitu Eliminasi TB 2030 yang meliputi penemuan aktif, kemitraan dan mobilisasi sosial (kegiatan investigasi kontak serta Penyuluhan TB) yang dilakukan oleh kader. Pada tahun 2020 di Kuningan ada 1.009 IK, menurun dibanding tahun 2019 ada 1.720 IK yang di laporkan. Kinerja kader mengalami penurunan karena dilihat dari jumlah kasus TB di Kabupaten Kuningan masih sebanyak 2.504 kasus yang diperkirakan hanya ditemukan sekitar 65.63% terduga kasus. Maka daripada itu perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis faktor yang berhubungan dengan Kinerja Kader Kesehatan Tuberkulosis di Kabupaten Kuningan pada pada saat pandemi COVID-19 tahun 2020. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan korelasional. Desain yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah kader kesehatan TB Kabupaten Kuningan sebanyak 65 orang kader (total sampling). Pengumpulan data dilakukan dengan mengisi kuesioner dan lembar kinerja melalui wawancara. Analisis data menggunakan uji chi-square dan rank spearman. Sebanyak 64.6% kader memiliki kinerja yang kurang baik. Hasil uji hipotesis menunjukkan terdapat hubungan antara kinerja denan umur (P=0.003), masa kerja (P=0.001), motivasi (P=0.010) dan sikap (P=0.001). Kemudian tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kinerja dengan status pekerjaan (P=0.375) dan pendidikan (P=0.098). Tidak ada hubungan antara umur, pendidikan dan status pekerjaan dengan Kinerja kader. Adanya hubungan antara masa kerja, motivasi dan sikap dengan kinerja kader kesehatan. Perlu dilakukan pemeliharaan dan memotivasi kader kesehatan agar dapat meningkatkan kinerjanya, seperti penyegaran pengetahuan kader.
Diseluruh dunia, sekitar 162 juta balita mengalami kejadian stunting Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia Tenggara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mengetahui bagaimana hubungan determinan sosial kesehatan dengan kejadian stunting. Penelitian dilakukan di Kabupaten Kuningan. Jenis penelitian menggunakan desain kasus kontrol. Populasi penelitian adalah balita yang berumur 24-59 bulan di wilayah Kabupaten Kuningan. Adapun besar sampel dalam penelitian yaitu sebanyak 94 orang dengan ratio 1:1. Sehingga jumlah sampel sebanyak 188 orang. Instrumen penelitian berupa kuesioner dan alat ukur tinggi badan microtoise. Analisis data dilakukan melalui analisis univariat, bivariat (uji chi-squre) dan logistik berganda sederhana. Hasil penelitian menunjukan sebagian besar anak stunting memiliki ibu dengan latar belakang pendidikanya < SMP. Anak balita yang memiliki ibu dengan latar belakang pendidikan < SMP 2,74 kali berisiko mengalami kejadian stunting dibandingkan anak yang memiliki ibu dengan latar belakang pendidikan > SMP. Latar belakang pendidikan ibu merupakan faktor yang berhubungan signifikan dengan kejadian stunting. Latar belakang pendidikan ibu merupakan prediktor yang signifikan dengan kejadian stunting. Perlu adanya peningkatan upaya promosi kesehatan tentang gizi anak serta kesehatan kehamilan pada ibu balita. Pembentukan komunitas literasi kesehatan pada masyarakat perempuan perlu ditingkatkan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.