Dalam tulisan ini dikaji penggunaan disfemisme dalam tayangan kartun anak pada pertelevisian Indonesia yang dikategorikan berbahaya serta hati-hati menurut KPAI dan KPI. Permasalahan dalam tulisan ini difokuskan pada pembahasan jenis disfemisme yang digunakan. Penelitian ini berjenis deskriptif kualitatif. Data penelitian ini berupa kalimat yang mengandung disfemisme. Sumber data penelitian ini adalah tayangan kartun anak "Spongebob Squarepants"¸ "Crayon Shinchan", dan "Little Krishna" yang diambil dari tayangan televisi dan YouTube. Metode penyediaan data yang digunakan adalah metode simak dengan teknik rekam dan teknik catat. Metode analisis data yang digunakan adalah metode agih dengan teknik bagi unsur langsung, teknik lesap, dan teknik ganti. Hasil analisis data disajikan dengan metode informal. Berdasarkan hasil analisis data, disimpulkan bahwa jenis disfemisme dalam tayangan kartun anak pada pertelevisian Indonesia berupa 1) perbandingan manusia dengan hewan yang secara konvensional dianggap memiliki perilaku tertentu, 2) istilah atau julukan yang berasal dari organ tubuh yang ditabukan, efluvia tubuh (bau atau sekresi), dan perilaku seksual, 3) julukan atau sapaan disfemistik yang diambil dari karakter fisik yang terlihat sehingga dianggap seolah menjadi orang yang abnormal, 4) kutukan dan julukan yang menggunakan istilah dari abnormalitas mental atau penyakit jiwa, 5) disfemisme sexist, racist, speciesist, classist, ageist, dan -IST lainnya yang berfungsi sebagai penghinaan, dan 6) istilah penghinaan atau tidak hormat yang menyerukan penghinaan pada karakter yang dituju. Kata-Kata Kunci: disfemisme, jenis disfemisme, kartun anak
Bahasa gaul adalah gaya bahasa yang sering digunakan di kalangan remaja karena perkembangan atau modifikasi dua bahasa atau lebih. Bahasa gaul yang sering digunakan remaja di media sosial memunculkan makna baru untuk kata-kata tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pergeseran makna yang terjadi pada kata cabut dan ambyar. Objek penelitian ini adalah pergeseran makna yang terjadi dalam bahasa Indonesia. Data dalam penelitian ini adalah kata atau kalimat yang mengandung kata cabut dan ambyar. Sumber data diperoleh dari media sosial, Twitter dan Instagram. Media sosial dipilih karena remaja banyak menggunakan bahasa gaul yang mengalami pergeseran makna. Teknis analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode agih. Metode agih digunakan untuk menganalisis data tertulis berkaitan dengan analisis pergeseran makna pada kata cabut dan ambyar. Hasil penelitian ditemukan bahwa kata cabut tidak hanya digunakan untuk mendefinisikan kegiatan untuk menarik sesuatu dari akarnya. Kata cabutmengalami perluasan makna secara meluas digunakan untuk menyatakan ungkapan pergi atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Kata ambyar yang sering digunakan untuk mendefinisikan perasaan seseorang yang sedang patah hati. Kata ambyar dalam penelitian ini juga ditemukan makna kata baru dalam bidang kuliner. Kata ambyar termasuk mengalami pergeseran makna meluas karena memunculkan makna baru di bidang kuliner. Keywords: pergeseran makna, cabut, ambyar, perluasan makna
Dialogic da'wah (preaching) discourse is an interaction between mad'u and dai. Interactions commonly include elements of initiation, response, and feedback. Every element in the interaction consists of various acts. This article emphasizes the description of act contained in the element of initiation. This article wants to show the difference between classroom discourse and dialogic preaching discourse on the elements of initiation. The data in this article are speech utterances when mad'u asking questions. The source of the data in this article is dialogical preaching, both organized by Islamic mass organizations and non-mass organizations in Surakarta. The method of obtaining data is listen and record method. Data analysis uses Birmingham School of Discourse Analysis theory. The results of the data analysis show that not all acts that occur in the classroom discourse are found in the dialogic preaching discourse. Even, there are acts that are not found in the classroom discourse. This arises because the acts in the initiation in the dialogic preaching discourse delivered by mad'u.
Ideology representation in the editorial of Koran Tempo and Kompas on COVID-19 handling in IndonesiaThis article examines the editorials in Koran Tempo and Kompas in representing their ideology of COVID-19 handling in Indonesia. This linguistic research is conducted qualitatively. The data were in the form of Indonesian-language editorial discourse, which discussed the COVID-19 handling in Indonesia. The written research data were taken from national newspapers, namely Koran Tempo and Kompas, and were obtained through the use of listening and note-taking techniques. They were then analyzed using Van Dijk’s critical discourse analysis model. The results of the analysis show that there are differences in the representation of ideology in Koran Tempo and Kompas on COVID-19 handling in Indonesia through their editorials that are systematically constructed in microstructure, superstructure, and macrostructure. In the microstructure, ideology is realized through the lexicon, specifically the use of the dominant persona, use of syntactic structures in the form of active-passive sentences, affirmative sentences, and imperative sentences, as well as the use of repetition styles and metaphors. Koran Tempo uses ideological patterns as actions and ideology beliefs in its superstructure. Meanwhile, Kompas uses ideological patterns as systems of thought and systems of action. The difference between the microstructure and the superstructure results in a different macrostructure. Koran Tempo portrays government as the key stakeholder in handling COVID-19 in Indonesia. Meanwhile, Kompas’ editorial was directed at how the handling of COVID-19 was done through communal actions. The Koran Tempo ideology underlines who has a role in handling COVID-19, while the Kompas ideology focuses at what needs to be done in handling COVID-19.Keywords: critical discourse analysis, editorial discourse, ideology, COVID-19Representasi ideologi dalam tajuk Koran Tempo dan Kompas tentang penanganan COVID-19 di IndonesiaArtikel ini mengkaji perihal bagaimana tajuk pada Koran Tempo dan Kompas merepresentasikan ideologinya tentang penanganan COVID-19 di Indonesia. Penelitian ini berjenis kualitatif dalam bidang linguistik. Data yang dianalisis berbentuk wacana tajuk berbahasa Indonesia yang berisi tentang penanganan COVID-19 di Indonesia. Sumber data penelitian berwujud tertulis yang diambil dari surat kabar nasional: Koran Tempo dan Kompas. Metode simak dan teknik catat dilakukan untuk mengumpulkan data. Model analisis wacana kritis dari Van Dijk diterapkan untuk menganalisis data. Hasil analisis menggambarkan adanya perbedaan representasi ideologi Koran Tempo dan Kompas tentang penanganan COVID-19 di Indonesia melalui tajuk yang dikonstruksi secara sistematis dalam struktur mikro, super struktur, dan struktur makro. Dalam struktur mikro, ideologi direalisasikan melalui leksikon, khususnya penggunaan kata persona yang dominan, penggunaan struktur sintaksis berupa kalimat aktif-pasif, kalimat berita, dan kalimat perintah, serta penggunaan gaya repetisi dan metafora. Koran Tempo menggunakan pola ideologi sebagai tindakan dan ideologi sebagai keyakinan dalam super strukturnya. Sebaliknya, Kompas menggunakan pola ideologi sebagai sistem pemikiran dan sistem tindakan. Perbedaan struktur mikro dan super struktur tersebut menghasilkan struktur makro yang berbeda pula. Koran Tempo mengangkat tema tentang pemerintah sebagai aktor kunci dalam penanganan COVID-19 di Indonesia. Sementara itu, tema tajuk Kompas diarahkan pada penanganan COVID-19 yang dilakukan dengan berbagai tindakan secara bersama-sama. Ideologi Koran Tempo mengarah pada siapa yang berperan dalam penanganan COVID-19, sedangkan ideologi Kompas mengarah pada apa yang perlu dilakukan dalam penanganan COVID-19. Kata kunci: analisis wacana kritis, wacana tajuk, ideologi, COVID-19
Pancasila is an Indonesian ideology and becomes the basis, outlook on life and philosophy in social life. However, understanding and appreciation of Pancasila is considered to have begun to decline in various lives. Based on that reality, this study examines the recent Pancasila conceptualization mapping in print mass media with a conceptual metaphor perspective. This research is a qualitative descriptive type in linguistics that seeks to see people use real language in a discourse to find out the conceptualization of abstract ideas and emotions. From articles on Pancasila in the printed mass media that were collected by listening methods and note techniques, metaphors about Pancasila were identified and analyzed with conceptual metaphor theory through the referential equivalent method. The results of the analysis showed a correspondence between the source and target domains. Pancasila is conceptualized with something else based on the functions, strengths, characteristics, traits, and human experience. Based on the conceptual metaphorical perspective, Pancasila is mapped on "Pancasila Abstrak Pancasila merupakan ideologi Indonesia dan menjadi dasar, pandangan hidup, dan falsafah dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, pemahaman dan penghayatan pada Pancasila dinilai sudah mulai menurun dalam berbagai kehidupan.Berdasarkan realita itu, penelitian ini mengkaji pemetaan konseptualisasi Pancasila akhir-akhir ini dalam media massa cetak dengan perspektif metafora konseptual. Penelitian ini berjenis deskriptif kualitatif dalam linguistik yang berusaha melihat masyarakat menggunakan bahasa secara nyata dalam sebuah wacana untuk mengetahui konseptualisasi dari ide dan emosi yang abstrak. Dari artikel tentang Pancasila dalam media massa cetak yang dikumpulkan dengan metode simak dan teknik catat, metafora tentang Pancasila diidentifikasi dan dianalisis dengan teori metafora konseptual melalui metode padan referensial .Hasil analisis menunjukkan adanya korespondensi antara ranah sumber dengan ranah target. Pancasila dikonseptualkan dengan sesuatu yang lain berdasarkan fungsi, kekuatan, ciri, sifat, dan pengalaman manusia. Berdasarkan perspektif metafora konseptual, Pancasila dipetakan atas "Pancasila Adalah Rumah", "Pancasila Adalah Wadah Kosong", "Pancasila Adalah Benteng", "Pancasila Adalah Pakaian", dan "Pancasila Adalah Keabadian". Kata-kata kunci: metafora konseptual, Pancasila, sumber, target
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.