Pendahuluan: Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah permasalahan akibat gangguan yang dikeluhkan oleh seseorang pada bagian muskuloskeletal seperti pada bagian otot, saraf, tendon, sendi, kartilago, dan spinal discs. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi MSDs yaitu faktor individu, faktor pekerjaan, dan faktor lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik individu (umur, jenis kelamin, masa kerja, dan indeks massa tubuh (IMT) dan karakteristik pekerjaan (postur dan durasi kerja) terhadap risiko terjadinya keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja di pabrik Cooperativa Café Timor (CCT) di Timor-Leste. Metode: Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik cross sectional. Subjek penelitian ini berjumlah 100 orang pekerja dari pabrik CCT yang terpilih melalui purposive sampling technique berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil: Berdasarkan uji korelasi spearman dengan metode uji chi-square diperoleh hasil yaitu adanya hubungan pada variabel umur (p=0,000), jenis kelamin (p=0,012), masa kerja (p=0,000), postur kerja (p=0,000), durasi kerja (p=0,004) serta tidak ada hubungan pada variabel IMT (p=0,218) terhadap risiko terjadinya musculoskeletal disorders (MSDs). Simpulan: Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara umur, jenis kelamin, masa kerja, postur dan durasi kerja, serta tidak terdapat hubungan yang signifikan antara IMT terhadap risiko terjadinya keluhan musculoskeletal disorders. Pekerja dengan umur >35 tahun (23,4%), berjenis kelamin laki-laki (22,4%) dengan masa kerja (33,3%), postur kerja (62,5%) dan durasi kerja (22%) yang tinggi akan berpengaruh mengalami keluhan MSDs dengan risiko tinggi. Kata Kunci: musculoskeletal disorders, pekerja pabrik, cooperativa café timor
Introduction: Kyphosis is generally defined as a disease that occurs in the area of the vertebrae or the human spine which causes a hunched posture. As for some musculoskeletal complaints caused by kyphosis, including changes in body posture that bends forward so that it affects appearance, pain is felt in the spinal area, muscles get tired easily, and tightness in the back area, which in the most severe conditions kyphosis can cause problems in the respiratory tract and other organs. The cause of kyphosis is caused by several factors, namely body mass index, workload, disease scheurman,and birth defects. This study aims to determine whether there is a relationship between Body Mass Index and Physical Activity with the Incidence of Kyphosis in Physiotherapy Students at the Faculty of Medicine, Udayana University. Method: This research is a type of descriptive analytic research approach cross-sectional, using the total sampling technique, the number of subjects was 64 physiotherapy students who met the exclusion and inclusion criteria. Data was taken by measuring body mass index using the BMI formula, using global physical activity questionnaire (GPAQ) to measure physical activity, flexicurve as a measure of the degree of kyphosis.
Cervicogenic headache disebabkan oleh ketidakseimbangan otot di leher, kepala, dan bahu. Insiden cervicogenic headache adalah 2,5 persen pada populasi umum pada, dan 15 persen hingga 20 persen pada populasi dengan riwayat nyeri kronis, menurut data yang diperoleh dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan efektivitas latihan deep neck flexor strengthening exercise dengan latihan mckenzie neck exercise dalam meningkatkan gerakan fungsional leher pada kondisi cervicogenic headache, serta untuk melihat faktor risiko ergonomis untuk Rapid Office Strain Assessment (ROSA). Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimental dengan menggunakan two-group randomized pre-and post-test design. Hasil kedua kelompok dievaluasi digabungkan dengan data pengukuran ROSA. Kelompok 1 menerima latihan deep neck flexor strengthening exercise, sedangkan kelompok 2 menerima latihan mckenzie neck exercise. Hasil: Nilai rerata ROSA pada kelompok 1 didapatkan hasil 4,53 dan nilai rerata ROSA pada kelompok 2 didapatkan hasil 4,07 yang berarti posisi kerja pada subjek dikedua kelommpok tergolong aman. Nilai Visual Analogue Scale (VAS) dan nilai Neck Disability Index (NDI) menurun pada masing-masing kelompok dengan p<0,001 (p<0,05), namun tidak terbukti adanya perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok, menurut data analisis yaitu VAS p=0,415 (p>0,05) dan NDI p=0,859 (p>0,05) juga signifikan. Temuan penelitian ini diharapkan dapat diimplementasikan dalam jangka panjang, memungkinkan peneliti, subjek, dan negara Indonesia untuk mengambil manfaat dari pengetahuan intervensi. Kesimpulan: Analisis faktor risiko ergonomi ROSA dan latihan deep neck flexor strengthening exercise sama baiknya dalam meningkatkan gerakan fungsional leher pada kondisi cervicogenic headache bila dibandingkan dengan analisis faktor risiko ROSA ergonomis dan mckenzie neck exercise.Kata Kunci: cervicogenic headache, deep neck flexor strengthening exercise, fungsional gerak leher, mckenzie neck exercise, rapid office strain assessment (ROSA)
Pendahuluan: Penuaan diiringi oleh penurunan kemampuan fungsional tubuh sehingga meningkatkan risiko terjadinya jatuh pada lansia. Di Indonesia dilaporkan sekitar 17 % bahwa jatuh terjadi, dan di Bali dilaporkan dari keseluruhan lansia yang datang ke Instalasi Gawat Darurat di salah satu rumah sakit di Bali sebesar, 3% disebabkan oleh karena jatuh. Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah twelve balance exercise lebih efektif dalam menurunkan risiko jatuh dibanding otago home exercise pada lansia. Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan randomized pre and post test group design. Penelitian ini menggunakan 36 orang yang merupakan anggota komunitas lansia di Banjar Tainsiat Denpasar.. Kelompok 1 diberikan twelve balance exercise, sedangkan Kelompok 2 diberikan otago home exercise. Tiap kelompok diberikan pelatihan selama 6 minggu sebanyak 3 kali dalam seminggu. Risiko jatuh diukur menggunakan berg balance scale (BBS). Hasil: Analisis data menunjukan bahwa terdapat peningkatan nilai BBS secara bermakna pada kedua kelompok. Pada Kelompok 1 didapatkan peningkatan nilai BBS sebesar (5,06±1,305) dengan p0,000 (p<0,05) dan pada Kelompok 2 didapatkan peningkatan nilai BBS sebesar (2,78±0,647) dengan p0,000 (p<0,05), dan uji perbandingan peningkatan nilai BBS pada kedua kelompok menghasilkan nilai p0,000 (p<0,05). Simpulan: twelve balance exercise lebih efektif dalam menurunkan risiko jatuh dibanding otago home exercise pada lanjut usia di Banjar Tainsiat, Desa Dangin Puri Kaja, Denpasar, Bali. Kata kunci : twelve balance exercise, otago home exercise, berg balance scale
Pendahuluan: Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur yang meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tidur, frekuensi terbangun, dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur. Mahasiswa kedokteran adalah salah satu subkelompok dari populasi yang berpotensi mengalami kurang tidur karena memiliki beban akademis yang besar. Pandemi Covid-19 membuat banyak perubahan pada rutinitas dan lingkungan sekitar yang menimbulkan perasaan tidak berdaya, kesepian, dan khawatir yang membuat kualitas tidur menurun. Rendahnya kualitas tidur pada mahasiswa dapat mempengaruhi kualitas belajar, kesehatan mental dan fisik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan efektivitas pemberian Progressive Muscle Relaxation (PMR) dibandingkan dengan olahraga aerobik dalam meningkatkan kualitas tidur pada mahasiswa kedokteran di masa pandemi Covid-19. Metode: Penelitian ini merupakan quasi eksperimental dengan rancangan pre post test two group dengan teknik sampling random sampling. Sampel merupakan mahsiswa Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana usia 18-22 tahun yang memiliki kualitas tidur rendah sejumlah 20 orang. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok Progressive Muscle Relaxation (PMR) dan kelompok aerobik masing-masing 10 orang. Masing-masing kelompok diberikan intervensi seminggu 3 kali selama 2 minggu. Kualitas tidur diukur menggunakan kuisioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Hasil: Hasil uji Paired Sample T-test diperoleh nilai p=0,001(p<0,05) pada kelompok PMR dan p=0,001 (p<0,05) pada kelompok aerobik. Sedangkan hasil uji Independent Sample T-test diperoleh nilai p=0,564 (p>0,05) Simpulan: Progressive Muscle Relaxation dan olahraga aerobik sama-sama dapat meningkatkan kualitas tidur pada mahasiswa kedokteran di masa pandemi Covid-19 Kata Kunci: progressive muscle relaxation, pmr, aerobik, kualitas tidur
Introduction: College students use smartphones with a high level of use, high levels of smartphone use due to various purposes such as academic and non-academic needs, and prolonged use of smartphones with poor posture can cause permanent changes in posture to their users. One of the posture changes that can occur is the forward head posture (FHP). Methods: The research design was a cross-sectional study conducted from August to December 2021 with a population of Udayana University Physiotherapy students who met the inclusion and exclusion criteria. The sampling technique in this study was purposive sampling, and obtained 62 samples. This study used the YourHour application and Web Plot Digitizer to measure the duration of smartphone use and the craniovertebral angle, respectively. Data were analyzed by SPSS 16.0 to determine the relationship between smartphone use with forward head posture occurrence in physiotherapy students. Results: The majority of students who were in the research sample used smartphones with a high level of duration, as many as 46 samples; in 46 samples with a high level of duration found, 28 samples experienced forward head posture, in students with moderate and low duration levels, forward head posture is rare. The results of the chi-square obtained are p-value = 0.009. it indicates that there is a relationship between the dependent variable and the independent variable. Conclusion: There is a relationship between the duration of smartphone conditions and forward head posture in students of the Physiotherapy Undergraduate Study Program, Faculty of Medicine, Udayana University. In this study, it can be seen that the forward head posture is the majority of smartphones with high intensity.
Introduction: A study shows the prevalence of musculoskeletal pain in the elbow most often diagnosed with elbow and forearm conditions is tennis elbow. Tennis Elbow, a common disease that can cause a decrease in productivity and economic losses. Treatment of physiotherapy that can be given for myofascial syndrome can be therapeutic modalities such as Ultrasound and manual therapy such as Muscle Energy Technique (MET) and Myofascial Release Technique (MRT). Method: This is an experimental study with pre and post test control group design. The number of samples was 24 people, which divided into 2 groups. Group I was given MRT with ultrasound, while Group II was given MET with ultrasound. Disability is measured by the Patient-Rated Tennis Elbow Evaluation Questionnaire. Results: Based on the results of the Paired Sample t-test in Group I and Group II the value of p <0.001 stated that there was a significant change after giving the exercise to each group. Furthermore, the comparison test between both groups used the independent sample t-test and p value <0.05. This shows that there are significant differences between groups. Conclusion: MRT further reduces disability due to tennis elbow compared to MET.Keywords: tennis elbow, disability, PRTEE, MET, MRT.
Pendahuluan: Daya tahan kardiorespirasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kapasitas fisik lansia. Semakin baik daya tahan kardiorespirasi lansia maka akan semakin baik pula kapasitas fisiknya Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas fisik lansia yang terlatih di daerah dataran tinggi dengan pendekatan Balloon blowing exercise sebagai salah satu latihan pernapasan dengan menggunakan balon yang dimodifikasi dengan cara menarik nafas lewat hidung kemudian menghembuskannya lewat mulut sambil meniup balon. Metode: Rancangan penelitian ini adalah pre-eksperimental grup (quasi eksperimental) dengan one group pretest and postest design, dengan jumlah subjek penelitian yaitu 12 orang lansia laki-laki. Intervensi ballon-blowing exercise diberikan dalam frekuensi satu kali sehari selama dua minggu. Hasil: Analisis paired t-test menunjukkan nilai p = 0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa pemberian ballon-blowing exercise efektif dalam meningkatkan daya tahan kardiorespirasi pada lansia di dataran tinggi. Kesimpulan: Pelatihan ballon-blowing mampu meningkatkan kapasitas fisik daya tahan kardiorespirasi pada lansia di dataran tinggi. Kata kunci: balloon blowing exercise daya tahan kardiorespirasi, kapasitas fisik lansia
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.