Diskursus politik Madura tidak dapat dipisahkan dari praktik dominative, baik yang bersumber dari kelas social, ideology, ataupun symbol keagamaan. Salah satu bentuk praktik dominative yang hingga saat ini mewarnai jalannya politik Madura, ada pada penggunaan sarana keagamaan kiai dan kekuasaan blater. Baik kiai maupun blater, selain berkedudukan sebagai kelas social atas, juga berperan stretgis dalam menentukan peta politik local Madura. Paper ini berjudul, Agama, Kekerasan, dan Kontestasi Politik Elektoral; Penggunaan Simbol Keagamaan Kiai dan Kekuasaan Blater Dalam Pertarungan Politik Lokal Madura. Terdapat tigas isu social uatama yang menjadi focus permasalahan penulisan paper ini, yaitu; dimensi kegamaan kiai, praktik kekerasan blater, dan realitas politik politik electoral. Tiga permasalahan krusial di atas akan dijelaskan sedalam dan serinci mungkin dalam dua kerangka pertanyaan, 1) Bagaimana dinamika kontestasi kepemimpinan local di Madura? 2) Bagaimana dimensi keagamaan kiai dan sarana kekerasan kelompok blater memainkan peran sentral dalam perhelatan politik electoral setempat. Dua pertanyaan tersebut ditujukan untuk menderskripsikan realitas politik electoral Madura, melakukan kajian secara mendalam perihal mobilisasi jaringan kekuasaan kiai dan kelompok blater, kaitannya dengan perebutan kursi kepemimpinan local di Madura. Paper ini merupakan studi kepustakaan yang mendasarkan pada metode kualitatif. Data yang digunakan dalam paper ini adalah data sekunder, khususnya data yang bersumber dari buku, jurnal, dan berbagai hasil penelitian sebelumnya. Adapun teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori genalogi kekuasaan Michel Foucault. Secara keseluruhan, paper ini memiliki fungsi besar dalam menjelaskan dinamika dan arah sosio-politik Madura ke depan. Khususnya menyangkut peran dan fungsi strategis keagamaan kiai dan kekuasaan blater dalam nenentukan arah politik electoral setempat.
Madura society has identical religiosity. One of their religiosities are in glorifying the tradition, institute, and religious symbol. Dealing with it, the existence of kyai (scholar) is a religious symbol which has strong effect toward the existence of social culture of local society. This study specially will analyze Network Mobilization of Scholar Religious Authority in socio-culture of Madura society. Some crucial issues become a focus of explanation in this study namely; existence of kyai, network mobilization of Kyai religious authority, the effect toward politic reality in socio-culture of Madura society. This study is field study which uses qualitative research. The data of this paper is primary and secondary data. Whereas the theory used is sociology theories; Hegemony Gramsci theory, and authority theory of Michel Foucault. The finding of this study is descriptive-Narrative of kyai existence in social system of Madura society. And the description of scholar religious authority network in in socio-culture of Madura society. This writing contribute in describing a direction of politic dynamic of Madura society. And the description of participation and effect of kyai (scholar) religious authority network in socio-culture of Madura society.
Madura is well-known as an island which has been identical to the values of religion. One of the values is the important role of religious institutions, such as pesantren. The role of pesantren as a traditional Islamic institution is not limited to religious areas only, but to other social aspects only, including in economic development. This study examines the economic development of pesantren through analyzing santripreneur based on local wisdom in Pamekasan, Madura, East Java, Indonesia. This study outlines descriptive-narrative explanations regarding the value of Madurese local wisdom, and creative economic santripreneur activities in the pesantren, such as batik crafts, pesantren supermarket, and sharia-based pesantren (ikhtisab) as an economic development strategy in the pesantren of Miftahul Ulum, Pamekasan. Moreover, it offers the idea of pesantren economic development in Madura, especially in the context of strengthening the economic independency and sustainability. Keywords: Madura, santri, entrepreneurship, local wisdom
Masyarakat Madura selama ini identik dengan religiusitas. Salah satu bentuk religiusitas mereka ada pada kuatnya pengakuan mereka terhadap lembaga keagamaan. Dalam kaitan ini, keberadaan pesantren beserta segala nilai tradisi di dalamnya, merupakan simbol keagamaan yang sejauh ini memiliki pengaruh kuat terhadap keberlangsungan sosial-kultural masyarakat setempat. Beberapa isu krusial yang menjadi fokus pembahasan kajian ini meliputi; Islam moderat, pesentren dan sekian tradisi popular keIslaman yang ada di dalamnya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui konsep Islam moderat secara mendalam; mendeskripsikan realitas keIslaman pesantren Madura; melakukan kajian mendalam perihal peran dan fungsi strategis nilai tradisi keIslaman popular pesantren, dalam upaya menciptakan realitas keIslaman masyarakat Madura yang moderat. Kajian ini merupakan studi kepustakaan yang mendasarkan pada jenis penelitian kualitatif. Temuan studi ini berisikan penjelasan mendalam tentang konsep Islam moderat, deskripsi naratif eksistensi pesantren Madura, serta deskripsi mendalam peran dan fungsi strategis tradisi popular keIslaman pesantren Madura dalam membentuk Islam moderat. Tulisan ini memberikan sumbangsih dalam hal menjelaskan dinamika sosial keagamaan kontemporer masyarakat Madura. Serta penjelasan peran dan pengaruh pesantren dalam struktur dan sistem sosial keagamaan masyarakat setempat.
This article discusses the phenomenon of post-truth politics, role, and its influence on the return of Islamophobic narratives in the dynamics of Indonesian political constellation. There are three main issues discussed in this study: post-truth, Islamophobia in Indonesia, and contemporary Indonesian political constellation. Using qualitative research and analysis of critical theory perspectives, this study found that the development of post-truth political practices indirectly evokes the narrative of Islamophobia in contemporary Indonesian political constellation. The return of the Islamophobia can be seen in three ways. First, the practice of post-truth politics which is rooted in the politicization of religion and ethnicity, it gives negative impact not only because of unhealthy process of leadership circulation in Indonesia, but has also faltered the reality of Indonesia's plurality as a pluralist state, both in terms of ethnicity and religion. Second, post-truth political practices in which contain propaganda, intimidation, lies and hate speech have stimulated the rise of sentiment towards religious social groups, as happened in the “212 Movement”. Third, the return of Islamophobic narratives due to political Post-truth appears to be increasing clashes and practices of religious intolerance in Indonesia, where intolerance is practiced by the majority against minority groups. Artikel ini mengkaji fenomena politik post-truth, peran dan pengaruhnya terhadap kembalinya narasi Islamophobia dalam dinamika konstelasi politik Indonesia kontemporer. Terdapat tiga permasalahan pokok yang dibahas dalam kajian ini: post-truth, Islamophobia, dan konstelasi politik Indonesia kontemporer. Dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif dan analisis perspektif teori kritis, studi ini mendapati temuan bahwa berkembangnya praktik politik post-truth, secara tidak langsung telah membangkitkan kembali narasi Islamophobia dalam konstelasi politik Indonesia kontemporer. Kembalinya narasi Islamophobia tersebut terlihat dalam tiga hal. Pertama, praktik politik post-truth yang berakar pada politisasi agama dan etnisitas, telah menimbulkan dampak negatif bukan saja pada tidak sehatnya proses sirkulasi kepemimpinan di Indonesia, namun juga telah membuat goyah realitas kemajemukan Indonesia sebagai negara pluralis, baik dari segi etnisitas maupun agama. Kedua, praktik politik post-truth yang di dalamnya berisikan propaganda, intimidasi, dan kebohongan, telah menstimulus bangkitnya sentimen terhadap kelompok-kelompok sosial keagamaan, seperti yang terjadi dalam gerakan Aksi Bela Islam 212. Ketiga, kembalinya narasi Islamophobia akibat politik post-truth nampak pada semakin meningkatnya benturan dan praktik intoleransi keagamaan di Indonesia, di mana intoleransi dilakukan oleh kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.