AbstrakStunting sering disebut dengan perawakan pendek sebagai manifestasi dari malnutrisi kronis. Stunting sering tidak disadari pada usia balita, dan baru disadari pada usia sekolah dasar. Prevalensi stunting balita tahun 2007 di Indonesia sebesar 37%, sedangkan di Kabupaten Pekalongan mencapai 42,2%. Beberapa faktor yang diduga menjadi faktor risiko stunting diantaranya faktor keluarga, diet, dan kondisi sosial ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor genetik, intake, sosio demografi, malnutrisi KEP dan defek anatomis terhadap kejadian stunting siswa SD di Kabupaten Pekalongan. Penelitian ini menggunakan studi cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan proporsional random sampling, sehingga diperoleh 93 responden. Data kondisi stunting didapatkan dengan pengukuran antropometri, sedangkan data sosiodemografi didapatkan dengan cara wawancara mendalam menggunakan open ended question kepada orang tua sampel. Data dianalisis dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi badan orang tua (genetik) berhubungan dengan stunting (p=0,000). Adapun sosio demografi (p=0,093), intake (p=0,093), malnutrisi KEP atau status LIKA (p=0,119), dan defek anatomis (p=0,133) tidak berhubungan dengan stunting. Faktor tinggi badan orang tua (herediter) berhubungan dengan stunting pada siswa SD.
Abstract
Stunting is often referred to as short stature as a manifestation of chronic malnutrition. It is often not realized at the age of five, and realized at primary school age. Prevalence of stunting children in Indonesia at