Latar Belakang:Analgesik preemptif merupakan intervensi analgesik yang dimulai sebelum stimulasi noksius muncul dalam hubungannya dengan blok perifer maupun nosisepsi sentral. Tujuanannya untuk menurunkan nyeri akut pasca trauma jaringan, mencegah modulasi nyeri pada SSP dan mencegah terjadinya nyeri kronis. Elemen penting dalam proses persepsi nyeri adalah substansi P dimana Fungsi sensoris substansi P diperkirakan berkaitan dengan transmisi informasi nyeri ke sistem saraf pusat. Parasetamol dan ketorolak sebagai obat anti-inflamasi non steroid dengan efek antipiretik dan analgetik. Berperan dalam menghambat enzim siklooksigenase. Hal ini diharapkan dapat mengetahui perbedaan kadar substansi P tikus wistar pada keduanya sebagai pilihan analgesik preemptif. Tujuan: Mengetahui perbedaan efektivitas antara Parasetamol dan Ketorolak yang dinilai dari kadar Substansi P pada tikus Wistar sebagai analgesik preemptif. Metode: Penelitian ini merupakan eksperimental laboratorik dengan disain Rondomize Pre and Post test control group design. Sejumlah 21 ekor tikus, dibagi menjadi tiga kelompok yang dilakukan secara acak masing-masing terdiri dari 7 ekor tikus untuk kelompok kontrol (K), 7 ekor tikus untuk kelompok perlakuan parasetamol atau K(1), 7 ekor tikus untuk kelompok perlakuan ketorolak atau K(2). Setelah adaptasi selama 7 hari, tikus-tikus dari kelompok perlakuan maupun kontrol dilakukan pembiusan dengan menggunakan ketamin. Satu jam sebelum pembiusan, kelompok K (1) diberi injeksi paracetamol 18 mg intravena dan kelompok K(2) diberi injeksi ketorolak 0,54 mg intravena. Sesudah terbius, bulu di sekitar punggung dicukur bersih dan didesinfeksi menggunakan betadine. Selanjutnya dibuat irisan sepanjang 2 cm dan kedalaman sampai subkutan. Luka irisan dibersihkan dan dioles larutan betadine, kemudian luka ditutup dengan lima jahitan tunggal sederhana menggunakan benang side. Selanjutnya jahitan dibersihkan, diolesi betadin dan dirawat. Paska pembedahan juga diberikan penisilin oil 15 mg. Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaa kadar Substansi P dilakukan pada kelompok K, K(1) dan K(2) 1 jam sebelum pemberian parasetamol dan ketorolak, dan pada jam ke-4 setelah dilakukan insisi pada tikus wistar.Hasil: Dilakukan perlakuan terhadap tikus wistar, terdapat 2 ekor yang drop out, sehingga jumlah sampel yang dianalisa sebanyak 30 sampel. Pada Uji Mann-Whitney kadar substansi P dalam kelompok parasetamol dibandingkan dengan kelompok ketorolak dibentuk secara signifikan berbeda (p = 0,016; p <0,005), sedangkan kadar substansi P kelompok Parasetamol ditemukan lebih rendah dari kelompok ketorolak.Kesimpulan: Pemberian parasetamol sebagai analgesik preemptif dapat menurunkan kadar substansi P pada tikus model Wistar yang lebih signifikan dibandingkan dengan ketorolak.
Latar belakang: Intubasi endotrakeal merupakan tindakan pengelolaan jalan nafas yang sering dilakukan di bidang anestesiologi. Akan tetapi tindakan ini dapat menyebabkan gejolak kardiovaskuler berupa perubahan tekanan darah, laju jantung dan disritmia. Terdapat berbagai teknik dan pengunaan obat untuk mengurangi kondisi tersebut, diantaranya memberikan lidokain intravena sebelum intubasi.Tujuan: Mengetahui perbedaan tekanan darah, laju jantung dan RPP pada pemberian lidokain intravena sebelum laringoskopi intubasi dibandingkan dengan pemasangan LMAMetode: 36 pasien ASA I-II yang menjalani operasi elektif dalam anestesi umum dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 diberi lidokain 1,5 mg/kgBB dan dilakukan laringoskopi intubasi. Kelompok 2 dilakukan pemasangan LMA. Dilakukan pencatatan tekanan darah sistolik (TDS), diastolik (TDD), tekanan arteri rerata (TAR), laju jantung (LJ) dan Rate Pressure Product (RPP) sebelum induksi anestesi, sebelum perlakuan (intubasi atau pemasangan LMA) dan setelah perlakuan pada menit ke-1, ke-2, ke-5 dan ke-10.Hasil: Tidak ada perbedaan signifikan antar kelompok meliputi usia, BMI, jenis kelamin maupun tekanan darah sebelum induksi. Peningkatan tekanan darah dan laju jantung pada kelompok 1 lebih tinggi dibandingkan kelompok 2, dengan nilai tertinggi di menit ke-1meliputi TDS (140,47±27,17), TDD (88,89 ± 16,72), TAR (108,84 ± 18,84), LJ (90,37 ± 11,96) dan RPP (12806,89 ± 3410,49). Perbedaan ini bermakna dibandingkan kelompok 1 pada menit ke-1 dan ke-2 setelah perlakuan.Simpulan: Terdapat peningkatan bermakna tekanan darah, laju jantung dan RPP pada tindakan laringoskopi intubasi yang diberi lidokain 1,5 mg/kgBB intravenadibandingkan pemasangan LMA.
Latar belakang:Postoperative cognitive dysfunction atau POCD adalah gangguan fungsi kognitif akibat inflamasi pasca prosedur pembedahan. Angka kejadian POCD pasca pembedahan kardiak lebih tinggi dibandingkan pembedahan non-kardiak. POCD diduga diakibatkan oleh respons inflamasi sistemik. Prokalsitonin menjadi salah satu mediator inflamasi yang berperan terhadap peningkatan risiko inflamasi saat operasi yang memicu kejadian POCD pascaoperasi ganti katup jantung. Inflamasi disebabkan oleh pelepasan protein fase akut yaitu prokalsitonin dan sitokin proinflamasi lainnya yang menyebabkan terganggunya sawar darah otak dan mengganggu neurotransmisi sehingga terjadi POCD.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peningkatan kadar Prokalsitonin terhadap POCD pada pasien yang menjalani operasi ganti katup jantung di RSUP Dr. Kariadi.Metode: Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang menjalani operasi ganti katup jantung di RSUP Dr. Kariadi pada bulan Juni 2020- Desember 2020. Sampel penelitian sebanyak 19 subjek didapatkan dengan teknik consecutive sampling. Pada subjek penelitian dilakukan pengukuran kadar serum prokalsitonin sebelum pembedahan dan hari pertama pasca pembedahan, kemudian dilakukan pemeriksaan fungsi kognitif dengan montreal cognitive assessment-indonesia (MoCA INA) pada hari ketiga pasca pembedahan. Data dianalisis dengan uji korelasi spearman.Hasil: Dari 19 subjek penelitian, terdapat 13 responden (68,4%) yang mengalami POCD. Rerata peningkatan prokalsitonin pada pasien POCD adalah 5,22 dengan standar deviasi 12,50 sedangkan peningkatan prokalsitonin pada pasien non POCD adalah 0,21 dengan standar deviasi 0,45. Berdasarkan uji korelasi spearman, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan kadar prokalsitonin terhadap POCD pascaoperasi ganti katup jantung (p=0,004).Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara perbedaan kadar Prokalsitonin terhadap POCD pascaoperasi ganti katup jantung di RSUP Dr. Kariadi.
Health is the most important thing in human life, but what happened at the end of 2019, there was a Covid-19 pandemic caused by the corona virus which was capable of causing death. The role of specialist education plays an important role in shaping the competence and character of residents who take specialist medical education programs. The main purpose of this study is to determine the effect of the role of specialist education components on changes in resident behavior during the Covid-19 pandemic. The standard components for specialist doctor education include the competency content of graduates, lecturers, advice and infrastructure, management, financing and evaluation of the educational process. The research method used was analytic observational through a cross sectional approach. The research subjects were residents in the specialist doctor education program who met the inclusion criteria. Subjects were selected by consecutive sampling. Data were collected by filling out a questionnaire. Data analysis was performed using the Spearman test using SPSS 23 with a p value <0.05. The results of data analysis showed that the specialist education component showed a significant relationship with changes in resident behavior: competency of graduates = 0.001, lecturers = 0.023, financing = 0.015 and evaluation of the educational process = 0.025. While the components of facilities and infrastructure = 0.074 and management = 0.083, so it does not show a significant relationship with changes in resident behavior. Based on the results of this analysis, it can be concluded that the competence of graduates, lecturers, financing, and evaluation of the education process has an effect on changes in resident behavior in the learning process during the Covid -19 pandemic, while the facilities and infrastructure, as well as specialist education management, do not show a significant relationship.
Operasi besar berhubungan dengan disfungsi sistem kekebalan tubuh bawaan. Baru-baru ini, dibuktikan bahwa stres akibat pembedahan dapat dengan cepat menginduksi penurunan respon sementara dari darah terhadap endotoksin sejak 2 jam setelah insisi dan bahwa IL-10 plasmayang meningkat selama pembedahan, berperan dalam penurunan respon ini. Telah dilaporkan bahwa anestesi epidural memiliki efek menguntungkan pada reaksi imunitas dan respon terhadap stres akibat pembedahan. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa anestesi epidural mempertahankan aktivitas sel NK dan mengurangi respon stres pada pasien yang menjalani histerektomi. Blok epidural dari segmen dermatom T4 sampai S5, dimulai sebelum pembedahan, mencegah peningkatan konsentrasi kortisol dan glukosa pada histerektomi. Teknik anestesi regional untuk operasi besar dapat mengurangi pelepasan kortisol, adrenalin (epinefrin) dan hormon lain, namun memiliki pengaruh kecil pada respon sitokin. Penelitian terbaru (kawasaki et al.,2007) menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh bawaan, misalnya fagositosis, ditekan oleh stres akibat pembedahan dan bahwa anestesi epidural tidak mampu mencegah penurunan respon kekebalan tubuh ini selama operasi perut bagian atas.
Latar belakang : Klonidin ketika digunakan bersamaan dengan obat lokal anestesi sebagai teknik regional anestesi, bisa mengurangi kejadian nyeri kronik pasca operasi. Sensitisasi perifer dan sensitisasi sentral merupakan salah satu mekanisme terjadinya transisi nyeri akut menjadi nyeri kronik. Kaskade awal yang menyebabkan sensitisasi perifer dan sensitisasi sentral di picu oleh pelepasan neurotransmitter eksitatorik presinaptik dan pasca sinaptik seperti glutamat dan substansi P.Tujuan : Membandingkan peningkatan kadar serum substansi P pada 12 jam pasca operasi dan nilai visual analog skor pada 0 dan 12 jam pasca operasi antara analgesia epidural dengan bupivakain murni dan bupivakain dengan ajuvan klonidinMetode : penelitian ini merupakan penelitian acak tersamar ganda. Sampel 40 orang dibagi 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol mendapat epidural analgesia dengan bupivacain murni dan kelompok kontrol mendapat epidural analgesia bupivakain ditambah ajuvan klonidin dimana pemberian analgesia dilakukan pra insisi dan dilanjutkan samapai pasca operasi. Kadar serum substansi P dinilai pra operasi dan 12 jam pasca operasi pada masing-masing kelompok perlakuan. Sedangkan nilai VAS diukur pada 0 dan 12 jam pasca operasiHasil : Terdapat perbedaan kadar serum substansi P berupa penurunan secara bermakna pada 12 jam pasca operasi baik pada kelompok kontrol dan perlakuan. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata kadar serum substansi P antara kelompok kontrol dan perlakuan pada 12 jam pasca operasi. Terdapat perbedan nilai VAS secara bermakna pada 0 dan 12 jam pasca operasi antara kelompok kontrol dan perlakuanSimpulan : epidural analgesia dengan bupivacain maupun dengan ajuvan klonidin yang diberikan pra insisi yang dilanjutkan pasca operasi sama-sama efektif menurunkan kadar substansi P pada 12 jam pasca operasi.
Status hipermetabolik sering ditemukan pada pasien-pasien stroke ataupun cedera kepala, sehingga tidak jarang keadaan ini akan memperburuk keadaan pasien. Laju hipermetabolik ini dipercepat dengan puasa yang lama sehingga tubuh akan memobilisasi lemak dan protein yang nantinya akan digunakan sebagai untuk energi. Keadaan ini dapa t dicegah dengan pemberian nutrisi secara dini dan pada keadaan ini lebih terpilih pemberian enteral nutrisi. Pemberian enteral nutrisi ini dapat melalui berbagai jalur, seperti melalui gaster, jejunum, ataupun dudenum dengan pemasangan “ feeding tube “ Untuk suksesnya suatu terapi nutrisi diperlukan penyaringan dan penilaian status gizi pasien-pasien tersebut.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.