Increased soil heavy metal concentrations are suggested to cause roots to work harder. This research was to study the growth and phytoextraction behaviors of elephant grass in soil amended with industrial waste. Soil samples were obtained from an experimental field treated with a heavy metal containing waste at 0, 15 and 60 Mg ha-1, CaCO3 at 0 and 5 Mg ha-1, and compost at 0 and 5 Mg ha-1. Soil samples were planted with elephant grass, 8 weeks after which the soil samples were analyzed for Cu and Zn. Plant roots and shoots were harvested and weighed for their dry-masses and analyzed for Cu and Zn. The results demonstrate that the Root/Shoot increased and show good correlations with the increase in soil Cu or Zn. The plant Cu or Zn increased with the increase in soil Cu or Zn but decreased with liming. Plant Cu and Zn in roots and the whole plants as well as their TFs were well correlated with soil Cu and Zn. These observations confirm that the root/shoot growth and Cu and Zn absorption by elephant grass are governed by soil Cu and Zn and elephant grass is a Cu and Zn phytoextractor.
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas yang terus dikembangkan di Indonesia, namun produksinya masih rendah disebabkan pengolahan tanah dan pemupukan yang kurang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian campuran urin sapi dan limbah cair tahu terbaik bagi pertumbuhan bibit kakao. Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Teracak Sempurna dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah urin sapi, terdiri dari 4 taraf, yaitu 0, 40, 80, 120 ml/kg tanah. Faktor kedua adalah limbah cair tahu, terdiri dari 4 taraf, yaitu 0, 80, 160, 240 ml/kg tanah. Setiap perlakuan diulang 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian urin sapi dan limbah cair tahu berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit kakao. Pemberian urin sapi 80 ml/kg tanah yang diaplikasikan dengan limbah cair tahu 80 ml/kg tanah menunjukkan rata-rata tertinggi untuk variabel tinggi tanaman dan jumlah daun. Pemberian urin sapi 40 ml/kg tanah yang diaplikasikan dengan limbah cair tahu 80 ml/kg tanah menunjukkan rata-rata tertinggi untuk variabel diameter batang, bobot segar tanaman dan bobot kering tanaman.
Tanah pasca galian C merupakan tanah yang bermasalah karena rendahnya unsur hara dan C-organik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh inokulasi FMA dan penambahan bahan organik dalam meningkatkan pertumbuhan dan serapan hara P tanaman jagung pada tanah pasca penambangan galian C. Perlakuan disusun secara faktorial 3×4 dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 kelompok. Faktor pertama, inokulasi FMA dengan 3 taraf, yaitu: tanpa FMA (0 spora), 250 spora, dan 500 spora. Faktor kedua, penambahan bahan organik dengan 4 taraf, yaitu: tanpa bahan organik (0%), 20%, 40%,dan 60% dari volume tanah. Data diuji dengan analisis ragam kemudian dilanjutkan dengan uji nilai tengah menggunakan BNT pada á=5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi FMA meningkatkan infeksi akar dan pertumbuhan tanaman jagung melalui volume akar. Hasil infeksi akar meningkat setelah diberikan FMA (250 spora dan 500 spora), sedangkan volume akar tertinggi adalah pada inokulasi dosis 250 spora. Penambahan bahan organik meningkatkan infeksi akar dan serapan haraP tanaman jagung. Hasil infeksi akar tertinggi pada perlakuan tanpa bahan organik (0%) dan dosis 60% bahan organik. Sedangkan hasil serapan hara P tertinggi ditunjukkan pada dosis 40% bahan organik. Interaksi FMA dan bahan organik terjadi pada tinggi tanaman 2 MST. Hasil tinggi tanaman terbaik ditunjukkan pada kombinasi FMA 250 spora dengan tanpa bahan organik yaitu 59,97 cm
Lahan yang mendominasi di Indonesia adalah lahan dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah dari Ordo Ultisol. Untuk meningkatkan kesuburannya dapat diaplikasikan pupuk kandang dan FMA. Adapun tujuan penelitian ini adalah; (1) mengetahui pengaruh aplikasi FMA terhadap peningkatan pertumbuhan dan produksi kedelai pada Ultisol; (2) mengetahui pengaruh aplikasi pupuk kandang dengan berbagai dosis terhadap peningkatan pertumbuhan dan produksi kedelai pada Ultisol; (3)mengetahui apakah respons tanaman kedelai pada Ultisol terhadap aplikasi FMA dipengaruhi oleh dosis pupuk kandang yang diaplikasikan; (4) mengetahui dosis pupuk kandang optimum untuk aplikasi FMA pada tanaman kedelai. Percobaan dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Produksi Perkebunan Jurusan Agroteknologi FP Unila dari bulan Agustus hingga November 2015. Rancangan perlakuan disusun secara faktorial (2x5) menggunakan rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah aplikasi FMA (M) yang terdiri atas dua taraf, yaitu tanpa aplikasi FMA (M 0 ) dan dengan aplikasi FMA (M 1 ). Faktor kedua adalah pupuk kandang sapi (K), terdiri atas lima taraf yaitu (K 0 ) 0 ton/ha, (K 1 ) 5 ton/ha, (K 2 ) 10 ton/ha, (K 3 ) 15 ton/ha, dan (K 4 ) 20 ton/ha pupuk kandang. Pemisahan nilai tengah diuji dengan uji Polinomial Ortogonal dengan α 0,05 dan 0,01. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) aplikasi FMA mampu meningkatkan produksi tanaman kedelai pada tanah Ultisol melalui variabel pengamatan jumlah polong per tanaman, bobot polong per tanaman, jumlah biji per tanaman, dan bobot 20 butir biji; (2) aplikasi pupuk kandang hingga dosis 20 ton/ha masih meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai melalui variabel tinggi tanaman, jumlah cabang, bobot akar kering, bobot tajuk kering, serapan P tanaman, jumlah polong per tanaman, bobot polong per tanaman, jumlah biji per tanaman, dan bobot 20 butir biji; (3) respons tanaman kedelai pada Ultisol akibat aplikasi FMA tidak dipengaruhi oleh dosis pupuk kandang yang diaplikasikan; (4) belum terdapat dosis pupuk kandang optimum untuk aplikasi FMA pada tanaman kedelai.
This research aimed to evaluate the residual Cu and Zn in tropical soil over 21 years after amendment with industrial waste, lime, and compost. Soil samples were collected from a well-maintained experimental field amended one time with industrial waste high in Cu and Zn set in 1998 at about 1.5–20 years after amendment. Treatments were arranged in a randomized block design with a metal-wares industrial waste at rates 0, 15, and 60 Mg·ha−1, lime at 0 and 5 Mg·ha−1, and compost at 0 and 5 Mg·ha−1. Soil samples were also taken vertically in the exact plot centers at depths of 0–75 cm of plots not amended with lime and compost and also from topsoils (0–15 cm) at 90 points with distances 50 cm between each other in each of the respective plots 21 years after amendment. Significant increases in Cu and Zn caused by waste were observed over 21 years. The increase in soil pH by lime was observed over 10 years but its effect in decreasing Cu and Zn was observed only at 1.5 years, particularly in topsoils. However, the effect of lime in lowering Cu and Zn was observed over 20 years when waste and/or compost were also given. Similarly, the effect of compost was absent over 20 years but significant when waste and/or lime were also given. The relative concentration of Cu and Zn in the 60 Mg waste ha−1 plots decreased over 20 years to 17–53% for Cu and to 12–33% for Zn; their concentrations were, in general, lower with lime and/or compost addition. The relative concentrations of Cu and Zn significantly decreased over 21 years in plots with 15 or 60 Mg·ha−1 and increased in the control plots. Heavy metals moved in soil significantly through soil tillage and erosion and partially by leaching.
Ubi kayu merupakan tanaman pangan yang banyak dibudidayakan di Provinsi Lampung. Mayoritas petani ubi kayu menerapkan sistem olah tanah intensif beserta aplikasi herbisida kimia dengan anggapan lebih efisien waktu, tenaga, dan biaya namun melupakan dampak negatifnya terhadap kesuburan lahan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi herbisida terhadap populasi dan biomassa cacing tanah pada pertanaman ubi kayu (Manihot utilissima) diLahan Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Percobaan dirancang menggunakan RAK dengan dua faktor yaitu sistem olah tanah (T) dan aplikasi herbisida (H). Sistem olah tanah terdiri dari olah tanah intensif (T 1 ) dan olah tanah minimum (T 2 ), sedangkan aplikasi herbisida terdiri dari tanpa aplikasi herbisida (H 0 ) dan aplikasi herbisida (H 1 ). Herbisida yang digunakan yaitu herbisida berbahan aktif isopropilamina glifosat + isopropilamina 2,4 D dengan dosis yang digunakan yaitu 160 ml/1 tangki (1 tangki=16 liter air). Data yang diperoleh diuji dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji BNT.Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem olah tanah tidak berpengaruh terhadap populasi dan biomassa cacing tanah, namun perlakuan herbisida berpengaruh terhadap populasi cacing tanah pada pengamatan 0 BST (sebelum tanam), dan uji BNT menunjukkan bahwa populasi cacing tanah lebih tinggi pada lahan yang tidak diaplikasikan herbisida. Populasi danbiomassa cacing tanah ditemukan lebih tinggi pada lapisan tanah 0 – 10 cm dan identifikasi cacing tanah di laboratorium menunjukkan bahwa cacing tanah yang ditemukan yaitu dari famili Megascolecidae genus Pheretima. Uji korelasi menunjukkan bahwa kadar air tanah berpengaruh terhadap populasi maupun biomassa cacing tanah.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.