Perkembangan  teknologi  informasi  dan  komunikasi  telah  mempengaruhi perkembangan  ilmu  pengetahuan  khususnya  dalam  kajian  kesastraan.  Sebagai sebuah kajian, karya sastra tidak bisa diklaim sebagai materi yang tertutup hanya pada  satu  dimensi  pendekatan  saja.  Perkembangan  pendekatan  yang  terus mengalami  dinamika  pada  gilirannya  mencipta  pendekatan  yang  bukan  lagi tunggal  atau monodisiplin,  tetapi  sudah  interdisiplin, multidisiplin,  transdidiplin, dan  krosdisiplin.  Sudah  banyak  referensi  yang  berusaha  memposisikan  kajian kesastraan  dengan  pendekatan  multidisiplin  yang  dianggap  justru  lebih komprehensif  dalam  menelaah  sebuah  karya  sastra  dibanding  dengan  yang monodisiplin. Melalui  telaah  atas  karya-karya  tersebut  dengan  pemetaan  secara kronologis,  artikel  ini  menyuguhkan  peta  dinamika  kajian  kesastraan  yang interdisiplin,  multidisiplin,  dan  transdisiplin  terutama  terhadap  terbitan  karya-karya yang berbahasa Indonesia baik itu ditulis langsung dalam bahasa Indonesia maupun terjemahan.

<p class="0abstract">This study aims to develop edmodo-based interactive teaching materials as an alternative media for science learning to improve critical thinking skills of junior high school students. This type of research is Research and Development (R&amp;D) with ADDIE (Analyze, Design, Development, Implementation, and Evaluation) models. The research subjects were 28 students of grade VII in Jember district (Indonesia) who were obtained by cluster random sampling technique. Data were collected using validation sheets, observation sheets, critical thinking skills tests, and students responses questionnaires. Data were analyzed using descriptive analysis, normalized gain (n-gain), and paired sample t-test. The results show that edmodo-based interactive teaching materials can be used as an alternative media for learning science in junior high schools because they meet the following criteria: (1) validity, in terms of the validity assessment score of 3.60 (from the range of scores from 0 to 4) in the criteria are very valid, (2) practicality, in terms of the score of learning feasibility of 3.20 in good criteria, (3) effectiveness, in terms of an increase students critical thinking skills were statistically significant at α = 5% with an average n-gain of .71 in high criteria, and student responses of 83% in very good criteria.</p>

Penelitian ini berfokus pada dua elemen penting dalam musik sampe’ yaitu bentuk estetik dalam penyajian dan bentuk estetik dalam lagu. Bentuk dan konsep estetik akan memberikan identitas sebuah aktualitas musik sehingga dapat dibedakan dari yang lainnya. Secara konseptual musik tradisional sampe’ memiliki dua bentuk, yaitu: 1) bentuk arsitektonik yang sifatnya intelektualistik atau absolut; 2) bentuk simbolik yang sifatnya instingtif atau relatif. Kedua bentuk tersebut dapat dicermati melalui sumber bunyi (instrumentasi), musikalitas, ekspresi musikal, dan tata penyajiannya. Selain itu konsep keindahan musik tradisional sampe’ dapat pula diamati secara ilmiah (science) yaitu menilai keindahan dengan perhitungan logis melalui standar-standar estetik yang telah ada dan melalui unsur filsafat tentang keindahan menyangkut berbagai wawasan keindahan yang dipersepsi oleh manusia. Melalui bentuk dan konsep estetik musik tersebut dapat membawa untuk mengenal lebih jauh dan membaca unsur penting dari kebudayaan masyarakat pemiliknya. Selanjutnya dengan memahami bentuk dan konsep estetik adalah awal yang baik dan akan menuntun seseorang yang ingin belajar tentang musik tradisional sampe’. Metode pada penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekataan teori estetika yang dikemukaan oleh A.A. Made Djelantik dan Monroe Beardsley.Kata kunci : estetika, musik sampe’, dayak kenyah

This article examines the narrative strategies used in world religious literature, exploring how these texts create and convey meaning and how they shape religious beliefs and practices across different cultures and time periods. The article provides a theoretical framework for understanding narrative strategy in religious literature, exploring the role of historical and cultural contexts, characters, plot and structure, symbolism and metaphor, point of view and perspective, and intertextuality. By examining a range of religious texts, the article reveals the power of narrative to shape human experience and understanding, and the enduring influence of these narratives on our lives today. Ultimately, the article highlights the importance of narrative strategy in understanding and interpreting world religious literature, providing valuable insights into the stories, traditions, and beliefs of different cultures and religions.

Deconstruction-critical thinking is an effort to develop a creative Literature Appreciation learning model. All deconstruction is critical, but everyone's critical is different and not all perfect. This model is the result of Derrida's deconstruction fiction with critical thinking of the Facione Model. Deconstruction-critical is carried out to find something new that is contradictory by dismantling text based on language instability, phonocentrism-logocentrism, and metaphors, it is necessary to bring up new meanings and meanings through the interpretation of activity, analysis, inference, discussion, discussion, consideration, and selfdelivery. The focus of the article's problem is "how the conceptual basis of deconstruction-critical" and "how to implement deconstruction-critical in Literature Appreciation learning class". Deconstruction-critical learning models that are expected to overcome boredom and support learning of critical and creative Literary Appreciation learning and provide insights about the teacher can develop continuously developing learning models for their classes.