PurposeWe aimed to evaluate the distribution of individual epidermal growth factor receptor (EGFR) mutation subtypes found in routine cytological specimens.Patients and methodsA retrospective audit was performed on EGFR testing results of 1,874 consecutive cytological samples of newly diagnosed or treatment-naïve Indonesian lung cancer patients (years 2015–2016). Testing was performed by ISO15189 accredited central laboratory.ResultsOverall test failure rate was 5.1%, with the highest failure (7.1%) observed in pleural effusion and lowest (1.6%) in needle aspiration samples. EGFR mutation frequency was 44.4%. Tyrosine kinase inhibitor (TKI)-sensitive common EGFR mutations (ins/dels exon 19, L858R) and uncommon mutations (G719X, T790M, L861Q) contributed 57.1% and 29%, respectively. Approximately 13.9% of mutation-positive patients carried a mixture of common and uncommon mutations. Women had higher EGFR mutation rate (52.9%) vs men (39.1%; p<0.05). In contrast, uncommon mutations conferring either TKI responsive (G719X, L861Q) or TKI resistance (T790M, exon 20 insertions) were consistently more frequent in men than in women (67.3% vs 32.7% or 69.4% vs 30.6%; p<0.05). Up to 10% EGFR mutation–positive patients had baseline single mutation T790M, exon 20 insertion, or in coexistence with TKI-sensitive mutations. Up to 9% patients had complex or multiple EGFR mutations, whereby 48.7% patients harbored TKI-resistant mutations. One patient presented third-generation TKI-resistant mutation L792F simultaneously with T790M.ConclusionRoutine diagnostic cytological techniques yielded similar success rate to detect EGFR mutations. Uncommon EGFR mutations were frequent events in Indonesian lung cancer patients.
Pasien kanker paru banyak ditemukan sudah berada pada stadium lanjut. Nyeri banyak dikeluhkan oleh pasien kanker paru. Nyeri yang dialami oleh pasien dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan stadium kanker paru dan skala nyeri pada pasien kanker paru yang dirawat di Bagian Paru RSUP Dr M Djamil Padang. Penelitian ini merupakan studi observasi analitik dengan desain potong lintang. Sampel penelitian ini adalah data rekam medik pasien kanker paru di Bagian Paru RSUP DR. M Djamil Padang periode tahun 2014 sampai 2015 yang berjumlah 66 pasien. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2017 sampai Maret 2018 di RSUP Dr M Djamil Padang. Data dianalisis menggunakan uji Chi-square. Hasil studi didapatkan karakteristik pasien kanker paru terbanyak adalah umur >40 tahun (90,9%), jenis kelamin laki-laki (84,8%), status rokok adalah sebagai perokok (74,2%), dan jenis sel Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel KeciL/KPKBSK (45,5%). Pasien paling banyak berada pada stadium lanjut (93,9%) dengan keluhan nyeri paling banyak adalah nyeri sedang (51,5%). Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara staging kanker paru dengan skala nyeri.
The use of chemotherapeutic agents in the management of cancer is often followed by a range of toxicities to various organ systems. A retrospective study on the hematologic toxicities of chemotherapy in lung cancer patients has been carried out. The study was conducted by a cross-sectional method from medical records of four-year data in 2010–2014 at Dr. M. Djamil Hospital Padang, West Sumatra, Indonesia. Data from medical records of patients diagnosed with lung cancer and underwent chemotherapy, not suffering from primary hematologic diseases, and with normal kidney and liver function prior to chemotherapy were studied. A number of 22 medical records of lung cancer patients which met the criteria with a total of 40 chemotherapy cycles were observed. The study revealed that a combination of carboplatin-paclitaxel was the most common chemotherapy used for the patients (72.7%). The hematologic toxicities comprised anemia, leukopenia, and thrombocytopenia with the severity ranging from grade 1–3. Carboplatin-paclitaxel was the only combination that caused these three toxicities, and the only combination to cause thrombocytopenia as well. Anemia was the major hematologic toxicity experienced by more than half of the patients. The study concludes that there is a reasonably high incidence of hematologic toxicities from chemotherapy among lung cancer patients.Keywords: Anemia, chemotherapy, hematologic toxicity, leukopenia, lung cancer, thrombocytopenia Toksisitas Hematologis Akibat Kemoterapi pada Pasien Kanker Paru: Studi Retrospektif di RSUP Dr. M. Djamil PadangAbstrak Penggunaan obat kemoterapi dalam pengobatan kanker sering disertai dengan toksisitas pada beberapa sistem organ. Kajian retrospektif terhadap toksisitas hematologis akibat kemoterapi pada pasien kanker paru sudah dilaksanakan. Studi ini dilaksanakan dengan metode cross-sectional dari data rekam tahun 2010–2014 di RSUP Dr. M. Djamil Padang, Sumatera Barat. Data pasien yang didiagnosis menderita kanker paru yang menjalani kemoterapi, tidak menderita penyakit hematologis dan gangguan hematopoiesis, serta memiliki fungsi ginjal dan hati yang normal dimasukkan ke dalam kajian. Sejumlah 22 pasien memenuhi kriteria dengan jumlah siklus kemoterapi sebanyak 40. Hasil kajian ini mengungkap bahwa kombinasi karboplatin-paklitaksel merupakan kemoterapi yang paling banyak digunakan (72,2%). Toksisitas hematologis yang terjadi meliputi anemia, leukopenia, dan trombositopenia dengan tingkat keparahan 1–3. Karboplatin-paklitaksel merupakan satu-satunya kombinasi kemoterapi yang menyebabkan ketiga toksisitas hematologis tersebut, sekaligus juga merupakan satu-satunya kombinasi yang menimbulkan trombositopenia. Anemia merupakan toksisitas hematologis yang paling banyak terjadi meliputi lebih dari separuh pasien. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat toksisitas hematologis yang cukup tinggi akibat kemoterapi pada pasien kanker paru.Kata kunci: Anemia, kanker paru, kemoterapi, leukopenia, toksisitas hematologis, trombositopenia
Latar Belakang: Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi pada hidung yang sering ditemukan pada masyarakat. Asma merupakan salah satu komorbid yang dapat ditemukan pada penderita rinitis alergi. Hubungan rinitis alergi dan asma dijelaskan melalui konsep united airway disease. Objektif: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan karakteristik riwayat asma pada pasien rinitis alergi. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif dengan desain cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan jumlah sampel 78 pasien rinitis alergi. Hasil: Hasil penelitian didapatkan sebanyak 13 orang (16,7%) sampel memiliki riwayat asma. Karakteristik sampel dengan riwayat asma banyak ditemukan pada kelompok usia lebih dari 16 sampai 25 tahun (38,5%) dengan jenis kelamin terbanyak ditemukan pada perempuan (53,8%). Klasifikasi rinitis alergi persisten sedang-berat paling banyak ditemukan (46,2%). Gejala bersin-bersin ditemukan pada semua sampel dengan riwayat asma (100%). Riwayat atopi dalam keluarga ditemukan pada 12 orang (92,3%) sampel dengan riwayat asma. Kesimpulan: Kesimpulan penelitian ini yaitu riwayat asma ditemukan pada 1 dari 6 pasien rinitis alergi pada kelompok usia lebih dari 16 sampai 25 tahun. Pasien rinitis alergi dengan riwayat asma banyak ditemukan pada perempuan. Klasifikasi rinitis alergi terbanyak ditemukan berupa rinitis alergi persisten sedang-berat dengan gejala yang dominan yaitu bersin-bersin. Riwayat atopi dalam keluarga ditemukan pada sebagian besar pasien rinitis alergi disertai dengan riwayat asma.
Pasien kanker paru banyak ditemukan sudah berada pada stadium lanjut. Nyeri banyak dikeluhkan oleh pasien kanker paru. Nyeri yang dialami oleh pasien dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan stadium kanker paru dan skala nyeri pada pasien kanker paru yang dirawat di Bagian Paru RSUP Dr M Djamil Padang. Penelitian ini merupakan studi observasi analitik dengan desain potong lintang. Sampel penelitian ini adalah data rekam medik pasien kanker paru di Bagian Paru RSUP DR. M Djamil Padang periode tahun 2014 sampai 2015 yang berjumlah 66 pasien. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2017 sampai Maret 2018 di RSUP Dr M Djamil Padang. Data dianalisis menggunakan uji Chi-square. Hasil studi didapatkan karakteristik pasien kanker paru terbanyak adalah umur >40 tahun (90,9%), jenis kelamin laki-laki (84,8%), status rokok adalah sebagai perokok (74,2%), dan jenis sel Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel KeciL/KPKBSK (45,5%). Pasien paling banyak berada pada stadium lanjut (93,9%) dengan keluhan nyeri paling banyak adalah nyeri sedang (51,5%). Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara staging kanker paru dengan skala nyeri.
Exposure to cigarette smoke has been known to be a major risk factor for lung cancer. Although smoking has long been considered the main cause of lung cancer, about 5 to 25% of lung cancer cases occur in non-smokers. Radon is said to be the second most important cause of lung cancer after smoking. Radon-222 is a chemical element in the form of a highly radioactive gas that comes from the decay of the parent radioactive element, uranium, which is found in the earth's crust. Inhaled radon gas can adhere to the mucosal lining of the airways and damage the airway epithelium. The process of ionizing radiation by alpha particles due to the decay of radioactive substances can cause mutations and chromosomal aberrations, severance of DNA double chains, and formation of reactive oxygen species. (ROS) that cause cell cycle changes, up-and down-regulation of cytokines, and increased production of proteins associated with cell cycle regulation and carcinogenesis. Research on radon and lung cancer has not been widely conducted in Indonesia. This literature review aims to describe radon and its effects on lung health.
Background: COVID-19 has infected and spread over the whole earth. For the time being, there is no cure for COVID 19. Although several medications have the potential to be utilized at various stages of the disease, no therapy has yet been demonstrated to be completely successful. Aim: This study aims to determine survival of COVID-19 patients who received antiviral and antiviral therapy combined with anti-inflammation therapy in a national referral hospital Indonesia. Methods: COVID-19 patients treated at Dr. M Djamil General Hospital in Padang, Indonesia were the subject of an analytic investigation using a retrospective cohort design. From January to June 2021, data was gathered from patient medical records. Independent sample T test and Chi-square test were used to analyze subject characteristics data. The median survival and survival rates were calculated using Kaplan-Meier survival analysis. It is also subjected to cox-regression analysis in order to answer the study hypothesis. Results: The mean age of the subjects who received antiviral and anti-inflammatory medication was 60.95 12.11 years, while the average age of those who received antiviral therapy was 56.72 17.80 years, with the highest sex being male in both groups (59.3 percent ; 50.6 percent ). Antiviral and antiviral medication, as well as anti-inflammatory therapy, had no effect on the length of stay of COVID-19 patients (p>0.05). Antiviral and antiviral therapy, as well as anti-inflammatory therapy, play a role in the outcome of COVID-19 patients (p<0.05), with patients receiving antiviral and anti-inflammatory therapy being a preventive factor in the final outcome of patients compared to patients receiving antiviral therapy HR = 0.69 (95% CI 0.48-0.99). Conclusion: When compared to patients who just got antiviral medication, patients who received antiviral plus anti-inflammatory therapy had a better outcome.
Kejadian kangker paru pada perempuan meningkat setiap tahun. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor risiko kejadian kanker paru pada perempuan yang dirawat di Bagian Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang dan RSUD Solok. Penelitian ini menggunakan desain penelitian case control pada 23 orang perempuan dengan kanker paru sebagai kasus dan 46 orang perempuan bukan kanker paru sebagai kontrol yang dilakukan di Bagian Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang dan RSUD Solok selama tahun 2018. Sampel diambil secara nonprobabilitas dengan teknik konsekutif. Tidak terdapat perbedaan bermakna karakteristik antara kelompok kasus dan kontrol. Terdapat hubungan bermakna antara paparan asap rokok dari orang tua dengan kejadian kanker paru pada perempuan (OR= 13,46 CI95% 4,04-44,82; p=0,0001). Tidak terdapat perbedaan bermakna merokok (OR=2,05 CI95% 0,12-34,26; p=1,000), paparan asap rokok suami (OR=2,97 CI95% 1,03-8,60; p=0,074), paparan asap rokok di tempat kerja (OR=2,10 CI95% 0,28-15,92; p=0,596), paparan asap biomass (OR=1,22 CI95% 0,42-3,57; p=0,928), riwayat keganasan dalam keluarga (OR=4,29 CI95% 0,37-49,95; p=0,256) dan riwayat TB (OR=0,25 CI95%; p=0,253) dengan kejadian kanker paru pada perempuan. Dapat disimpulkan, paparan asap rokok orang tua adalah faktor risiko utama untuk terjadinya kaker paru pada perempuan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.