<strong>Heavy Metal Accumulation on Green Mussels in the Java Coastal Water.</strong>In many countries, green mussel (<em>Pernaviridis</em>) is harvested as food source. It is also commonly used as indicators for toxic contaminant, i.e. heavy metals, in the coastal waters. In Indonesia, green mussels are mostly cultivated in the north coast of Java where most industrial estates are located. Without further treatment, toxic contaminant of industrial waste may give impact to the surrounding environment, not to mention the adjacent coastal waters. This study was aimed to determine the accumulation of heavy metals, namely Hg, Pb and Cd, in green mussels. Green mussel samples were collected in 2017, taken from four culture sites in the north coast of Java: Panimbang, Jakarta Bay, Brebes and Cirebon. Our results showed that the concentration of Hg, Pb and Cd in green mussel tissues of those locations are: Panimbang = Hg: <0.22 mg/kg, Pb: undetectable, and Cd: 0.068 mg/kg; Teluk Jakarta = Hg: 11.7 mg/kg, Pb: 29.4 mg/kg, and Cd: 0.42 mg/kg; Brebes = Hg: 0.01 mg/kg, Pb: 3.52 mg/kg, and Cd: 0.4 mg/kg; and Cirebon = Hg: 0.01 mg/kg, Pb: 2.66 mg/kg, and Cd: 0.73 mg/kg. These results indicate that only green mussels from Panimbang contain heavy metals below the thresholds allowed to be consumed by humans
ABSTRACT. Nusa Penida island is one of center for seaweed culture in Bali province. Seaweed that cultured is Euchema spinosum and Euchema cottoni spread around coastal. There also found wild seaweed, such as Ulva sp and Gracillaria sp. Abalone (H. squamata) is one of kind Mollusca which high economic value, but abalone cultured is not yet develop in Nusa Penida island, although this island have high potency for developing abalone culture. Abalone culture needs seaweeds as a diet. The abundance of seaweeds as abalon diet is important for developing abalon culture in Nusa Penida Island in the future. The aim of this research was to asses the potency of seaweeds as diet for developing abalone culture in Nusa Penida island. Research was done in Batununggul village, Nusa Penida Island. Experimental design was used Completely Randomized Design (CRD) with 3 treatments and 3 replications. The treatments were used different seaweeds as diet for abalone culture: (DG=Diet Gracillaria sp, DS=Diet Spinosum sp. and DU=Diet Ulva sp.). Abalon were cultured for 4 months by feeding the diet at satiation. Data analysis was used analysis varian (Anova) with SPSS. 16. The result showed abalon fed with Gracillaria sp (DG) at 4.73 g was the highest growth by 4.73 g, followed DU by 3.93 g and DS by 3.43 g. Meanwhile the abalon shell length fed with Gracillaria sp (DG) was the highest growth by 6.55 mm, followed DU by 5.97 mm and DS by 5.60 mm. Based on variant analysis showed growth performance (length shell and weight) abalon, all treatments were not significantly different (P>0.05). The conclusion this research, the three species of seaweed can be used as diet for abalone culture. These seaweeds have same potency as diet for developing abalone culture in Nusa Penida Island 2 E3S Web of Conferences 47, 02004 (2018)
Usaha budidaya rumput laut sangat dipengaruhi oleh lokasi dan iklim. Penyusunan pola musim tanam rumput laut yang benar dapat membantu dalam keberlanjutan usaha budidaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pola musim tanam rumput laut, Kappaphycus alvarezii, berdasarkan pendekatan kesesuaian lahan pengembangan budidaya rumput laut di Nusa Penida, Bali. Data dikumpulkan pada bulan Mei dan September 2013. Kesesuaian lahan dianalisis secara spasial berdasarkan sistem informasi geografis, dengan memadukan antara faktor kualitas perairan dan sosialinfrastruktur. Hasil analisis menunjukkan bahwa bulan Mei merupakan bulan yang sesuai untuk K. alvarezii dibandingkan dengan bulan September. Kawasan Pulau Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan merupakan kawasan yang lebih sensitif terhadap perubahan kondisi perairan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam penyusunan strategi musim tanam di Nusa Penida.
Kegiatan budidaya ikan dalam Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Maninjau, Sumatera Barat sudah berkembang pesat. Kegiatan penelitian telah dilakukan pada tahun 2009 dengan metode Parcipatory Rural Apraisal (PRA). Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengevaluasi dan mengetahui status perkembangan budidaya ikan yang ada di Danau Maninjau dilihat dari aspek teknis budidaya dan kelayakan ekonomis usaha budidayanya. Berdasarkan evaluasi teknis budidaya, sebagian besar ikan yang dipelihara adalah ikan nila dengan sistem KJA tunggal, pemberian pakan dengan sistem pompa, dan nilai FCR rata-rata pada budidaya ikan nila sebesar 1,61. Manajemen budidaya yang diterapkan oleh pembudidaya relatif masih sederhana, yang terlihat dari penempatan KJA yang sebagian besar di pinggir danau dan pemberian pakan yang belum sesuai cara budidaya yang baik dan benar (CBIB). Berdasarkan analisis kelayakan usaha, budidaya ikan dalam KJA tunggal di Danau Maninjau pada saat dilakukan penelitian ini, masih tergolong layak untuk dilakukan. Tetapi tidak disarankan untuk pengembangan kegiatan budidaya dengan sistem KJA tunggal, karena pakan yang terbuang ke perairan relatif lebih banyak sehingga tidak ramah lingkungan. Alternatif kebijakan yang perlu diterapkan oleh pemerintah setempat dalam pengelolaan perikanan budidaya di Danau Maninjau adalah kebijakan yang mengarah kepada penerapan manajemen budidaya yang sesuai kaidah CBIB, pengaturan kembali tata letak KJA, untuk permodalan diperlukan peran serta pemerintah daerah untuk pembentukan koperasi pembudidaya sehingga dapat membantu permodalan dengan memberikan kredit dengan bunga rendah. Opsi-opsi kebijakan tersebut kiranya dapat diterapkan untuk mendukung pengembangan dan keberlanjutan kegiatan budidaya ikan di Danau Maninjau.
ABSTRAKTujuan program ini adalah mengetahui langkah-langkah pelatihan mutu kerjasama dan mengoptimalkan pelatihan manajemen mutu kerjasama. Hal ini didasari pada permasalahan yang terjadi pada mitra yaitu kurangnya perhatian Kepala Sekolah dalam kerjasama lembaga, bentuk kerjasama-kerjasama yang dimiliki oleh sekolah kurang maksimal, dan terbatasnya sumber dana yang dimiliki sekolah dalam peningkatan mutu.Target luaran dalam pengabdian ini adalah Modul Pelatihan Manajemen Mutu Kabupaten dan Kota Magelang Kepala Sekolah Sebagai Penunjang Kualitas Dan Akreditasi Sekolah Dasar. Pelatihan yang diikuti oleh 25 kepala Sekolah Dasar di Kabupaten dan Kota Magelang ini, menggunakan model pelatihan yang tertutup dengan keuntungan penggunaan model ini yaitu: 1) Menerangkan beberapa aspek dari perilaku manusia dan interaksi; 2) Mengintegrasikan apa yang akan diketahui dengan observasi; 3) Penyederhanaan proses hubungan antar manusia yang kompleks; 4) Membimbing observasi. Pelatihan dalam program pengabdian ini memiliki aspek yaitu, mengidentifikasi kebutuhan organisasi, penilaian dan umpan balik, spesifikasi pekerjaan, identifikasi kebutuhan peserta pelatihan, menentukan tujuan, membuat kurikulum, memilih strategi pengajaran dan pengadaan sumber-sumber pengajaran, pelaksanaan pelatihan. Efektifitas pelatihan dilihat melalui pengukuran awal yaitu menggunakan pretest diperoleh skor pemahaman awal dengan persentase 67,4% dan pengukuran akhir dalam bentuk post test dengan persentase 82,95%. Terjadi peningkatan pemahaman tentang manajemen mutu kerjasama sekolah sebesar, terjadi peningkatan 15,55% dalam tahap pelatihan. Hal ini menunjukkan efektifitas model pelatihan mutu kerjasama. Kata kunci : Model Pelatihan, Manajemen Mutu, Kerjasama Sekolah PENDAHULUANKualitas sekolah sangat dipengaruhi prestasi guru, siswa, dan kepala sekolah. Guru yang mempunyai kinerja yang baik, akan meningkatkan output sekolah. Begitu juga dengan kemampuan siswa yang baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotor akan meningkatkan pencapaian indikator
Cacing laut merupakan salah satu jenis pakan alami yang banyak digunakan sebagai pakan induk udang di pembenihan udang. Jenis-jenis cacing laut yang dimanfaatkan sebagai pakan alami induk udang di pembenihan udang antara lain dari famili Nereidae dan Eunicidae. Famili Nereidae terdiri atas Nereis sp., Namalycastis, Perinereis nuntia. Famili Eunicidae terdiri atas Marphysa sp.-1, dan Marphysa sp.-2. Berbagai jenis cacing laut tersebut mempunyai nama lokal yang berbeda-beda di beberapa wilayah seperti di Kabupaten Serang, Cilacap, Situbondo, dan Barru. Masyarakat setempat memperoleh cacing laut tersebut dari penangkapan di alam antara lain di kawasan mangrove, tambak, dan pantai. Pembenihan udang sebagai pengguna sangat mengharapkan cacing laut dapat dibudidayakan sehingga kebutuhan pakan alami tidak tergantung dari hasil penangkapan saja. Pembenihan udang telah siap menerima produksi cacing laut dari hasil budidaya jika cacing laut berhasil dikembangkan, hal ini menjadi peluang pasar yang menjanjikan sehingga potensi dan peluang sebagai salah satu komoditas penting untuk memenuhi kebutuhan pakan alami dalam industri akuakultur terpenuhi.
Cacing laut sebagai pakan berkualitas tinggi sangat dibutuhkan dalam prosespematangan gonad dan pemijahan udang dan ikan. Namun informasi bahan pakan lokal alternatif untuk budidayanya masih terbatas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi beberapa bahan baku lokal sebagai alternatif pakan dalam budidaya cacing laut Nereis sp. Metode penelitian menggunakan metode eksperimental dengan random design. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 6 ulangan. Perlakuan yang diberikan pada pemeliharaan Nereis sp. dengan menggunakan perbedaan jenis pakan. Pakan yang digunakan terdiri atas 4 jenis: (A) tepung usus ayam broiler, (B) tepung kepala udang, (C) tepung darah ayam, dan (D) pakan komersial (kontrol). Hasil penelitian menunjukkan pertambahan bobot berkisar 0,31-1,01 g, dan laju pertumbuhan spesifik berkisar 0,73%-1,76 %/hari, serta tingkat sintasan berkisar 80,56%-92,22%. Hasil analisis varian terhadap pertumbuhan, laju pertumbuhan spesifik, dan sintasan berbeda nyata (anova P< 0,05). Perlakuan terbaik diperoleh pada pakan dari tepung usus ayam broiler. Jenis pakan yang lain juga mempunyai kualitas yang sama dengan pakan komersial. Dengan demikian tepung usus ayam, kepala udang, dan tepung darah dapat digunakan sebagai alternatif pakan dalam budidaya cacing laut selain pakan ikan komersial.
PENDAHULUANPeningkatan kebutuhan bahan sumber protein bagi bahan baku pakan ikan akan seiring dengan rencana dalam meningkatkan produksi perikanan 353% hingga tahun 2015. Pakan dengan kandungan protein tinggi dan kualitas baik merupakan salah satu faktor utama dalam proses peningkatan produksi tersebut. Pada saat ini Indonesia POTENSI PENGEMBANGAN CACING LAUT (POLYCHAETA) SEBAGAI SUMBER PAKAN INDUK UDANG WINDU DI KABUPATEN BARRU, SULAWESI SELATAN
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
334 Leonard St
Brooklyn, NY 11211
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.