Latar Belakang: Gejala klinis lupus eritematosus sistemik (LES) menunjukkan variabilitas yang besar, dengan proses autoimun yang mendasarinya. Interleukin-1 (IL-1) adalah sitokin pleiotropik yang telah dikaitkan dengan imunopatogenesis SLE dan tingkat keparahan penyakitnya. Selain itu, telah ditunjukkan bahwa IL-1 memainkan peran penting dalam nefritis lupus. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara laju filtrasi glomerulus (LFG) dan interleukin 1 (IL-1) serum pada pasien SLE. Metode : Dari Januari hingga Maret 2018, sebuah studi potong lintang analitik observasional dilakukan di poliklinik penyakit dalam dan bangsal rawat inap di Rumah Sakit Sanglah Denpasar di Bali, Indonesia. Pasien SLE perempuan yang berusia di atas 18 tahun, tidak dalam masa menopause, dan bersedia berpartisipasi dilibatkan dalam penelitian ini. Tes imunosorben terkait-enzim (ELISA) dengan sensitivitas tinggi digunakan untuk mengukur kadar IL-1 darah. Usia, Indeks Massa Tubuh (BMI), skor MEX-SLEDAI, kreatinin serum, dan Glomerular Filtration Rate (GFR) data diperoleh dari wawancara dan tinjauan catatan medis. Hasil: Studi ini melibatkan 54 peserta, dengan usia rata-rata 28,43+6,58. Kadar IL-1 serum ditentukan rata-rata 0,16 (0,06-0,95) pg/ml. IL-1 dan GFR terbukti berkorelasi secara signifikan (r=0,338; P=0,012). Simpulan: Penelitian ini menunjukkan hubungan antara IL-1 serum dan laju filtrasi glomerulus pada LSE yang tidak aktif.
Latar Belakang: Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun sistemik yang menyerang berbagai sistem tubuh. Manifestasi SLE sangat beragam dan bergantung pada organ yang terlibat. Nefritis lupus merupakan salah satu komplikasi SLE yang berujung pada end-stage-renal-disease. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil klinis pasien SLE, kejadian nefritis lupus, dan respon ginjal di klinik reumatologi RSUP Sanglah pada Januari-Februari 2022. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan 152 peserta di klinik reumatologi RSUP Sanglah. Data penelitian dikumpulkan melalui anamnesa dan data laboratorium. Hasil: Berdasarkan hasil penelitian, 93,5% pasien SLE adalah wanita. Terdapat 36,1% young-adult (17-30 tahun), 11,2% middle-aged-adult (31-44 tahun), dan 52,7% old-aged-adult (>45 tahun). Gejala yang paling sering dikeluhkan pasien adalah artritis (88%). Keluhan mukokutan dialami oleh 86% pasien. Demam merupakan keluhan terbanyak ketiga (71%). Keterlibatan ginjal atau nefritis lupus dialami 47% pasien. Sebanyak 34,9% pasien nefritis lupus wanita mencapai respon komplet ginjal dan 11,2% mencapai respon parsial ginjal. Pasien yang diterapi lebih dari 5 tahun dan mencapai respon komplet ginjal berjumlah sebanyak 20,4%. Terdapat 10,5% pasien yang diterapi kurang dari 2 tahun dan mencapai respon parsial ginjal sebanyak 10,5%. Simpulan: Nefritis lupus merupakan gejala ke-4 tersering. Maka dari itu, pasien yang dicurigai SLE harus mendapat terapi secepatnya untuk mencegah keterlibatan ginjal. Pasien yang sudah mengalami nefritis lupus harus mendapat terapi yang adekuat agar respon komplet ginjal dapat tercapai.
Introduction: Axial spondyloarthritis is a chronic inflammatory disease that mainly affects the axial skeleton. Anti-TNF can be a therapy of choice for ankylosing spondylitis. Case Illustration: A 33-year-old male patient complained of chronic low back pain. The patient is diagnosed with ankylosing spondylitis based on New York Criteria 84. Initial therapy included NSAIDs for six months but showed no response. After we initiated the TNF inhibitor therapy, patients showed significant clinical improvement: BASDAI scores improved from 4.9 to 1.1, BASFI from 3.1 to 1.0, and ASDAS-CRP from 3.2 to 2.0. Conclusions: Patient with ankylosing spondylitis who have no response to NSAIDs should be considered for TNF inhibitor administration. After six months of TNF inhibitor therapy, the patient responded well. Keywords: Axial spondyloarthritis, ankylosing spondylitis, NSAIDs, Tumor Necrosis Factor.
Latar belakang : Proses inflamasi berperan penting dalam patogenesis SLE. Proses inflamasi yang terjadi pada penderita SLE juga akan mempengaruhi diferensiasi osteoklas dan osteoblast. Interleukin-17 (IL-17) merupakan mediator pro-inflamasi yang dihasilkan akibat proses inflamasi sistemik. Peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi diketahui mengakibatkan perubahan regulasi RANKL, yang selanjutnya akan mempengaruhi osteoprotegerin (OPG). Peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi pada penderita SLE dapat mengakibatkan ketidakseimbangan RANKL/OPG. Tujuan : Mengetahui korelasi antara kadar IL-17 serum dengan rasio RANKL/OPG pada penderita SLE. Metode : Penelitian ini merupakan studi observasional analitik potong lintang yang dilakukan di poliklinik dan bangsal rawat inap. Penyakit Dalam RSUP Sanglah Denpasar, Bali, Indonesia dari bulan Januari-Maret 2018. Penderita SLE berjenis kelamin wanita yang berusia lebih dari 18 tahun dan belum mengalami menopause serta bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent diikutsertakan dalam penelitian. Kadar IL-17 serum diperiksa dengan menggunakan metode high sensitivity ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay). RANKL diukur menggunakan metode Human sRANKL (TOTAL) ELISA, sedangkan OPG diukur menggunakan metode Human Osteoprotegerin ELISA. Rasio RANKL/OPG didapatkan dari perbandingan antara kadar RANKL dan OPG. Hasil : Penelitian ini melibatkan 68 subyek penelitian. Median umur subyek penelitian yaitu 31,32 (17-54). Kadar IL-17 dan rasio RANKL/OPG pada seluruh subyek yaitu 0,435 (0,23-30,65) dan 70,18 (4,98-1060,46). Didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar IL-17 dan rasio RANKL/OPG dengan p=0,010. Dari analisis multivariat didapatkan bahwa kadar IL-17 berkorelasi dengan rasio RANKL/OPG (B=6,554, SE(B)=2,686, p=0,018). Simpulan : Pada penelitian ini terdapat korelasi antara kadar IL-17 serum dengan rasio RANKL/OPG pada penderita SLE.
Background: Lupus nephritis is one of complication of systemic lupus erythematosus (SLE) which manifests to the kidneys. Lupus nephritis occur in 50-60% of cases in the first ten years of the onset of SLE. Standard therapy for lupus nephritis are immunosuppressive drugs such as corticosteroids and cytostatics. In a refracter case, biologic agent has giving new hope.Case description: We report a case of seventeen years old female with chief complaints of edema in both feet, skin rash caused by sun exposure, joint pain, mouth ulcer with positive ANA test, proteinuria and high blood sugar level. Patient was then diagnosed with SLE, lupus nephritis and other types of DM. Patient was treated with combination theraphy of cycloposphamide and Rituximab. Patient then discharged in good condition.Conclusion: we suggest that combination of cycloposphamide and Rituximab is effective in controlling SLE and reducing the dose of steroid theraphy.Keyword: biological agents, systemic lupus erythematosus, lupus nephritis Latar belakang: Lupus nephritis merupakan salah satu komplikasi penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE) yang bermanifestasi ke ginjal. Komplikasi lupus nephritis terjadi pada 50-60% kasus dalam sepuluh tahun pertama onset penyakit SLE. Terapi lupus nephritis meliputi obat-obatan imunosupresif seperti kortikosteroid dan sitostatika. Pada kasus-kasus yang refrakter, terapi dengan agen biologis memberikan harapan baru. Harapan hidup jangka panjang dan renal survival pasien SLE dengan lupus nephritis secara progresif telah mengalami peningkatan sejak ditemukannya agen biologis, rujukan yang lebih dini, dan kriteria diagnostik yang lebih baik.Deskripsi kasus:Kami melaporkan kasus seorang perempuan, berusia 17 tahun, suku Timor, datang dengan keluhan utama bengkak pada kedua punggung kaki, kemerahan pada kulit bila terkena sinar matahari, nyeri sendi, ulserasi pada mulut, dengan hasil laboratorium ANA test positif, proteinuria, disertai kadar gula darah yang tinggi. Pasien didiagnosis dengan SLE, lupus nephritis, dan DM Tipe lain. Setelah diberikan terapi cycloposphamide dan Rituximab, kondisi pasien membaik. Kesimpulan: regimen terapi ini efektif untuk mengontrol penyakit SLE dan memungkinkan untuk penurunan dosis terapi steroid.
Background: Early atherosclerosis and its complications are currently the main problems causing morbidity and mortality in systemic lupus erythematosus (SLE). Early detection and diagnosis of atherosclerosis is performed using ultrasound (USG) B-mode by measuring the mean carotid intima media thickness (CIMT). One of the risk factors of atherogenesis that are still controversy and have not been studied are triglycerides. Objective: This study aimed to determine the correlation between serum triglyceride levels and CIMT mean values in patients with SLE at Sanglah Hospital. Method: Design of the study was an analytic cross sectional study. The inclusion criteria in this study were 12-year-old or better male and female SLE patients, willing to participate in the study by signing informed consent. The exclusion criteria in this study were patients with other autoimmune diseases, diabetes, obesity, end-stage chronic kidney disease, hypertension, malignancy, smokers. Serum triglyceride levels were tested from blood samples and CIMT mean values were measured with B-mode ultrasound. Results: From 54 samples, data characteristics were all females, median of age 31.5 (15-57) years, disease duration 44.5 ± 5.408 months, body mass index 20.48 ± 0.541 kg / m2, serum triglyceride 168.46 ± 17.49 mg / dL and mean CIMT 0,475 (0.28-0.84) mm. Those data were analyzed with Spearman correlation, between serum triglyceride level and mean value of CIMT were r= 0,391 and p= 0,003. Conclusion: Conclusion of this study was that there was a moderate mean correlation between serum triglyceride levels and CIMT mean values ??in patients with SLE in Sanglah Hospital.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
334 Leonard St
Brooklyn, NY 11211
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.