Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan dedak padi dan jagung giling terhadap kualitas nutrisi silase rumput gajah serta mengetahui level terbaik pemberian dedak padi dan jagung giling terhadap kualitas nutrisi silase rumput gajah. Dilakukan di laboratorium Fakultas Pertanian Unimor dan laboratorium Peternakan Undana selama dua bulan yakni Februari sampai Maret 2013. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan dan empat ulangan sehingga terdapat 16 unit percobaan. Adapun perlakuan yang diuji dalam penelitian ini terdiri dari 1) R0 : rumput gajah 3 kg tanpa dedak padi dan jagung giling; 2) R1 : rumput gajah 3 kg + dedak padi100 gr + jagung giling 100 gr; 3) R2 : rumput gajah 3 kg + dedak padi 200 gr + jagung giling 200 gr dan; 4) R3 : rumput gajah 3 kg + dedak padi 300 gr + jagung giling 300 gr. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan silase rumput gajah dengan kombinasi dedak padi 200 gram ditambah jagung giling 200 gram pada setiap 3 kilogram hijauan rumput gajah mampu memberikan hasil terbaik terhadap variabel kandungan protein kasar 12,61% dan serat kasar sebesar 28,37% sedangkan pada variabel kandungan bahan kering menunjukan nilai perlakuan yang relatif sama. Secara Umum dapat dikatakan bahwa pemberian dedak padi yang dikombinasikan dengan jagung giling pada pembuatan silase rumput gajah mampu mempertahankan nilai nutrisi kandungan rumput gajah. ©2016 dipublikasikan oleh JAS.
Background and Aim: The amino acid content of feed can affect growth performance of poultry during the first 6 weeks of life or the starter phase. Unlike for broiler and layer chickens, there is no information concerning standard requirements for tryptophan and threonine during the starter phase. This study aimed to determine the amount of threonine and tryptophan that should be supplemented in chicken feed to maximize growth performance and small intestinal morphology of native chickens during the starter phase. Materials and Methods: A total of 128 day-old native chickens were divided into four treatment groups with four replications based on a completely randomized design. The treatment diets were as follows: T0 (control feed); T1 (T0+0.10% L-tryptophan+0.35% L-threonine); T2 (T0+0.17% L-tryptophan+0.68% L-threonine); and T3 (T0+0.25% L-tryptophan+1.00% L-threonine). Results: The feed intake was highest for the T2 and T3 groups (123.06 and 124.18 g/bird/week, respectively). The T3 group had the highest body weight gain (49.35 g/bird/week) and carcass weight (201.44 g/bird) relative to the other groups, while the T2 and T3 groups showed similar, significant (p<0.05) increases in feed conversion ratio (2.57 and 2.51, respectively) and carcass percentage (60.88 and 60.99%/bird, respectively) compared to the other groups. This study showed villi height, crypt depth, and villi width of duodenum, the highest jejunum and ileum of T3 (1109.00±27.26, 1325.50±75.00, 1229.50±101.68, 225.50±17.52, 236.00±24.81, 219.75±17.25, 192.25±14.41, 191.75±4.79, and 184.75±6.40, respectively) compare to other treatment. Conclusion: These results indicate that supplementation of feed with 0.17% L-tryptophan and 0.68% L-threonine positively affected the growth performance and small intestinal morphology of native chickens during the starter phase.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan aditif berbeda terhadap kualitas fisik dan kimia silase komplit berbahan dasar sorgum. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan, yang terdiri dari: R0 (Sorgum + Lamtoro (Tanpa bahan aditif/kontrol)), R1 (Sorgum + Lamtoro + Dedak 20% + Gula batu 10%), R2 (Sorgum + Lamtoro + Tepung Jagung 20% + Gula batu 10%) dan R3 (Sorgum + Lamtoro + Pollard 20% + Gula batu 10%). Persentase bahan aditif dihitung berdasarkan berat cacahan sorgum dan lamtoro. Tanaman sorgum dipanen pada umur 70 hari setelah tanam dan dilayukan selama 3 jam dan dicacah berukuran 3 cm. Hasil cacahan tersebut dicampur dengan bahan aditif sesuai perlakuan dan persentasenya dan dimasukkan ke dalam toples plastik (silo) berkapasitas 3 liter, campuran yang dimasukkan ke dalam silo ditekan agar lapisan cacahan menjadi padat (prinsip anaerob). Ensilase dibiarkan selama 21 hari. Kualitas fisik (pengamatan) yang dilihat adalah tekstur, warna, aroma, pH dan persentase jamur, kandungan nutrisi silase komplit diukur secara proksimat. Hasil menunjukkan bahwa adanya pengaruh (P<0,05) penggunaan aditif terhadap aroma dan persentase jamur silase komplit berbahan dasar sorgum sedangkan warna, pH dan tekstur tidak dipengaruhi oleh penggunaan aditif. Disimpulkan bahwa penggunaan aditif mampu meningkatkan kualitas fisik dan kimia silase komplit berbahan dasar sorgum. Masing-masing jenis aditif memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peningkatan kualitas silase komplit. Kualitas fisik dan kimia terbaik ditunjukkan oleh penggunaan pollard 20% dan gula batu 10%.
Penelitian ini bertujuan membandingkan kualitas ransum yang dibuat sendiri dengan ransum konvensional terhadap penampilan (PBBH ), konsumsi ransum, dan konversi ransum ayam broiler, dilaksanakan di kandang peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Timor, Kabupaten Timor Tengah Utara selama 1 (satu) bulan lebih berlangsung dari tanggal 17 Februari sampai dengan 24 Maret 2015. Masing-masing ransum di berikan pada ayam Broiler dari umur 0-35 hari atau 5 minggu dengan melihat penampilan ayam broiler dan PBBH. Jumlah ayam broiler yang digunakan sebanyak 80 ekor. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan ransum buatan memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi ransum. Bobot badan akhir umur 35 hari pada perlakuan ransum buatan dengan rataan pada kisaran 184,58-223,15 gram/ekor; dengan rata- rata akhir 205,39 gram/ekor lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan ransum konvensional yang menghasilkan kisaran rataan 181,88-209,91 gram/ekor; dengan rata-rata 194,62 gram/ekor. Konsumsi ransum selama 35 hari pada perlakuan ransum buatan pada kisaran rataan 629,39-658,78 gram/ekor, dengan rata-rata 640,43 gram/ekor, lebih rendah dibandingkan pada perlakuan ransum konvensional yang menghasilkan rataan 695,15-728,48, dengan rata-rata 713,81 gram/ekor. Konversi ransum pada perlakuan ransum buatan berada pada kisaran ratan 2,81-3,48 gram/ekor, dengan rata- rata konversi ransum 3,12 gram, lebih baik dibandingkan pada perlakuan ransum konvensional yang menghasilkan kisaraan rataan 3,08-3,88 gram/ekor, dengan rata-rata konversi 3,67 gram. ©2016 dipublikasikan oleh JAS.
Aim: This research aimed to know the effect of the use of complete feed on Bali cattle fattening performance seen from the carcass characteristics. Materials and Methods: The cattle employed in this research were 12 male Bali cattle aged between 2 and 2.5 years old based on the teeth estimation. The average initial body weight of the cattle during the research was 181.50±16.51 kg. The complete feed contained Gliricidia sepium, natural grass, ground corn, bran pollard, and rice bran which have been compiled into three types of ration of T1, T2, and T3. The T1 ration contained standard crude protein (CP) and high energy (11% CP; 72% total digestible nutrient [TDN]), and T2 contained medium protein and high energy (13% CP; 72% TDN), while T3 ration contained high protein and high energy (%15 CP; 72% TDN). Results: The meat percentage of T2 and T3 was relatively the same, but higher than T1 (p<0.05). The bone percentage and meat: A bone ratio of T2 was higher than T1; in contrast, and T3 was relatively the same with T2 and T1 (p<0.05). The weight of slaughter, carcass percentage, and weight of meat, bone, and fat were relatively the same among the treatments. Conclusion: The application of complete feed with protein source from G. sepium with CP and TDN of 13 and 72%, respectively, can improve carcass percentage and meat: A bone ratio of male Bali cattle fattening. The treatments have not had a positive effect on slaughter weight (kg), hot and cool carcass weight (kg), meat and fat weight (kg), fat percentage, and non-carcass (kg).
Kelompok Tani Nek’To Noapala terletak di Desa Kiuola Kecamatan Noemuti Kabupaten Timor Tengah Utara. Desa ini memiliki beberapa potensi pertanian dan peternakan yang dapat dikembangkan oleh petani, salah satunya tanaman padi (Oriza sativa L.) dan hasil ikutan dari tanaman padi tersebut dimanfaatkan untuk produktivitas ternak sapi. Jerami padi merupakan limbah dari tanaman padi sebagai pakan ternak memiliki kadar protein rendah, berserat tinggi dan berdaya cerna rendah sehingga diperlukan adanya suatu perlakuan yaitu dengan teknologi fermentasi. Metode yang dipakai dalam kegiatan pengabdian ini berupa FGD( Foccus Discussion Group) dan praktek secara langsung. Proses fermentasi dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap fermentasi dan pengeringan. Proses fermentasi berlangsung selama 21 hari secara anaerob. Hasil yang diperoleh yaitu jerami padi hasil fermentasi yang memiliki kualitas fisik cukup baik diantaranya memiliki tekstur yang lembut, warna kuning kecoklatan dan aroma seperti tapeserta hasilnya langsung diaplikasikan ke ternak sapi. Disimpulkan bahwa kegiatan pengabdian ini dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat terkhususnya anggota kelompok tani Nek’To Noapala Desa Kiuola tentang pemanfaatan jerami padi secara fermentasi sebagai pakan alternatif bagi ternak sapi
Penelitian ini dilaksanakan pada kebun percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kelurahan Sasi, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten TTU pada bulan Juli sampai September 2017. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh aplikasi pupuk bokashi padat berbahan dasar feses ayam dengan level berbeda terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman lamtoro. Perlakuan yang diuji dalam penelitian ini terdiri dari R0=Tanpa bokashi., R1=Aplikasi pupuk bokashi 250 g/lubang tanam., R2=Aplikasi pupuk bokashi 500 g/lubang tanam., R3=Aplikasi pupuk bokashi 750 g/lubang tanam yang diamati efeknya terhadap Tinggi tanaman, jumlah helai daun, berat segar daun, berat kering daun, berat segar akar, berat kering akar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian bokashi padat pada level 250 g/lubang tanam secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi lamtoro yaitu sebesar 43,51 cm/tanaman, jumlah helai daun 59,18 helai/tanaman, berat segar daun 21,79 g/tanaman, berat kering daun 8,45 g/tanaman, berat segar akar 13,20 g/tanaman, berat kering akar 5,74 g/tanaman.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
334 Leonard St
Brooklyn, NY 11211
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.