Physical restraint and confinement (pasung) by families of people with mental illness is known to occur in many parts of the world Pasung is a common human right violation on people with mental illness found on every country in the world especially in developing countries like Indonesia. In Indonesia the term pasung refers to the physical restraint or confinement of "criminals, crazy and dangerously aggressive people. Despite the classification as Human Right Violation, pasung is constantly performed in Indonesia. In 2018, around 18% people with mental ilness experienced pasung. This study aimed to identify factors related to pasung. The researcher conduct the literature review on the credible sources. Five databases were used including Science Direct, Proquest, Scopus, Ebsco, and Google Scholar. Study result identified that factors related to pasung come from person with mental illness, family and community. The pasung phenomena within the community on people with mental illness ironically have a limited sources of research especially the ethnographic study of the said phenomena. Ethnographic study on pasung is important to elucidate the social and cultural meanings of the practice in a variety of settings and cultures especially in Indonesia, which take an enourmous impact within the community including the practice of pasung on people with mental illness.
Skizofrenia merupakan penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan terganggunya pikiran, persepsi, emosi dan perilaku. Salah satu gejala negatif pada skizofrenia adalah harga diri rendah. Harga diri rendah merupakan evaluasi diri yang negatif, berhubungan dengan perasaan tidak berdaya, putus asa,rapuh dan tidak berharga.Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah memaparkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien harga diri rendah kronis setelah latihan terapi kognitif dan psikoedukasi keluarga.Metode yang digunakan adalah studi kasus, pasien yang dikelola sebanyak 20 orang dengan karakteristik pasien berjenis kelamin wanita,berusia 25 sampai 60 tahun. Pendekatan teori adaptasi Roy digunakan oleh penulis karena penerapan intervensi pada teori ini berfokus pada mengubah stimulus yang dialami oleh pasien dan bukan pasiennya, sehingga perawatlah yang meningkatkan interaksi antara manusia dengan lingkungannya, sehingga pasien dapat meningkatkan kesehatan, memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan menciptakan perubahan pada lingkungannya. Hasil penanganan kasus menunjukan terjadinya penurunan tanda gejala serta peningkatan kemampuan pasien (80%) setelah diberikan tindakan keperawatan ners dan ners spesialis berupa terapi kognitif dan peningkatan kemampuan keluarga (72%) setelah pemberian terapi psikoedukasi keluarga.Penulisan karya ilmiah ini merekomendasikan tindakan keperawatan ners dan ners spesilais terapi kognitif dan psikoedukasi keluarga dapat menjadi standar terapi ners spesialis keperawatan jiwa pada pasien dengan harga diri rendah kronis. Kata Kunci: Skizofrenia, Harga Diri Rendah Kronis, Terapi Kognitif, Psikoedukasi Keluarga.
Latar belakang : Pasien pasung yang dirawat di RSJ dan dikembalikan kepada keluarga masih mengalami pemasungan ulang. Tujuan penelitian ini adalah menguraikan pengalaman keluarga dalam merawat pasien paska pasung, menggunakan desain penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Metode : Teknik pengambilan partisipan menggunakan purposive sampling dengan kriteria inklusi caregiver yang mempunyai anggota keluarga pernah dipasung sebelum dirawat di RSJ dan pernah atau sedang mengalami pemasungan ulang, mampu berkomunikasi dengan baik dan bersedia menjadi partisipan. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dan menggunakan catatan lapangan terhadap tujuh partisipan. Hasil : Hasil wawancara dianalisa dengan menggunakan langkah analisa Creswell dan ditemukan 5 tema sebagai hasil penelitian. Tema-tema yang dihasilkan adalah kelelahan fisik dan pergolakan emosi keluarga sebagai dampak merawat, kesulitan keluarga dalam manajemen beban, perilaku agresif sebagai alasan pemasungan ulang, bentuk dukungan internal dan eksternal pada keluarga dalam merawat dan peningkatan pemahaman spiritualitas keluarga sebagai hikmah merawat. Simpulan : Hasil penelitian ini menemukan bahwa keluarga pasien paska pasung mengalami beban emosional dan kelelahan fisik yang menjadi alasan terjadinya pemasungan ulang. Rekomendasi dari penelitian ini diharapkan perawat jiwa mengembangkan pelayanan keperawatan jiwa di masyarakat dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang cara menangani pasien gangguan jiwa dengan perilaku agresif sehingga mencegah terjadinya perilaku pemasungan oleh keluarga.
Gangguan jiwa merupakan penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia. Jumlah gangguan jiwa di kabupaten Kendal meningkat sehingga meningkatnya stres pada keluarga. Penelitian bertujuan untuk menilai efektifitas relaksasi otot progresif dalam menurunkan stres keluarga yang merawat pasien gangguan jiwa. Desain penilitian quasi eksperiment pre-post test with control group dengan 96 sampel secara purposive sampling, 48 kelompok intervensi dan 48 kelompok kontrol. Hasil penelitian relaksasi otot progresif sangat efektif menurunkan stres keluarga yang merawat pasien gangguan jiwa dibanding kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan (p= 0,001). Rekomendasi penelitian relaksasi otot progresif diberikan pada keluarga pasien gangguan jiwa untuk mengatasi stres keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa.
Decreasing the Capabilities of the Breadwinner in Meeting the Economic Needs of Families: A phenomenology Study of the Mental Illness People Post-Pasung. The breadwinner of the family economically responsible for meeting the needs of all family members, including clothing, food, and housing needs. A breadwinner of the family with mental illness after pasung needs to adjust to social functions including the ability to work and be involved in social relations. Pasung is physical restraint and confinement by families of people with mental illness in the community. The study aimed to describe the experience of the breadwinner of family post-pasung to supply the economic needs of the family. This qualitative descriptive phenomenological study applied a purposive sampling in selecting the participants. Data were obtained through an in-depth interview with six participants. The data analyzed by Colaizzi’s method. The findings revealed that three themes, namely low self-esteem as a response to changes in the role after pasung, reduction of self-capacity as an obstacle to meeting family's financial needs, and utilization of social and spiritual support in returning confidence. Pasung has an impact on the decline of people with mental illness' ability to carry out the role of the breadwinner of the family. Restoring self-confidence and improving the quality of life for the breadwinner with mental illness after pasung can be obtained from community support, creating employment opportunities and accepting the people with mental illness in the community. Keywords: Breadwinner of the family, Mental Illness, Pasung, Phenomenology Abstrak Kepala keluarga bertanggungjawab secara ekonomi memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarga yang meliputi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Seorang kepala keluarga yang mengalami gangguan jiwa selepas dari pemasungan perlu menyesuaikan diri terhadap fungsi sosial yang meliputi kemampuan untuk bekerja dan terlibat dalam hubungan sosial. Tujuan penelitian adalah ini untuk mendeskripsikan pengalaman kepala keluarga paska pasung dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Pendekatan fenomenologi diterapkan untuk mengekplorasi pengalaman kepala keluarga. Sejumlah enam orang berpartisipasi dalam penelitian ini yang dipilih melalui metode purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam kemudian dianalisis dengan metode Colaizzi. Tiga tema dihasilkan dalam penelitian ini yaitu harga diri rendah sebagai respons perubahan peran paska pasung, penurunan kapasitas diri sebagai hambatan pemenuhan kebutuhan finansial keluarga, dan pemanfaatan dukungan sosial dan spiritual dalam pengembalian kepercayaan diri. Pasung berdampak pada penurunan kemampuan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) menjalankan peran sebagai kepala keluarga. Pemulihan kepercayaan diri dan peningkatan kualitas hidup ODGJ pasca pasung sebagai kepala keluarga dapat diperoleh dengan adanya dukungan masyarakat, penciptaan lapangan kerja serta penerimaan ODGJ di masyarakat. Kata Kunci: Fenomenologi, Gangguan Jiwa, Kepala Keluarga, Pasung
Aim: The present study was to validate the Indonesian version of Psychotic Symptoms Ratings Scales (PSYRATS), the Cognitive Bias Questionnaire for Psychosis (CBQp) and the Metacognitive Ability Questionnaire (MAQ) as a new scale to measure the ability of metacognition of schizophrenia. Background: The PSYRATS, CBQp, and MAQ have demonstrated their usefulness for the assessment of hallucinations and delusions, cognitive biases and metacognitive ability in schizophrenia. So far no validation of the Indonesian version has been carried out. Methods: The PSYRATS, CBQp and MAQ were administered to 155 subjects with a diagnosis of schizophrenia. Factor structure, reliability, test-retest stability, and convergent validity were analyzed. Findings: We found that the all psychometric were reliable and valid. Indonesian version of the PSYRATS and CBQp Indonesian version have high reliability. The reliability of new psychometric of MAQ was Cronbach’s alpha=.759 and was checked in a subsample (n=32; r=.668; p<.01). Conclusions: Similar to the original PSYRATS and CBQp, the Indonesian version of PSYRATS and CBQp have good psychometric properties. The new psychometric of MAQ is a valid instrument for assessing metacognition. Implications for future research are discussed. Keywords: Schizophrenia; Hallucination Severity; Delusion Severity; Bias Cognitive for Psychosis; Metacognition: Instrumental Study.
Agressive and violent behaviors are among the symptoms manifested in individual with schizophrenia. The relationship between caregiving and mental disorder can be assessed through expressed emotion (EE). This study aimed to identify family experience in expressing emotion when providing care for client with risk of aggressive behavior. The design of the study was qualitative and it employed a phenomenological approach. Six participants were involved in an in-depth interview about their experiences in expressing emotion in providing care for client with risk of aggressive behavior. The findings identified three themes. These are; psychological responses followed by physical responses as manifestated by family response, hostility as reflection of family’s negative emotion, and positive interaction within family to meet psychological need. The findings may be used as a reference for nurses and families to consider EE when providing care for client with risk of aggressive behavior. The result emphasized that psychiatric nurses should consider EE when providing psychosocial interventions as this predicts the course of illness.
Fenomena anak jalanan merupakan fokus perhatian banyak kalangan karena jumlahnya yang terus meningkat. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa anak jalanan memiliki harga diri yang rendah dan identik dengan pola asuh uninvolved. Desain penelitian ini menggunakan deskriptif korelatif yang bertujuan mengidentifikasi hubungan pola asuh orangtua dan harga diri anak jalanan usia remaja. Penelitian ini dilakukan di daerah binaan rumah singgah di Jakarta Timur dengan 98 sampel, diambil menggunakan metode consecutive sampling. Harga diri diukur dengan menggunakan Rosenberg’s Self Esteem Scale dan pola asuh diukur dengan Instrumen Pola Asuh Mashoedi yang dikembangkan dari teori pola asuh orangtua milik Diana Baumrind. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola asuh orangtua dengan tingkat harga diri anak jalanan usia remaja di Jakarta Timur (p= 0,04). Untuk menangani masalah anak jalanan, diperlukan kerjasama dari pemerintah, perawat komunitas, pekerja sosial dan pihak rumah singgah untuk bersama-sama melakukan pemberdayaan anak jalanan berbasis keluarga dalam upaya merehabilitasi anak jalanan. Kata kunci: anak jalanan, harga diri, pola asuh orangtua, remaja Abstract Relationship of Parenting Style and Self-Esteem of Street Children the Teen Years. The phenomenon of street children is a matter that has become the focus by many people because the number of street children itself is always increasing. Previous research stated that the street children have low self-esteem and they are identical with uninvolved parenting style. It is descriptive correlative study which aims to identify the relationship between parenting style and self-esteem on street children at East Jakarta. This research was conducted in the target area of shelter in East Jakarta towards 98 samples recruited using consecutive sampling. Self-esteem is measured using Rosenberg's Self Esteem Scale and parenting style measured using Mashoedi’s Parenting Style which was developed from the theory of Diana Baumrind’s parenting style. The results showed, there is a relationship between parenting style and a level of self-esteem street children in East Jakarta (p= 0.04). To overcome the problem of street children, the cooperation between governments, community nurses, social workers and shelter is needed to do the family-based empowerment together to rehabilitate street children. Keywords: Street children, self-esteem, parenting style, adolescent
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.