Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi mahasiswa tentang kuliah online, untuk mengetahui aplikasi yang digunakan, untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat. Jenis penelitian ini adalah survey dengan metode deskriptif kuantitatif, sampel penelitian adalah mahasiswa Program Studi S1 Geografi FISIP ULM Angkatan 2019. Teknik Pengumpulan data menggunakan wawancara dan angket. Temuan Penelitian ini adalah Tempat yang biasa mahasiswa kuliah online adalah rumah sendiri yakni sebanyak 46 orang (92%), dan sebagian kuliah di rumah keluarga/tetangga sebanyak 4 orang (8%). Akses internet di tempat tinggal mahasiswa yakni sebanyak 32 orang (64%), sedangkan yang menyatakan tidak ada akses internet sebanyak 18 orang (36%). Alat elektronik yang digunakan mahasiswa dalam kuliah online adalah HP dan Laptop, dimana sebanyak 32 orang (64%) menggunakan HP untuk kuliah online, dan yang sebanyak 18 orang (36%) menggunakan laptop. Aplikasi online yang disukai mahasiswa sebagian besar adalah aplikasi Google Classroom yakni sebanyak 26 orang (52%), sebanyak 9 orang (18%) WhatsApp Group, sebanyak 8 orang (16%) Google Meet, dan sebanyak 7 orang (14%) Zoom. Pemahaman materi kuliah online sebagian besar mahasiswa menyatakan kadang-kadang paham yakni sebanyak 39 orang (78%), sebanyak 8 orang (16%) menyatakan paham, dan sebanyak 3 orang (6%) menyatakan tidak paham. Sebagian besar mahasiswa memilih kuliah tatap muka yakni sebanyak 47 orang (94%) karena kuliah online memiliki beberapa kendala. Kendala mahasiswa dalam kuliah online sebagian besar adalah kesulitan memahami materi yakni sebanyak 33 orang (66%), sebanyak 8 orang (16%) menyatakan kurangnya kuota internet, sebanyak 8 orang (16%) menyatakan kesulitan mendapatkan akses internet, dan 1 orang (2%) menyatakan kurang memahami aplikasi kuliah online.
Kalimantan Selatan mempunyai suku yang memiliki keanekaragaman dalam berbagai hal. Salah satunya adalah budaya yang berkembang dalam masyarakat adat sebagai kekayaan nasional. Masyarakat adat secara tradisi terus berpegang pada nilai-nilai lokal yang diyakini kebenaran dan kesakralannya serta menjadi pegangan hidup anggotanya yang diwariskan secara turun temurun. Nilai-nilai tersebut saling berkaitan dalam sebuah sistem. Sebagai kesatuan hidup manusia, masyarakat adat memiliki nilai sosial-budaya yang dapat dikaji untuk dikembangkan dalam pembelajaran. Masyarakat adat sangat kental dengan budaya kesetiakawanan sosial dalam melakukan segala aktivitas hidupnya. Seperti yang terjadi pada suku Dayak Meratus, Kalimantan Selatan. Terlepas dari unsur mistis yang ada di dalamnya, pemahaman tentang nilai-nilai tersebut sangat penting dimiliki oleh peserta didik, kini dan masa yang akan datang. Oleh karena itu, nilai-nilai budaya masyarakat tradisional yang dikembangkan dalam konteks kekinian, sangat penting untuk dijadikan kajian dalam pembelajaran Geografi berkaitan dengan Pendidikan Lingkungan Hidup sehingga terinternalisasi pada diri peserta didik. Tentu setelah dikaji secara ilmiah, mengapa nilai-nilai tersebut harus diwarisi oleh mereka.
Islam is the religion of rahmatan lil'alamin which regulates all aspects and joints of the life of the Ummah. The pattern of rules that are within the auspices of Islam actually comes from the Qur'an and Hadith. So, it can be said that the studies in the Qur'an and Hadith will always be an interesting study to be discussed in each change of age of the Ummah life, this is because every era will face different problems of life, but there are always similarities in the reasons listed in the study of the Qur'an and The Prophet's hadith. The Covid-19 outbreak that originated in Wuhan China is similar to the plague of leprosy and tha'un during the time of the Prophet Muhammad (PBUH) to His friend, which are both contagious diseases. In this paper the authors use the method of library research as a tool to explore information regarding Islam in dealing with infectious diseases. Basically, Islam has made a major contribution in dealing with all kinds of epidemics including Covid-19 which is happening in this era.
Pariwisata merupakan industri yang tahan terhadap keterpurukan ekonomi saat ini. Potensi pariwisata dapat menjadi peluang yang sangat baik bagi pariwisata dan pengembangan ekonomi daerah itu sendiri, sehingga perhatian harus diberikan pada peningkatan kualitas layanan, pelestarian lingkungan dan penyediaan kondisi dan infrastruktur. Pengembangan pariwisata itu sendiri, salah satu objek wisata yang potensial untuk dikembangkan adalah pantai Gedambaan. Pentingnya dukungan masyarakat setempat dalam pengembangan objek wisata di pantai Gedambaan, menjadi alasan utama penelitian ini dilakukan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuisioner dan studi pustaka. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive random sampling dan snowball.sedangkan, metode analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif berdasarkan dari hasil kuisioner. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa, 1) Pemerintah Kotabaru sudah berperan aktif dalam mengembangkan objek wisata pantai Gedambaan, mulai dari peningkatan fasilitas penunjang objek wisata, promosi, peningkatan pelayanan dan keamanan, hingga perencanaan pengembangan objek wisata. 2) Persepsi masyarakat terhadap daya dukung pemerintah dalam mengembangkan objek wisata di pantai Gedambaan menunjukkan hasil yang cukup baik. Diharapkan persepsi ini dapat dijadikan evaluasi dan acuan bagi pemerintah setempat untuk melakukan perencanaan pengembangan objek wisata pantai Gedambaan kedepannya.
The low median of age of first marriage in South Kalimantan is partly due to the high number of adolescent marriages that hinder the maturity age of marriage program. Adolescent marriages in this study is the age at first marriage for someone under the age of 20 years. This paper aims to analyze the factors that influence adolescent marriage in South Kalimantan. The study used a cross-sectional research design with data from the 2017 Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS), South Kalimantan Province. The sample in this study were all married women aged 15-49 years who were respondents to the 2017 IDHS, which were divided into two categories as follows. (1) The category of adolescent marriage was the age of first marriage 15-19 years who met the criteria, amounting to 305 respondents. (2) The category of adult marriage is the age at first marriage of 20 years and over who meets the criteria, amounting to 328 respondents. The analysis in this study used univariable, bivariable and multivariable analysis. The results of the analysis show that 13.3 percent of women with low education, come from poor households and live in rural areas, cause adolescent marriages in South Kalimantan.
Tingginya kasus kawin anum di perdesaan menjadi hambatan pencapaian pembangunan manusia di Indonesia terutama pembangunan penduduk usia muda. Studi mengenai faktor-faktor yang menyebabkan wanita tidak melakukan kawin anum di perdesaan Kalimantan Selatan menjadi sangat penting untuk dilakukan dalam rangka memberikan masukan untuk menyukseskan pendewasaan usia kawin dan sesuai aturan pada undang-undang perkawinan. Metode dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif menggunakan data sekunder yaitu data SDKI 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah perempuan usia 15-49 tahun yang telah menikah di Kalimantan Selatan berjumlah 633. Sampel dalam penelitian ini adalah perempuan usia 15-49 tahun yang telah menikah dan tinggal di daerah perdesaan Kalimantan Selatan berjumlah 333 responden. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 77 responden yang menikah dibawah 16 tahun dan 256 responden yang menikah pada umur 16 tahun keatas. Variabel yang digunakan sebagai variabel terpengaruh adalah usia kawin pertama. Sementara itu yang digunakan sebagai variabel pengaruh yaitu variabel sosial (pendidikan) dan variabel ekonomi (status bekerja dan ekonomi rumah tangga). Analisis dilakukan secara deskriptif analitis dengan menggunakan tabel silang ataupun metode statistik multivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain faktor tempat tinggal, faktor yang berpengaruh terhadap usia kawin pertama di perdesaan Kalimantan Selatan adalah faktor ekonomi (tingkat ekonomi rumah tangga) dan faktor sosial (pendidikan). Dari kedua faktor tersebut faktor ekonomi menjadi faktor dominan, bahwa rumah tangga yang ekonominya tidak miskin cenderung tidak melakukan kawin anum. Dan, wanita yang berpendidikan tinggi cenderung tidak melakukan kawin anum. Kata Kunci: wanita, berpendidikan, bekerja, resiko, kawin anum
Pernikahan adalah penyatuan pria dan wanita dalam suatu hubungan berdasarkan hukum tertentu. Bagi orang yang ingin menikah, ada beberapa aturan dari negara tersebut, salah satunya adalah usia minimal untuk menikah. Hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 sebagai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurut peraturan terbaru, usia perkawinan minimal 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan. Pernikahan dini mengalami penurunan yang cukup banyak dalam tiga puluh tahun terakhir, namun nyatanya masih banyak daerah di Indonesia yang masih mempraktikkan pernikahan, khususnya Kalimantan Selatan. Berdasarkan data BPS, prevalensi kawin anak di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 24 persen. Pada tahun 2015, prevalensi kawin anak hanya menurun sekitar 1 persen. Penurunan prevalensi perkawinan anak di Indonesia tergolong lambat. UNICEF dalam laporannya tahun 2014 menyatakan bahwa dalam tiga dekade terakhir, pernikahan anak di Indonesia mengalami penurunan kurang dari setengahnya. Berdasarkan data BPS tahun 2018, Kalimantan Selatan merupakan provinsi dengan jumlah kasus kawin usia dini tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 22,77%. Data inilah yang menjadi dasar penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melihat dua penelitian sebelumnya mengenai studi bertema pernikahan muda di Kalimantan Selatan kemudian membandingkannya dengan data BPS tahun 2018 tentang pernikahan dini itu sendiri. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah aspek ekonomi seperti kebanyakan daerah lainnya, aspek pendidikan sebagai faktor utama penentu keputusan menikah dini,
Islamic boarding schools can be used as the best alternative as a place for children in studying education, both in the context of religious guidance and formal general studies. The achievement of quality educational goals and having broad values require high motivation and interest in learning, to realize this, it must be supported by the encouragement of both parents which is applied in the learning environment and family environment. This study aimed to analyze learning motivation and the factors that influence it, which was carried out at Darul Ilmi Islamic Boarding School with a quantitative descriptive approach and random sampling. Based on the data analysis obtained, there were several factors that influence the motivation of students in learning, as described below: a) 58.6% of students stated that they were motivated by choosing Islamic boarding schools as a place for learning, b) 44.2% of students were motivated to study in Islamic boarding schools because they had basic religious abilities from previous educational institutions, c) 53.9% of students felt calm and comfortable with the atmosphere of Islamic boarding schools, d) 57% of students felt comfortable in the boarding school environment. Based on the indicators, the factor that had a major influence on students' motivation to learn at the Darul Ilmi Islamic boarding school was the desire and ideals of the student to gain knowledge at the Islamic boarding school.Keywords: Motivation; Islamic Boarding Schools; LearningPondok pesantren dapat dijadikan alternatif terbaik sebagai wadah untuk menempatkan anak dalam menimba ilmu pendidikan, baik dalam konteks tuntunan agama maupun kajian umum yang bersifat formal. Ketercapaian tujuan pendidikan yang bermutu dan memiliki nilai yang luas diperlukan motivasi dan minat yang tinggi dalam belajar, untuk mewujudkan hal demikian harus didukung dengan dorongan kedua orang tua yang diterapkan di lingkungan pembelajaran maupun lingkungan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis motivasi belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yang dilakukan di Pondok Pesantren Darul Ilmi dengan pendekatan deskriprif kuantitatif dan pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling). Berdasarkan analisis data yang diperoleh terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi santri dalam belajar, sebagai mana diuraikan berikut ini: a) 58,6% santri menyatakan termotivasi dengan memilih pondok pesantren sebagai wadah untuk belajar, b) 44,2% santri termotivasi untuk belajar di pondok pesantren karena memiliki kemampuan dasar keagamaan dari lembaga pendidikan terdahulu, c) 53,9 % santri merasa tenang dan nyaman dengan suasana pondok pesantren, d) 57% santri merasa nyaman berada di lingkungan pondok pesantren. Berdasarkan indikator di atas terdapat faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap motivasi belajar santri di pondok pesantren Darul Ilmi adalah keinginan dan cita-cita santri untuk menimba ilmu di pondok pesantren.Kata Kunci: Motivasi, Belajar, Pondok Pesantren
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.