ABSTRACT Nowadays, phubbing phenomena occur in various social groups, including college students. This has an impact on social relationships and physical health. This is a qualitative study which aims to describe the causes, behavior, and impact of phubbing. The informants were fifth semester Faculty of Public Heath, University of Indonesia undergraduate students’ year 2018. Data collected through focus group discussions on female students and in-depth interviews with male students. The results of this study indicate that students understand phubbing as a phenomenon where a person is more engaging with mobile phones than interacting with the surrounding environment. Duration of internet usage starts from 5 hours to almost 24 hours a day. Phubbing among students was due to the desire to get updated information and events, entertainment, and shows the activities or achievements of themselves. The influence of the social environment and the demands of the academic environment encourage the use of smartphones frequently. Some students experience physical health problems (tiredness, sore eyes, dizziness, nausea) and sign of mental problem (sad, depressed, lost confidence) due to improper use of smartphones. Therefore, education students regarding the use of the internet wisely to prevent phubbing behavior and its effects are needed. In addition, academic and student activities through direct interaction rather than internet need to be maintained. Keywords: Phubbing, student, internet, smartphone ABSTRAK Saat ini fenomena phubbing terjadi di berbagai kelompok sosial, tidak terkecuali mahasiswa. Hal ini berdampak pada hubungan sosial maupun kesehatan fisik seseorang. Penelitian ini merupakan studi kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui penyebab, perilaku, dan dampak phubbing. Informan adalah mahasiswa FKM UI Strata 1, semester 5 tahun 2018. Pengumpulan data dilakukan dengan cara Focus group discussion (FGD) kelompok mahasiswa perempuan dan wawancara mendalam terhadap mahasiswa laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa mengetahui phubbing sebagai fenomena dimana seseorang lebih banyak berkutat dengan handphone dibandingkan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Durasi penggunaan internet sehari mulai dari 5 jam sampai hampir 24 jam. Phubbing yang terjadi di kalangan mahasiswa dikarenakan keinginan agar tetap update informasi dan kejadian yang berlangsung, hiburan, dan juga menunjukkan kegiatan atau capaian diri sendiri. Pengaruh lingkungan sosial dan tuntutan lingkungan akademik mendorong penggunaan smartphone setiap saat. Sebagian mahasiswa mengalami gangguan kesehatan fisik (lelah, mata pedih, pusing, mual) dan tanda gangguan kesehatan mental (sedih, depresi, hilang percaya diri) akibat penggunaan smartphone yang tidak tepat. Perlu adanya upaya edukasi kepada mahasiswa mengenai penggunaan internet secara bijak sehingga mencegah perilaku phubbing dan dampaknya. Selain itu juga, perlu dipelihara kegiatan akademis maupun kegiatan mahasiswa yang dilakukan melalui interaksi secara langsung dibandingkan melalui internet. Kata kunci: Phubbing, mahasiswa, internet, smartphone
Abstrak Bidan sebagai tenaga kesehatan strategis yang berperan dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak dituntut memiliki kompetensi tinggi untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Kompetensi yang tinggi dapat tercapai bila penyelenggara pendidikan profesi bidan memenuhi standar penyelenggaraan pendidikan. Berdasarkan data Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) tahun 2016, nilai rata-rata uji kompetensi DIII kebidanan hanya 41,08. Peserta uji kompetensi yang belum lulus sebanyak 46,5%. Hasil yang masih jauh dari harapan juga ditunjukkan dari rerata try out uji kompetensi tenaga kesehatan tahun 2012 hingga tahun 2015 yang cenderung menurun. Kajian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi identifikasi kompetensi bidan berdasarkan Kepmenkes 369/MENKES/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan pada hasil Risdiknakes tahun 2017. Kajian dilakukan menggunakan observasi, wawancara mendalam dan literatur review. Informan adalah bidan di puskesmas dan pakar kebidanan. Hasil kajian menunjukkan bahwa kompetensi bidan di fasilitas pelayanan kesehatan masih belum sesuai standar. Beberapa faktor dalam penyelenggaraan pendidikan kebidanan turut membentuk kompetensi bidan yang dihasilkan. Proses rekrutmen calon peserta didik, kualitas dosen, dan proses penyelenggaraan pendidikan kebidanan secara keseluruhan merupakan komponen yang harus menjadi fokus untuk menghasilkan bidan yang sesuai dengan standar kompetensi seperti tercantum dalam Kepmenkes Nomor 369/MENKES/SK/III/2007. Kata kunci: kompetensi bidan, kajian kebidanan, pendidikan bidan, kurikulum kebidanan Abstract Midwives are strategic health workers who play an important role in maternal and child health services. They are required to have well competencies to run their tasks properly. Well, competencies can be achieved if the midwife's professional education providers meet the standards. Based on the Indonesian Health Workers' Assembly (MTKI) data in 2016, the average value of the DIII midwifery-competency test was only 41.08. Participants who failed the competency test were as much as 46.5%. It is still far from the expectation as the average value of health workers’ competency tests try out between 2012 to 2015 tends to decline. This study aims to identify midwife competencies based on Minister of Health's decree No. 369/MENKES/SK/III/2007 on midwives' profession standards and the results of the 2017 Research on Health Workers’ Education (Risdiknakes). The study was conducted using observation, in-depth interviews, and literature review. Informants are midwives at primary health care and midwifery experts. The results of the study indicate that midwife competencies in health care facilities are still not up to standard. Several factors in the administration of midwifery education also shape the competence of the midwives produced. The process of recruiting prospective students, the quality of lecturers, and the process of conducting midwifery education as a whole are components that must be the focus to produce midwives that comply with the competency standards in Minister of Health's decree No. 369/MENKES/SK/III/ 2007. Keywords: midwife competencies, midwifery studies, midwife education
Abstrak Kualitas pendidikan tenaga kesehatan yang belum merata salah satu masalah sumber daya manusia kesehatan di Indonesia. Bidan adalah tenaga kesehatan yang menempuh pendidikan kebidanan di institusi DIII kebidanan. Institusi kebidanan dituntut mampu menghasilkan bidan yang berkualitas dan kompeten sebagai pemberi layanan kesehatan ibu dan anak. Global Alliance Vaccines and Immunization (GAVI) sebagai organisasi internasional mendorong dilakukannya penelitian pendidikan DIII kebidanan di Indonesia. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan gambaran penyelenggaraan pendidikan DIII kebidanan melalui pendekatan sistem input, proses, dan output. Penelitian menggunakan desain potong lintang dengan pendekatan kuantitatif yang dilaksanakan di 18 institusi pendidikan DIII kebidanan di 5 provinsi, yaitu Jawa Barat, Banten, Sulawesi Selatan, Papua Barat, dan Papua pada tahun 2013. Analisis menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menggambarkan adanya perbedaan baik pada input, proses, maupun output antar institusi pendidikan menurut wilayah maupun kepemilikan institusi. Terdapat perbedaan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa menurut wilayah dan provinsi (p<0,05). Terdapat perbedaan pengetahuan mahasiswa di institusi pendidikan DIII kebidanan berdasarkan kepemilikan institusi. Tidak terdapat perbedaan keterampilan mahasiswa di institusi pendidikan DIII kebidanan milik pemerintah dan swasta (p=0,062). Perlu peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan DIII kebidanan agar menghasilkan lulusan yang kompeten berbasis wilayah dan kepemilikan institusi pendidikan DIII kebidanan. Kata kunci: pendidikan vokasi, kebidanan, GAVI Abstract The unequality in health workers education quality is one of human resources for health’s problems in Indonesia. Ones who want to become a midwife should attend midwifery education. Diploma III (vocational) midwifery education institution as an education provider of midwifery must produce qualified and competent midwives that will perform their function as maternal and child health (MCH) care provider. The Global Alliance Vaccines and Immunization (GAVI) as an international organization that focuses on the MCH programs in Indonesia, encourages research aiming to describe implementation of Diploma III midwifery education through a system approach (input, process and output). This is a cross-sectional study with quantitative approach that was held in 18 Diploma III midwifery education institution which were spread in 5 provinces: West Java, Banten, South Sulawesi, West Papua and Papua in 2013. The analysis used were chi-square test. The results described differences either on input, process, and output among educational institutions by region and institutional ownership. There was a difference of students’ knowledge and skill by region and province (p <0,05). There was also a difference of the students’ knowledge in midwifery education institution based on institutional ownership. There were no differences in student skills between public and private educational institution (p = 0,062). It is necessary to improve the quality of DIII midwifery education in order to produce competent graduates based on the region and the ownership. Keywords : vocational education, midwifery, GAVI
Program internsip merupakan proses pemantapan mutu profesi dokter. Proses pemahiran dan penyelarasan hasil pendidikan dengan praktik di lapangan berupa pemahiran upaya kesehatan perorangan (UKP) selama 8 bulan, dan upaya kesehatan masyarakat (UKM) selama 4 bulan. Pendidikan kedokteran berbasis komunitas merupakan wujud perubahan paradigma dari kuratif menjadi preventif. Tulisan ini menganalisis perubahan pengetahuan peserta internsip tentang UKM. Data yang digunakan adalah hasil penelitian internsip tahun 2015. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan disain longitudinal study. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret 2015 dan Oktober 2015 di provinsi yang terpilih berdasarkan status akreditasi dan status kepemilikan Fakultas Kedokteran. Instrumen penelitian berupa kuesioner kuantitatif. Analisis data secara deskriptif dan dilakukan uji T untuk mengetahui faktor yang menunjukkan perbedaan peningkatan pengetahuan tentang UKM. Secara umum terjadi peningkatan nilai pengetahuan peserta internsip tentang UKM. Faktor yang menunjukkan perbedaan adalah lama puskesmas menjadi wahana internsip, keberadaan perpustakaan puskesmas, keberadaan pusling roda empat, pendamping menilai logbook, pendamping menilai laporan, pendamping memiliki cukup waktu dalam membimbing, dan kegiatan mini project yang diikuti peserta. Diperlukan dukungan sarana, optimalisasi pendampingan dan peran aktif peserta untuk lebih meningkatkan pengetahuan UKM.
Abstrak Nusantara Sehat (NS) adalah salah satu program yang mendukung fokus kebijakan Kementerian Kesehatan periode 2015–2019 terkait pelayanan kesehatan (yankes) primer, termasuk mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Diharapkan melalui program NS, dapat terjadi peningkatan akses dan kualitas yankes di Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). Program NS dilakukan dengan penempatan tenaga kesehatan (nakes) berbasis tim yang terdiri dari beberapa jenis nakes pada tahun 2015 yang terbagi ke dalam dua periode. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran karakteristik dan motivasi tenaga Nusantara Sehat periode 1 dan 2 sebagai salah satu komponen pemberi layanan di DTPK. Penelitian dengan studi kuantitatif yang didesain potong lintang. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang dijawab oleh 690 responden NS. Data dianalisis dengan deskriptif. Jenis nakes dengan proporsi di atas 15% adalah tenaga kesehatan lingkungan, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi dan perawat. Tenaga dokter menempati proporsi terkecil. Sebagian besar berpendidikan terakhir diploma III. Kurang dari 30% yang berjenis kelamin laki-laki. Responden terbanyak berusia 20-24 tahun. Berdasarkan perhitungan skor motivasi Alderfer, tidak ada satupun responden yang masuk ke dalam kategori motivasi rendah. Hampir 92% responden memiliki motivasi tinggi dan berbeda bermakna untuk variabel usia dengan p-value = 0,036 (p<0,05). Walaupun responden berasal dari berbagai periode keberangkatan, jenis tenaga, tingkat pendidikan terakhir, jenis kelamin dan kemiripan wilayah geografis, tidak ada perbedaan skor motivasi antar kelompok. Peningkatan penyebaran informasi pendaftaran sehingga lebih luas dapat dilakukan dengan memperpanjang tenggat waktu terjangkau oleh seluruh masyarakat Indonesia dan menumbuhkan minat untuk mendaftar menjadi tenaga Nusantara Sehat. Kata kunci: motivasi nakes, DTPK, nusantara sehat Abstract Nusantara Sehat (NS) is one of the programs that supports the Ministry of Health’s policy focus for the 2015-2019 period regarding primary health care, including supporting the National Health Insurance (JKN) program. It is expected that through the NS program, there will be an increase in access and quality of services in remote areas, borders and islands (DTPK). The NS program is conducted by placing team-based health workers consisting of several types of health workers in 2015 divided into two periods.This study aims to describe characteristics and motivation of Nusantara Sehat batch 1 and 2 as one of service provider component in Indonesia’s remote areas (DTPK). Data was obtained by filling out a quantitative questionnaire by 690 respondents. 555 respondents were filling out a questionnaire. The study used cross sectional design and the data is processed descriptively. Environmental health workers, midwives, public health personnel, nutritionist and nurses were types of personnel with more than 15% proportions. Doctors occupy the smallest proportion. Most recently educated diploma III. Less than 30% are male. Most respondents aged 20-24 years. Based on the calculation of Alderfer motivation score, none of the respondents were low motivated. Almost 92% of respondents have high motivation and are significantly different for age variables with p-value = 0.036 (p <0.05). Although respondents came from various periods of departure, type of staff, recent education level, gender and similarity in geographical area, there were no differences in motivation scores between groups. To increase the widespread distribution of registration information and longer deadlines so that it is affordable for all Indonesian people and foster interest in registering as a Nusantara Sehat staff. Keywords: health worker motivation, remote areas, nusantara sehat
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.