Ayam Merawang merupakan salah satu dari ayam lokal yang berasal dari spesies Gallus-gallus, family Phasianidae. Ayam Merawang merupakan ayam lokal yang berasal dari Desa Merawang Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dan merupakan sumber genetik serta aset masyarakat Propinsi Kepulauan Bangka. Ayam Merawang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai ayam dwiguna penghasil telur dan daging. Penelitian ini dilaksanakan di KP Petaling BPTP Kepulauan Bangka Belitung pada bulan Januari 2017. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui performa ayam Merawang keturunan pertama dan kedua baik jantan maupun betina meliputi bobot badan akhir, bobot karkas serta persentase karkas. Materi yang digunakan adalah ayam Merawang sejumlah 24 ekor yang masing-masing 12 ekor untuk keturunan pertama (F1) dan keturunan kedua (F2) serta dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Rancangan percobaan yang digunakan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) terdiri dari 2 perlakuan dan 3 ulangan dan satu unit pengamatan sebanyak 2 ekor. Data dianalisis statistika dengan ANOVA dan uji Duncan dengan selang kepercayaan 95%. Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi bobot badan akhir, bobot karkas serta persentase karkas. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan performa antara ayam Merawang keturunan pertama (F1) dan keturunan kedua (F2). Perbedaan jenis kelamin memberikan pengaruh nyata (P≤0,05) terhadap bobot badan akhir, bobot karkas serta persentase karkas pada ayam Merawang.
One component of integrated rat management in rice fields is barn owl as biological control. The study was conducted to evaluate the occupancy rate of barn owl nest boxes, the local rat population, and rat damage to rice crops. It was conducted in three locations in Yogyakarta by observing 10 nest boxes per site. Assessment of their occupancy was monitored by barn owl presence in nest box (egg, chick, and adult) and natural nests in villages nearby. In comparison with control village, the local rat population was observed by the active burrow count method and linear trap barrier systems. Rat damage intensity is estimated by sampling 150 tillers using a stratified sampling approach. The result indicated that 1-4 nest boxes were occupied per location. The owls also nested within buildings nearby. Active burrows ranged from 4 to 25 burrows per 150 m. The rat damage area ranged from 33.33% - 48.57% with 6.33% - 14.86% damage intensity was significantly lower than the control site. Artificial nest box installation for owls in rice fields were only occupied for breeding. The use of barn owls for biological control of rice field rats should be combined with other methods in an integrated approach.
ABSTRAKPengisap buah lada (Dasynus piperis China) merupakan salah satu hama utama lada, yang dapat dikendalikan dengan pestisida. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kelayakan teknis dan ekonomi penggunaan minyak seraiwangi dan cengkeh dipadukan dengan pestisida sintetik untuk mengendalikan hama penghisap buah lada. Penelitian dilaksanakan di kebun petani di di desa Petaling, kecamatan Mendo Barat, Bangka pada lada berumur 4 tahun, sejak Pebruari sampai Oktober 2014. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok, terdiri dari lima perlakuan dan lima ulangan (1) minyak seraiwangi konsentrasi 2,5 ml l Hasil penelitian menunjukkan penggunaan pestisida sintetik OF menghasilkan kelayakan ekonomi yang terbesar ditunjukkan oleh B/C rasio 1,87 dan NPV Rp 281.357.916,-dan IRR sebesar 63%. Petani menyadari penggunaan insektisida nabati aman bagi lingkungan, tetapi mereka berpendapat kurang efektif dalam pengendalian hama lada. Hal tersebut karena cara aplikasi, perolehan insektisida nabati dan pengendalian dengan cara ini adalah sesuatu yang baru bagi petani lada di Bangka. Oleh karena itu pengembangan lebih lanjut perlu disertai dengan pelatihan cara pembuatan dan teknik aplikasi di lapang.
Bacterial leaf blight (Xanthomonas oryzae) and rice blast (Pyricularia oryzae) cause yield losses in rice production. Antagonist microbial application through seed treatment and foliar spray during rice growing stage is suggested to prevent the disease which is more reliable to reduce the disease incidence than curing it. This research aimed to determine the severity of bacterial leaf blight and rice blast among varieties that treated with antagonist microbial complex in the agro ecosystem of irrigated rice. Research was conducted in Kalibawang sub district, Kulon Progo, Yogyakarta, October 2018 to January 2019. The experimental design was randomized block design with 7 treatments and 4 replications. The treatments were the application of antagonist microbial complex formula A (Azotobacter vinelandii, Azospirillum sp., Bacillus cereus, Bradyzhizobium sp., and Methylobacterium sp. >107 CFU/g) and formula B (Azotobacter chroococum, Azotobacter vinelandii, Azospirillum sp., Pseudomonas cepacia, Penicillium sp., and Acinetobacter sp. >107 CFU/g) to several rice varieties (Inpari 9, Inpari 33, and Ciherang). Results shows that formula B had the lowest severity of bacterial leaf blight (14.44%) and leaf blast (6.94%) at Ciherang while formula A had the lowest panicle blast (6.55%). The highest yield (10.62 t/ha) was obtained from Ciherang treated with formula B.
There is a challenge to increase the productivity of rain-fed rice in Yogyakarta. However, brown plant hopper and blast disease are the main constraint. Tolerant varieties are suggested due to its environmental friendly to increase rice yield. This research was aimed to determine the population of brown plant hopper and blast disease as the effect of varieties improvement in increasing rain-fed rice productivity. Research was conducted in Nglipar Gunungkidul Yogyakarta, from September 2018 to January 2019. Experimental design was randomized block design with 6 treatments and 4 replications. The treatments were six rain-fed rice varieties (Inpago 8, Inpago 10, Inpago 12, Inpago Unsoed, Rindang 1, and Rindang 2) with two control varieties (Inpari 42 and Ciherang). Results showed that Brown Plant Hopper population and blast disease intensity in Inpago 10, Inpago 12, and Inpago Unsoed were lower than in other varieties. Yield of Inpago 8, Inpago 10, Inpago 12, Inpago Unsoed, Rindang 1, Rindang 2, Inpari 42 and Ciherang were 6.20, 7.37, 7.01, 7.49, 6.20, 6.84, 6.97, and 4.00 ton ha-1, respectively. Varieties improvement resulted higher rice productivity compared to Ciherang as existing variety in farmers practices.
Brown Plant Hopper (BPH) infestation in irrigated rice agroecosystem resulted yield loss. The application of insecticides by farmers are usually excessive, reducing pest population and negatively affecting the predators. This research aimed to define the impact of insecticides on the population dynamic of BPH, predator and neutral insects which influenced rice yield. Research was conducted at Yogyakarta, Indonesia, during May to September 2021. Randomized Block using four replications was applied. Rice varieties Inpari 32 HDB and Inpari 42 GSR were planted. Insecticide with active ingredient spinetoram 120 g/l and triflumezopyrim 106 g/l were applied to the rice plant on day 40th then pimetrozin 50% was applied at day 50th. Results showed that BPH population was reduced from 30-50 nymph per 30 plants to 10 nymph at day 12th after pimetrozin 50% application or at the day 2nd after spinetoram and triflumezopyrim insecticides application until day 50th. In contrast, BPH population in all insecticide plants was significantly lower than in all control and did not increase until harvest. On the other side, predators such as Paederus sp and Coccinelids were not affected by all insecticides, except Ophionea sp, Spiders and Cythorinus sp. However, their population recovered at day 30th after first insecticides application. Within the fluctuated population of BPH, rice productivity of Inpari 32 HDB and Inpari 42 GSR applied with insecticides were 9.52 ton ha-1 and 10.60 ton ha-1, while Inpari 32 HDB control and Inpari 42 GSR control 9.44 ton ha-1 and 10.72 ton ha-1
Informasi yang lebih lengkap tentang pemanfaatan zat pemikat metil eugenol (ME) dan protein hidrolisat (PH) pada <em>Bactrocera carambolae</em> secara bersamaan dibutuhkan untuk mengoptimalkan strategi pengendalian massal di lapangan. Telah dilakukan percobaan yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsumsi kombinasi ME dan PH terhadap kebugaran lalat buah B. carambolae di Laboratorium Entomologi Dasar, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, dari bulan Oktober 2009 sampai Maret 2010. Perlakuan disusun menurut rancangan acak lengkap dengan lima ulangan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa ME tidak berpengaruh terhadap fekunditas imago lalat buah. Fekunditas betina lebih ditentukan oleh konsumsi PH. Jumlah larva dan jumlah pupa pada perlakuan betina mengonsumsi PH yang dikawinkan dengan jantan diberi ME lebih rendah dibandingkan pada perlakuan betina yang dikawinkan dengan jantan tidak diberi ME. Tidak ada perbedaan yang nyata antara jumlah imago perlakuan jantan mengonsumsi ME dengan jantan tanpa mengonsumsi ME yang dikawinkan dengan betina mengonsumsi PH, jumlah imago perlakuan jantan tanpa mengonsumsi ME lebih banyak daripada perlakuan jantan mengonsumsi ME. Nisbah kelamin lalat buah B. <em>carambolae</em> pada perlakuan jantan mengonsumsi ME dan betina mengonsumsi PH adalah 0,47, sedangkan nisbah kelamin pada<br />perlakuan jantan tanpa mengonsumsi ME dan betina mengonsumsi PH adalah 0,49.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.