Smiling individuals are usually perceived more favorably than non-smiling ones—they are judged as happier, more attractive, competent, and friendly. These seemingly clear and obvious consequences of smiling are assumed to be culturally universal, however most of the psychological research is carried out in WEIRD societies (Western, Educated, Industrialized, Rich, and Democratic) and the influence of culture on social perception of nonverbal behavior is still understudied. Here we show that a smiling individual may be judged as less intelligent than the same non-smiling individual in cultures low on the GLOBE’s uncertainty avoidance dimension. Furthermore, we show that corruption at the societal level may undermine the prosocial perception of smiling—in societies with high corruption indicators, trust toward smiling individuals is reduced. This research fosters understanding of the cultural framework surrounding nonverbal communication processes and reveals that in some cultures smiling may lead to negative attributions.
Instagram merupakan media sosial yang paling populer di kalangan remaja saat ini. Penggunaan instagram secara terus menerus dapat menjadi potensi munculnya perilaku adiksi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh harga diri terhadap adiksi pada instagram yang dimoderasi oleh jenis kelamin. Data diperoleh melalui skala adiksi pada instagram dan skala harga diri. Responden pada penelitian ini berjumlah 27 remaja yang sebelumnya berjumlah 285 kemudian disaring melalui tahap screening berdasarkan kriteria individu dengan adiksi menurut DSM-V. Analisis regresi moderasi digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga diri dan jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap adiksi pada instagram. Hal ini dapat dikatakan bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki peluang yang sama untuk terlibat dalam adiksi pada instagram meskipun berdasarkan hasil analisis deskripsi menunjukkan rerata skor adiksi instagram sedikit lebih tinggi pada remaja perempuan.
Primipara sebagai ibu yang baru memiliki anak pertama mengalami banyak perubahan baik fisik, biologis maupun fisiologis ditambah dengan berbagai tantangan baru dan kurangnya pengalaman dalam cara pengasuhan membuat ibu cenderung mengalai level stres, sehingga diperlukan harga diri untuk mengoptimalkan pengasuhan dan perkembangan anak. Salah satu faktor yang mempengaruhi harga diri adalah dukungan sosial, namun terbatasnya penelitian terdahulu terkait hal ini, penelittian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dukungan sosial terhadap harga diri ibu primipara. Sebanyak 250 ibu primipara direkrut menggunakan teknik purposive sampling untuk mengisi skala harga diri dan dukungan sosial. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa dukungan sosial memiliki pengaruh yag signifikan terhadap harga diri. Dukungan sosial berkontribusi sebesar 66% pada harga diri ibu primipara. Dukungan sosial yang paling berpengaruh terhadap harga diri ibu primipara adalah dukungan suami sebesar 35,4%. . Hal ini mengindikasikan bahwa dukungan sosial khususnya dukungan suami merupakan hal penting yang harus diperhatikan untuk meningkatkan harga diri ibu primipara dalam menyesuaikan diri menjalani peran baru menjadi ibu. Ibu primipara yang memiliki harga diri yang tinggi akan puas dengan karakter yang dimilikinya. Adanya penghargaan yang positif akan meebrikan rasa aman dalam menyesuaikan diri serta bereaksi terhadap stiulus dari lingkungan
Introduction. The use of social media in a scope of adolescents confirms that without any sufficient digital literacy, it shall leads to an increased dysfunctional behavior. Adolescents who feel anonymous and think that attacking others on social media shall not violate morals will make them portrayed as the cyberbullying perpetrator, even though they have any good emotional intelligence as well. This research aims to examine the mediating role of moral disengagement on cyberbullying perpetration which is influenced by emotional intelligence and anonymity of Indonesian adolescents on social media. Methods. The measurement applied on this research uses Adolescent Cyber-Aggressor Scale, Schutte Self-Report Emotional Intelligence Test, Anonymity Scale, and Moral Disengagement Scale. All scales have good reliability and have been tested for validity using confirmatory factor analysis (CFA). The structural model was tested by path analysis using the Amos program and the mediating effect was tested by using the Sobel test. Results. The results show the goodness of fit structural model with Chi-square = 2.604 (p > 0.05), RMSEA = 0.068, GFI = 0.996, AGFI = 0.963, dan TLI = 0.916. The acceptance on the hypothesis shows that moral disengagement significantly mediates the effect of emotional intelligence and anonymity on cyberbullying perpetration, whereas moral disengagement has the strongest direct effect. Discussion. The mechanism of moral disengagement in cyberbullying perpetrators can occur at the behavioral, agency, effect, and victim locus. Instilling awareness of moral values and increasing digital literacy in adolescents is very important to do to suppress any cyberbullying perpetration.
Remaja penderita leukemia membutuhkan waktu pengobatan yang panjang dan memberikan efek samping secara fisik serta psikologis pada penderitanya. Dampak psikologis dirasakan saat menghadapi kematian. Remaja yang menghadapi kematian mengalami konflik berkepanjangan selama masa penyesuaian diri. Hal ini menimbulkan depresi. Adanya depresi membuat mereka merasa tidak memiliki makna dalam hidupnya.1 Makna hidup adalah hal-hal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi individu sehingga layak dijadikan tujuan hidup.2 Penelitian menunjukkan bahwa kedua remaja penderita leukemia memiliki kebermaknaan hidup. Adanya orang terdekat dan keinginan untuk membahagiakan mereka membuat kedua partisipan merasa berarti dan tetap memiliki motivasi untuk sembuh. Usaha kedua partisipan untuk membahagiakan orang-orang terdekat mereka adalah dengan berusaha mencapai cita-cita. Usaha mereka dalam mencapai cita-cita tampak dalam kegiatan yang mereka lakukan.Kata kunci: makna hidup, leukemia
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.