Efisiensi pupuk merupakan rasio antara jumlah hara yang diserap tanaman dengan jumlah hara yang diaplikasikan lewat pupuk. Efisiensi pupuk yang tinggi digambarkan dengan semakin banyaknya hara yang dapat diserap tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efisiensi beberapa jenis pupuk terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit. Penelitian dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan, Sumatra Utara. Sebanyak empat perlakuan dengan tiga ulangan disusun menggunakan rancangan acak lengkap. Perlakuan yang dicobakan adalah: 1) P0 = Kontrol/tanpa pupuk; 2) P1 = Pupuk majemuk Briket, 3) P2 = Pupuk majemuk granular, dan 4) P3 = Pupuk tunggal lengkap yang terdiri dari Urea, TSP, MoP, dan Kieserit. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa (i) serapan hara (nutrient uptake) N, P, K dan Mg pada perlakuan pupuk majemuk briket lebih tinggi sekitar 11%; 21%; 9%; dan 23% dibanding perlakuan pupuk majemuk granular dan 5%; 1%; 1% dan 19% lebih tinggi dibanding perlakuan P3; (ii) efisiensi serapan hara (recovery efficiency) N, P, K dan Mg perlakuan pupuk majemuk briket lebih tinggi sekitar 18%; 42%; 16%; dan 20% dibanding perlakuan pupuk majemuk granule dan lebih tinggi sekitar 8%; 1%; 2%; dan 19% dibanding perlakuan pupuk tunggal; dan (iii) efisiensi agronomis (agronomic efficiency) N, P, K dan Mg pada perlakuan pupuk majemuk briket lebih tinggi sekitar 26% dan 18% dibanding nilai efisiensi agronomis hara N, P, K, dan Mg pada perlakuan pupuk majemuk granular dan pupuk tunggal lengkap.
ABSTRAKSemakin terbatasnya lahan yang optimal, membuat pengembangan kelapa sawit saat ini diarahkan ke lahan marginal. Lahan dengan jenis tanah spodosol merupakan salah satu lahan marginal yang telah dimanfaatkan untuk pengembangan kelapa sawit. Selain memiliki lapisan spodik, faktor pembatas lain dari tanah spodosol ialah memiliki tekstur kasar (terbentuk dari bahan pasir atau pasir berlempung) dengan iklim dingin dan tropika basah serta bersifat masam. Akibatnya, tanah tersebut memiliki kemampuan yang rendah dalam menahan air dan pencucian hara akan menjadi lebih tinggi. Pengolahan yang tepat sangat diperlukan agar kelapa sawit yang ditanam pada tanah spodosol dapat tumbuh dengan optimal. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengidentifikasi tanah spodosol dan tingkat kedalaman lapisan spodik, memperbaiki media pertumbuhan tanaman, memperbaiki iklim mikro dan pemupukan yang tepat. Kata kunci: Lahan marginal, kelapa sawit, spodosol
Waktu panen tandan kelapa sawit umumnya ditentukan berdasarkan warna tandan dan jumlah brondolan yang jatuh di piringan. Pembrondolan buah secara ilmiah disebut sebagai proses absisi yang dipengaruhi kondisi endogenous tanaman dan faktor lingkungan. Pendapat umum di lapangan menyatakan bahwa tandan matang lebih cepat dan brondolan lebih banyak ketika curah hujan tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk menguji pendapat tersebut berdasarkan uji korelasi Pearson antara curah hujan harian pada lag-0 hingga lag-20 hari dengan jumlah brondolan yang jatuh per hari. Penelitian dilakukan pada tanaman umur lima tahun di Kebun Percobaan Sei Aek Pancur, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) pada lima rotasi panen (interval panen 10 hari). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai dan sifat korelasi antara curah hujan dengan jumlah brondolan sangat bervariasi. Namun demikian, terdapat kecenderungan bahwa curah hujan optimal yang terjadi pada awal (lag-17 s.d. 20), pertengahan (lag-9 s.d. 12), dan akhir fase pematangan buah (1-3 hari menjelang tandan siap panen) dapat mempercepat pematangan tandan dan meningkatkan jumlah buah yang membrondol. Oleh karena itu, praktisi perkebunan sebaiknya mempersiapkan sarana dan prasarana panen yang memadai khususnya pada musim hujan ketika cadangan buah cukup tinggi dan peluang banyak tandan matang secara bersamaan lebih tinggi.
Karakteristik morfologi akar tanaman kelapa sawit bervariasi pada berbagai jenis tanah yang disebabkan oleh perbedaan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian Rock phosphate dan dolomit terhadap karakteristik akar (perkembangan dan distribusi akar tanaman) pada tanah Ultisol. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Aek Pancur milik Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Tanjung Morawa, Sumatera Utara. Perlakuan yang dicobakan pada tanaman berumur 19 tahun dalam penelitian ini adalah K (kontrol); D (Dolomit dengan dosis 1 kg/pohon); RP (Rock Phosphate dengan dosis 1 kg/pohon); dan D+RP (Dolomit dan RP dengan dosis masing-masing 1 kg/pohon). Pengamatan dilakukan pada 1/6 bagian piringan dengan radius 0-4,5 m dari pangkal pohon dan kedalaman 0-40 cm. Distribusi perakaran tertinggi terdapat pada radius 0-1 m dari pangkal pohon. Akar primer lebih banyak ditemukan pada kedalaman 20-40 cm, sedangkan akar sekunder dan tersier lebih dominan pada kedalaman 0-20 cm. Aplikasi RP meningkatkan pH tanah sekaligus kandungan P, K, dan Mg pada perakaran. Total kerapatan akar (g/dm3) pada perlakuan RP berturut-turut 47%, 16%, dan 32% lebih tinggi dibandingkan perlakuan K, D, dan D+RP. Aplikasi RP pada penelitian ini dapat memperbaiki sifat kimia tanah, merangsang pertumbuhan akar, dan serapan hara tanaman.
Fertilization is one of the components of maintenance activities that cost relatively high and it has a considerable influence on the achievement of the oil palm productivity. The addition of one nutrient element through fertilization will shift the balance of nutrients in the soil. Therefore, fertilization activities should pay attention to nutrient balance aspect so that fertilizing will be more efficient and effective. The research aims were to determine of K, Ca, and Mg balance in the soil for oil palm. This study used exploration survey method by collecting data of soil analysis and oil palm productivity from several oil palm plantations that spread across several provinces in Indonesia. The results showed that with the assumption of upper boundary line of productivity of 25.96 ton FFB ha -1 year -1 the ranges of nutrients balance for Ca/K, Ca/Mg, and Mg/K were 5.6 -10.1 2.1 -2.5 and 2.1 -4.5 respectively. The values of saturation adequacy of K, Ca, Mg, respectively were 2.5%; 11.8% and 3.7%.
Saat ini, tercatat lebih dari 10.000 hektar tanaman kelapa sawit di Indonesia telah dikembangkan pada lahan dengan ketinggian tempat lebih dari 600 m di atas permukaan laut (dpl). Budidaya kelapa sawit di dataran tinggi dihadapkan pada beberapa faktor pembatas seperti rendahnya suhu, tingginya kelembaban dan curah hujan, serta terbatasnya lama penyinaran matahari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisiologis tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan di empat lokasi dengan ketinggian tempat yang berbeda yaitu: 50, 368, 693, dan >865 m dpl. Penelitian dilakukan pada tanaman kelapa sawit berumur 7-8 tahun. Peubah yang diamati adalah peubah lingkungan/iklim serta performa fisiologis tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik fisiologis tanaman seperti laju fotosintesis, laju transpirasi, konsentrasi CO2 interseluler, dan dimensi stomata dari tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan pada dataran tinggi lebih rendah dibanding proses fisiologis tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan pada dataran yang lebih rendah. Akan tetapi tingkat prolin dan aktivitas enzim nitrate reductase yang lebih tinggi dimiliki oleh tanaman yang berada pada dataran tinggi. Penelitian ini menegaskan bahwa karakteristik fisiologi tanaman kelapa sawit yang optimum terdapat pada tanaman yang berada pada dataran dengan ketinggian kurang dari 600 m dpl.
Bakteri penambat nitrogen merupakan bakteri yang mampu memfiksasi nitrogen bebas menjadi amonium atau nitrat, sehingga dapat diserap oleh tanaman. Penggunaan biofertilizer yang mengandung bakteri penambat nitrogen menjadi alternatif pengganti pupuk anorganik yang dapat mendukung tercapainya pertanian berkelanjutan. Pada tulisan ini dibahas secara ringkas tentang siklus nitrogen, mekanisme penambatan nitrogen oleh bakteri simbiosis dan non-simbiosis, metode isolasi bakteri penambat nitrogen, penelitian terkini dan prospek penelitian lanjutan terkait bakteri penambat nitrogen. Umumnya penelitian melaporkan metode isolasi bakteri penambat nitrogen dengan nutrient-free medium dan beberapa diantaranya memodifikasi medium dengan menambahkan reagen. Penelitian terkini cenderung dilakukan melalui pendekatan teknik molekuler seperti Next Generation Sequencing (NGS) untuk mengetahui mikrobioma di rizosfer. Penerapan teknik molekuler berpeluang untuk mendapatkan novel strain yang bersifat culture-independent dan tidak hanya terbatas pada tanaman legum saja. Selanjutnya, melalui rekayasa genetika diharapkan terbentuk strain bakteri yang efektif dengan inokulum dosis rendah dan tahan pada berbagai kondisi lingkungan untuk masa yang akan datang. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji secara sederhana tentang bakteri penambat nitrogen sebagai agen biofertilizer.
Nutrients availability and plant's ability to absorb nutrients are essential factors in supporting plant performance. There are two forms of fertilizer as a source of nutrients for oil palm, which are single-nutrient fertilizer (SNF) and briquette compound-nutrient fertilizer (BCNF). This study observed the concentration, uptake, distribution, and efficiency of macronutrients in plant organs of oil palm seedlings with two different fertilizer types. An experiment using oil palm seedlings was arranged in non-factorial complete randomized design (CRD) with three treatments, namely control, NPK in the form of briquettes, and single nutrient fertilizer consisting of urea, TSP, MOP, and kieserite with doses adjusting the composition of the slow-release BCNF (16-10-24-0.75) in three replications with a total of 27 seedlings. The results showed that the concentration, uptake, and distribution of nutrients between treatments and control were not significantly different. The order of nutrient uptake in leaves and stems of plants was N > K > Mg and P, while in roots was K > N > Mg > P. In BCNF and SNF treatments, the biomass accumulation in the stems, roots, and leaves were at percentage of 41 %, 30 %, and 29 %, while in the control, the biomass accumulation in the roots, stems, and leaves were at percentage of 39 %, 33 %, and 28 %, respectively. BCNF treatment had a greater efficiency indicated by a higher nutrient use efficiency (NUE) value compared to SNF or control.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.