Abstrak: Fenomena transformasi pada suatu lingkungan binaan baik dalam skala perkotaan maupun pedesaan merupakan suatu proses dinamis yang perubahannya terjadi secara alami. Transformasi dapat dilihat dari aspek fisik, teritorial, dan budaya, dimana ketiganya memiliki hubungan yang sangat erat yang mempengaruhi satu sama lain. Aspek territorial dalam proses transformasi menjadi bahasan dalam tulisan ini. Tatanan Teritori hunian pada suatu permukiman sangat bergantung pada aktivitas penghuninya. Penghuni rumah disini menjadi suatu agen yang dapat mengontrol ruangnya. Kontrol ruang berupa keputusan bagi siapa saja yang dapat masuk atau keluar ruang dalam suatu teritori dan keputusan yang dapat merubah atau menggeser fungsi ruang yang ada menjadi fungsi lainnya. Transformasi hunian terjadi secara berangsur-angsur ketika suatu kepentingan dan kebutuhan harus dipenuhi. Kegiatan usaha rumah tangga / Home Base Enterprises (HBEs) yang bertumpu pada rumah tangga menjadi salah satu penyebab dari adanya proses transformasi hunian. Kebutuhan akan peningkatan dan keberlanjutan ekonomi mendorong masyarakat untuk melakukan kegiatan HBEs yang sebagian besar menggunakan ruang tempat tinggal untuk kegiatan usaha. Hunian pada permukiman di Kampung Mahmud menjadi studi kasus dalam tulisan ini, yang sebagian besar huniannya digunakan untuk kegiatan usaha pengrajin mebel dan warung kecil (HBEs). Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji dan mengamati struktur teritori dalam proses transformasi hunian pada kegiatan Home Base Enterprises (HBEs), dimana dalam proses transformasinya menyebabkan perubahan penggunaan ruang dan pergeseran wilayah teritori untuk fungsi rumah tinggal dengan fungsi kegiatan usaha.
In simple terms, space can be interpreted as a container of activity. The complexity of an urban environment begins with a variety of activities which then affect the arrangement of space. The variety of activities requires an effective and efficient space configuration that is determined by the formation of spatial structures. As part of a configuration, space is not only a node, but also a path or path that is generally public. This node and path connects the fields and binds them in a relationship system (lingkage system). The research method uses a space configuration analysis approach through calculation of total depth, mean depth, and RA. Next is a descriptive analysis. The research parameters consisted of: connectivity, integrity, intelligibility, and axial line. The results of the study showed that space configuration occurred resulting in 7 (seven) spatial configurations.Keyword: Connectivity, integrity, intelligibility, lingkageAbstrak: Secara sederhana, ruang dapat diartikan sebagai wadah aktivitas. Kompleksitas yang dimiliki lingkungan perkotaan dimulai dengan beragamnya aktivitas yang kemudian berdampak pada susunan ruang. Beragamnya aktivitas membutuhkan konfigurasi ruang yang efektif dan efisien yang ditentukan dari pembetukan struktur ruang. Sebagai bagian darisebuah konfigurasi, ruang tidak hanya berbentuk node, tetapi juga path atau jalur yang umumnya bersifat publik. Node dan path ini menghubungkan lahan-lahan dan mengikatnya dalam suatu sistem hubungan (lingkage system). Metode penelitian menggunakan pendekatan analisis konfigurasi ruang melalui perhitungan total depth, mean depth, dan RA. Selanjutnya dilakukan analisis deskriptif. Parameter penelitian terdiri dari: cennectivity, integrity, intelligibility, dan axial line. Hasil penelitian menunjukkan konfugiransi ruang yang terjadi menghasilkan 7 (tujuh) konfigurasi ruang.Kata Kunci: Konektivitas, integritas, kejelasan, keterkaitan
The demand for policy reform in the midst of increasingly dynamic currents and waves of modernization is urgently needed in the development of the industrial revolution 4.0 based on this cyber-physical system. The product of the industrial revolution is closely related to the practical equipment used in Vocational High Schools (SMK) as supporting student competencies. The aim of vocational education is to provide practical skills in mastering the use of practical equipment as supporting competencies because vocational secondary education is actually an escalation to channel human resources ready to enter the workforce. Thus, updating learning programs in vocational education has become a necessity. True teachers, as facilitators in learning in vocational schools, are expected to provide understanding and work skills. The learning process does not only fill the material alone but is able to provide skills and work skills in accordance with what is needed in the business world and the world of work. Therefore, teachers must be able to conceptualize, design, develop, and study learning programs to meet identified needs for a group of students. Model TADES401 (gov.au) as one program in designing and developing learning programs. This model discusses the skills and knowledge needed to identify the parameters of a learning program, determine its design, describe content, and review its effectiveness. There are 4 (four) units of skills, namely: (1) define the essential outcomes; (2) work within the VET policy framework; (3) develop program content; (4) design the structure of the learning program. Of the four skill units, they are derived into 15 (fifteen) skills of a teacher that must be done in developing this learning model. In the process of implementing the TAEDES401 model, teachers are required to be able to complete their tasks to (1) designing, developing and reviewing learning programs within the vocational education and training (VET) context; (2) preparing and developing a minimum of two learning programs: and (3) that contain differentiated learning program designs to reflect particular needs, contexts and timelines. Through the design and development of the TADES401 learning program, it will be a variant and not monotonous, the teacher's skills in managing the class will have a positive impact on core skills and employability skills (CSaES).
ABSTRAK Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat yang memiliki 10 prioritas rencana pembangunan, dimana salah satunya adalah pembangunan di sektor pariwisata oleh karena itu, sarana akomodasi berupa jasa penginapan pun semakin dibutuhkan. Keberadaan alam Ciamis yang masih asri, perancangan resort dengan tema ekowisata dibutuhkan , dimana diharapkan mampu memberikan kesadaran kepada pengunjung akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, budaya setempat, dan hubungan sosial .Perancangan ini menampilkan bentuk bangunan yang mencirikan ciri khas bangunan di Kabupaten Ciamis.Tidak hanya pada bentuk bangunan, ciri khas Kabupaten Ciamis pun diperlihatkan pada penggunaan material batu kali bulat dan material yang menjadi potensi alam disana seperti bambu dan kayu.Hasil studi ini diharapkan pembaca dapat memperoleh informasi dan pengetahuan terutama mengenai penerapan tema ekowisata pada resort. Kata Kunci : Ciamis, Resort, Ekowisata
The city of Bandung has always been a tourist attraction with various activities every year. Bandung population growth rate in the last 5 years reached 0.89% per year and in the expansion area reached 6.79% per year. With an area of only about 17,000 ha, Bandung is now inhabited by ± 2.481.901 inhabitants. The rate of population growth above the average growth rate of the population of West Java province. No wonder the average population density is 145 people / ha. Though ideally the population density of Bandung is 50-60 people / Ha. There are 657 districts and 57,687 homes that experience environmental degradation and 67 areas identified as urban slums. The implication of the high urbanization of Bandung City in Metropolitan scale to the scale of the region emerged the problem of integration of settlements with surrounding functions. The problem of settlement of Bandung City also includes segmentation of residential objects such as Low Income Community (MBR), non MBR, immigrants, local residents, students and workers of various Sectors. Thus the problems of the settlement of Bandung City include low level of fulfillment of adequate housing needs, limited access of Low Income Community to housing resources, unfinished system of financing and housing market, decreasing the quality of housing and settlement environment and not yet integrated development of area Housing and settlements with the construction of housing and settlement infrastructure, facilities and utilities. This research method to find out how far the level of slum settlement contained in Cihampelas Bandung Settlement and recommendations that can be done for the improvement of the settlement of the kampong. Keyword:Urbanization, Integration, Human settlement, Metropolitan Abstrak: Kota Bandung selalu menjadi daya tarik pendatang dengan berbagai aktivitas setiap tahunnya. Laju pertumbuhan penduduk Kota Bandung dalam 5 tahun terakhir mencapai 0,89% per tahun dan di wilayah perluasan mencapai 6,79% per tahun. Dengan luas wilayah hanya sekitar 17.000 Ha, Bandung kini dihuni oleh ± 2.481.901 jiwa. Laju pertambahan penduduknya diatas laju pertumbuhan rata-rata penduduk provinsi Jawa Barat. Tidak heran jika tingkat kepadatan penduduk rata-rata 145 jiwa/Ha. Padahal idealnya tingkat kepadatan penduduk Kota Bandung adalah 50-60 jiwa/Ha. Terdapat 657 kawasan dan 57.687 rumah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan dan 67 kawasan diidentifikasi sebagai kawasan kumuh perkotaan. Impilikasi dari tingginya urbanisasi Kota Bandung dalam skala Metropolitan hingga skala kawasan muncul masalah integrasi permukiman dengan fungsi sekitarnya. Permasalahan permukiman Kota Bandung juga meliputi segmentasi objek hunian seperti masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), non MBR, pendatang, penduduk lokal, mahasiswa dan pekerja berbagai sektor. Dengan demikian masalah-masalah yang permukiman Kota Bandung meliputi rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak, terbatasnya akses Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) terhadap sumber daya perumahan, belum mantapnya sistem pembiayaan dan pasar perumahan, menurunnya kualitas lingkungan perumahan dan permukiman dan belum terintegrasinya pengembangan kawasan perumahan dan permukiman dengan pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman. Metode penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana tingkat kekumuhan pemukiman yang terdapat di Permukiman Cihampelas Bandung dan rekomendasi yang dapat dilakukan demi perbaikan pemukiman kampung tersebut. Kata kunci: Urbanisasi, Integrasi, Pemukiman, Metropolitan
Changes in land use that are not in harmony with the growth in the number of vehicles cause congestion and decrease in the speed of travel. Toll road access is one of the important ways to decrease traffic jams in cities that require smooth traffic flow. The purpose of this study is to analyze the level of service level of toll road access to land use changes from residential environments to commercial areas. The analytical method was used to use multiple regression analysis to estimate traffic generation from changes in commercial land use. The degree of saturation of road toll access before land use change shows DS values of 0.56 to 0.65 which were analyzed at peak morning hours. This was an indication of the smooth flow of traffic. After there was a change in land use shown from the trip generation from the commercial area with the equation Y = 2.554 + 1.143 X3 + 1.041 X4 + 1.011 X5 +1.256 X6 + 1.2045 X7 with the significance of the model R2 = 0.91. So that due to changes in land use, the toll access point was higher with changes in the degree of saturation 0.6 to 1.2.
Keyword: social facilities, housing, space syntaxAbstrak: Wilayah Kelurahan Burangrang merupakan salah satu daerah pemukiman padat yang berada di tengah Kota Bandung. Padatnya permukiman di tengah kota tersebut harus didukung oleh ketersediaan fasilitas sosial untuk mengembangkan kualitas sosial, ekonomi, dan budaya penduduk. Meskipun begitu, wilayah pemukiman tersebut masih belum terdapat fasilitas sosial yang terintegrasi untuk mewadahi kegiatan sosial masyarakat untuk seluruh pemukiman tersebut. Fasilitas sosial memiliki peran penting untuk meningkatkan nilai-nilai sosial penduduk dengan menyediakan ruang untuk interaksi. Fasilitas sosial tersebut harus ditempatkan di area yang mudah dijangkau agar dapat mewadahi interaksi sosial untuk semua komunitas di pemukiman yang tersebar. Tulisan ini bertujuan untuk menentukan potensi penempatan fasilitas sosial untuk memperkuat interaksi sosial di lingkungan wilayah kelurahan burangrang. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan eksploratif melalui analisis space syntax, untuk melihat konektivitas, integrasi dan tingkat potensi destinasi ruang yang dapat digapai oleh pemukiman di area tersebut. Data diambil dengan cara observasi non-partisipan dan data sekunder terkait dengan jaringan jalan dan ketercapaiannya dari permukiman di wilayah tersebut.. Kata Kunci: Fasilitas Sosial, permukiman, space syntaxInformasi Naskah:
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.