The main host of Avian Influenza is poultry, including domestic chickens because domestic chickens are kept without cages (released). Extraordinary Avian Influenza has occurred in Indonesia, including in Tabanan Regency, Bali in 2003-2006. The case of human deaths due to Bird Flu had occurred in Banjar Batugaing Desa Beraban in Kediri District. Nyambu Village is located in Kediri Subdistrict, Tabanan Regency, many residents raise domestic poultry. The total population of free-range chickens in Kediri District is 30,171 in 2016. Considering the potential of Nyambu Village whose residents mostly raise free-range chicken by means of release, it is very vulnerable to the spread of Avian Influenza in the Village. The purpose of community service in Nyambu Village is to prevent the onset of Avian Influenza. The main target of community service in Nyambu Village is the villagers who maintain free-range chicken. Community service activities have been carried out on July 28, 2018 at the Nyambu Village Office followed by the Village apparatus and the local community. They were given counseling then continued with vaccination on their domesticated chickens from one house to another, it’s used AI inactive vaccine by intramuscullare injected. As many as 230 domestic chickens of various ages have been successfully vaccinated.
Sapi bali merupakan plasma nuftah yang harus dipertahankan keberadaannya. Berbagai usaha telah dilakukan seperti pembibitan agar populasi dapat ditingkatkan. Dalam pembibitan, manajemen kebuntingan akan mendapat perhatian yang utama. Periode kebuntingan pada sapi merupakan situasi penting dalam managemen kesehatan. Pada periode ini, status fisiologi harus dalam kondisi yang baik untuk menjamin kelahiran dan mendapatkan pedet atau anakan sapi yang cukup kuat dan mampu bertahan hidup. Sapi yang sedang bunting biasanya tubuhnya cenderung lemah dan rentan penyakit. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gangguan fungsi organ atau tubuh lebih awal sebelum menampakkan tanda-tanda sakit. Parameter darah yang diamati dari 28 ekor sapi adalah: total eritrosit, total leukosit, Paced Cel Volume (PCV), Hemoglobin (Hb),differensial leukosit (limfosit, neutrofil, basofil, eosinofil dan monosit), Mean Corpuscular Haemoglobine (MCH), Mean Corpuscular Haemoglobine Concentration (MCHC), Mean Corpuscular Volume (MCV). Darah dengan EDTA diambil dari Vena jugularis. Data yang diperoleh dianalis dengan analisis ragam dengan prosedur analisis menggunakan program SPSS. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa profil hematologi sapi bali pada tiap-tiap fase kebuntingan di Sentra Pembibitan Sobangan Badung tidak berbeda dengan sapi yang tidak bunting.
Salah satu indikator penting untuk mengetahui status kesehatan adalah darah sehingga perlu pengujian terhadap darah melalui hemogram. Hemogram adalah tes yang dilakukan pada sampel darah yang menyajikan berbagai nilai dari komponen-komponen sel darah. Penelitian ini bertujuan mengetahui hemogram anjing penderita dermatitis pada uji efektivitas krim herbal yang menggunakan campuran ekstrak daun mimba, sirsak dan pegagan. Penelitian ini menggunakan tiga ekor anjing penderita dermatitis dengan tingkat keparahan yang sedang. Lesi dermatitis pada anjing diolesi dengan krim herbal setiap hari selama 15 hari. Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-0, ke-5, ke-10, dan ke-15. Pengujian dilakukan dengan mesin Animal Blood Counter iCell-800Vet. Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis melalui Sidik Ragam dilanjutkan dengan uji Duncan jika ada perubahan yang nyata antara perlakuan menggunakan software SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 22 dan dijelaskan secara deskriptif. Hasil hemogram pada anjing penderita dermatitis kompleks yang diobati dengan krim ekstrak daun mimba, sirsak, dan pegagan tidak berpengaruh nyata terhadap White Blood Cell, Limfosit, OTHER#, Eosinofil, Limfosit%, EO%, RBC, HGB, MCV, MCH, MCHC, RDW-CV, RDW-SD, Hematokrit, Platelet, MPV, PDW, dan PCT namun pemberian krim ekstrak dari campuran daun mimba, sirsak, dan pegagan berpengaruh terhadap OTHER% (basofil, monosit, dan neutrofil).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur histologi dan morfometri sel darah putih agranulosit (limfosit dan monosit) bibit sapi bali di Nusa Penida. Sampel berupa darah dari 50 ekor sapi bali betina, diambil melalui vena jugularis. Selanjutnya difiksasi, dan diwarnai dengan metode pewarnaan Giemza. Pengukuran morfometri dilakukan dengan mikroskop Axio Zeiss Imager 2 perbesaran 1000x. Hasil pengukuran dianalisis secara deskriptif kuantitatif, sedangkan gambaran histologi dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan rerata diameter limfosit (9,22 ± 0,73µm) lebih kecil dibandingkan dengan monosit (12,48 ± 1,73 µm). Adanya perbedaan struktur histologi limfosit dan monosit, yang ditemukan pada nukleusnya. Nukleus limfosit, bulat dan memenuhi sitoplasma, sedangkan nukleus monosit membentuk lekukan pada satu atau dua sisinya, sehingga tidak memenuhi sitoplasma dari sel.
Anjing pelacak merupakan salah satu hewan yang membantu tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menjaga dan mengamankan ketertiban negara Indonesia. Adapun tugas yang diberikan untuk anjing pelacak yaitu untuk menemukan bahan peledak, operasi pelacakan narkoba, operasi pengamanan dan mencari korban bencana alam seperti longsor hingga gempa bumi. Dikarenakan faktor lingkungan pekerjaan yang cukup ekstrim dan berat tentu saja berpengaruh terhadap tingkat stress dari anjing pelacak itu sendiri, karena kondisi lingkungan sangat mempengaruhi gambaran nilai darah. Oleh karena itu diperlukan hasil pemeriksaan kesehatan rutin seperti salah satu contohnya yaitu hasil profil leukosit. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil leukosit anjing pelacak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional deskriptif. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh populasi anjing pelacak Polresta Kota Malang. Darah diambil kemudian diperiksa menggunakan mesin hematology analyzer dan apusan darah diperiksa di bawah mikroskop menggunakan teknik pewarnaan Diff quik. Data yang didapat kemudian dibandingkan dengan standar hematologi kemudian dianalisis. Hasil menunjukkan bahwa satu dari sepuluh sampel mengalami leukositosis dan untuk hasil diferensial leukosit mempunyai hasil yang cukup beragam. Dari sepuluh sampel yang digunakan satu sampel mengalami limfositosis, empat sampel mengalami limfositopenia, dua sampel mengalami monositosis, satu sampel mengalami neutrofilia, enam sampel mengalami eosinofilia dan untuk basofil kesepuluh sampel berada pada rentang nilai normal. Perlu dilakukan pengujian sampel lanjutan untuk mendiagnosa penyebab abnormalitas nilai total leukosit dan diferensial leukosit pada anjing pelacak di Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor Kota Malang.
Albumin merupakan protein plasma yang sebagian besar dihasilkan oleh hati. Albumin memiliki berbagai fungsi yang sangat penting bagi kesehatan yaitu pembentukan jaringan sel baru, mempercepat pemulihan jaringan sel tubuh yang rusak, serta penting dalam memelihara tekanan cairan intravaskuler.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar albumin darah sapi bali betina dewasa di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Sebanyak 25 ekorsapi bali betina dewasa digunakan dalam penelitian ini. Pengambilan sampel dilakukan secara acak terhadap sapi bali betina dewasa yang sehat secaraklinis. Setiap sapi bali dilakukan satu kali pengambilan sampel darah,kemudian data dicatat dan dilakukan pengukuran rata-rata kadar albumin. Pengujian sampel menggunakan metode dye-binding bromocresol green (BCG)diperiksa dengan menggunakan mesin Rayto Veterinary Chemistry Analyzer RT-1904 CV versi 1,8e lite.Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar albumin darah sapi balibetina di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung adalah 6,79 ± 0,69 g/dL.Hasil penelitian yang diperoleh maka disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan variabel yang berbeda serta memperhatikan keadaan kesehatan sapi pasca melahirkan atau dalam masa laktasi sapi bali di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi antibiotik tylosin tartrate dan fosfomycin sodium yang dicampur dengan air minum terhadap total leukosit dan diferensial leukosit broiler. Penelitian ini menggunakan 24 ekor ayam pedaging/broiler jantan umur 17 hari yang dibagi atas empat perlakuan yaitu diberi kombinasi tylosin tartrate dan fosfomycin sodium 1 g/L air minum (P1), diberi 2 g/L air minum (P2), diberi 3 g/L air minum (P3) dan tanpa diberi tylosin tartrate dan fosfomycin sodium (P0). Perlakuan dilakukan pada ayam broiler umur 17-20 hari dan sampel darah diambil pada umur 21 hari.Darah yang diperoleh ditampung dalam tabung yang berisi antikoagulan ethylene diamine tetra acid (EDTA). Total leukosit dan diferensial leukosit dihitung menggunakan alat uji otomatis (Automatic Blood Counter). Hasil penelitian menunjukkan bahwa total leukosit kelompok P0(44,74± 11,49 x 103 µl) dan P1(46,77± 6,89 x 103 µl) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok P3(35,34± 2,41 x 103 µl), diferensial leukosit menunjukkan bahwa penambahan kombinasi antibiotik tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah heterofil, limfosit, dan monosit. Akan tetapi berpengaruh nyata meningkatkan jumlah eosinofil dan basofil. Pemberian kombinasi antibiotik tylosin tartrate dan fosfomycin sodiumyang dicampur dengan air minum dapat meningkatkan jumlah eosinofil dan basofil pada ayam broiler.
This study aims to determine the calf birth weight, the onset of estrus, and estrogen levels of postpartum Bali cows raised in the highlands (Payangan District) and in the lowlands (Sukawati District), Gianyar Regency, Bali. A total of 20 Bali cows were used in this study that have given birth twice. The experimental design used was a completely randomized design (CRD) with two treatments, each consisting of 10 replications. The results showed that the average calf birth weight in the highlands was 17.29 ± 0.93 kg, while in the lowlands was 16.46 ± 0.40 kg, statistically showing a significant difference (p <0.05). The onset of postpartum estrus in less or equal to 3 months in the highlands was statistically higher (80%; p <0.05) as compared to cows in the lowlands (20%). Estrogen levels at postpartum estrus was 502.84 ± 232.20 pg/ml and 272.95 ± 184.43 pg/ml in the highlands and lowlands respectively, showed statistically significant differences (p <0.05). Increased postpartum estrogen levels that occurred every month in the two groups showed significant differences (p <0.05). From the results of the study, it can be concluded that the Bali cattle raised in the highlands show better reproductive performance than those maintained in the lowlands.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.