Usaha Berger untuk mendefinisi ulang hakekat dan peranan sosiologi pengetahuan, pertama, usaha mendefinisikan pengertian “kenyataan” dan “pengetahuan”. Gejala-gejala sosial itu ditemukan dalam pengalaman bermasyarakat yang terus menerus berproses, dihayati dalam kehidupan bermasyarakat secara menyeluruh dengan segala aspeknya (kognitif, psikomotoris, emosional dan intuitif). Dengan kata lain, kenyataan sosial itu tersirat dalam pergaulan sosial, diungkapkan secara sosial dalam berbagai tindakan sosial seperti berkomunikasi lewat bahasa, bekerjasama lewat bentuk-bentuk organisasi sosial. Kenyataan sosial semacam ini ditemukan dalam pengalaman intersubyektif. Konsep intersubyektif menunjuk pada dimenasi struktur kesadaran umum ke kesadaran individual dalam suatu kelompok khusus yang sedang saling berintegrasi dan berinteraksi.Kedua, bagaimana cara meneliti pengalaman intersubyektf sehingga kita dapat melihat adanya kontruksi sosial atas kenyataan ? Dengan kata lain pertanyaan ini juga mempersoalkan bagaimana cara mempersiapkan penelitian sosiologis sehingga ditemukan esensi masyarakat dalam gejala-gejala sosial tersebutKetiga, pilihan logika manakah yang perlu diterapkan dalam usaha memahami kenyataan sosial yang memiliki ciri khas seperti bersifat pluralis, dinamis, dalam proses perubahan terus menerus itu ? Logika ilmu-ilmu sosial yang seperti apa yang perlu dikuasai agar interpretasi sosiologis itu relevan dengan struktur kesadaran umum maupun struktur kesadaran individual.
Three potential conflicts that need to be anticipated in the reality of the life of the Bangka Belitung community in the future. The results of qualitative research through conflict mapping in seven districts / cities showed the potential for economic conflict in fighting for tin resources, agrarian conflicts with development dimensions related to land expansion for large-scale oil palm plantations, and inter-village and interethnic youth conflicts became the dominant issue. The mechanism of the savety valve as a damper of potential recurring conflicts must be institutionalized through functional and sustainable formalized social capital.
Potensi lokal merupakan segala sesuatu sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang ada di suatu desa yang bisa dikembangkan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan. Potensi lokal sanagat berperan penting dalam menopang kehidupan ekonomi masyarakat khususnya di Desa Tanjung Gunung. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang upaya-upaya optimalisasi potensi lokal untuk meningkatkan ekonomi masyarakat serta untuk mendeskripsikan faktor yang mendorong dan menghambat upaya optimalisasi potensi lokal untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di Desa Tanjung Gunung, Kabupaten Bangka Tengah. Penelitian ini menggunakan Teori tentang tahapan pemberdayaan dari M. Ayub Padangaran. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif Deskriptif. Hasil dari penelitian ini ditemukan beberapa upaya yang dilakukan dalam optimalisasi potensi lokal di Desa Tanjung Gunung yaitu dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat (tahap penyadaran), memberikan pelatihan kepada masyarakat (tahap pengkapasitasan) dan masyarakat sendiri yang sudah memiliki kemampuan membuat panganan lokal yang dalam hal ini disebut sebagai tahap pendayaan oleh Ayub. Faktor yang mendorong adalah adanya motivasi dari pihak yang memberikan pelatihan khususnya tim pelaksana kegiatan atau TPK pemberdayaan masyarakat Desa Tanjung Gunung, adanya kesadaran dari individu masyarakat dalam mengolah potensi lokal yang dimiliki dan ekonomi. Sedangkan faktor penghambatnya adalah ketersediaan bahan baku, cuaca serta teknologi yang masih tradisional.
Lom people are the oldest tribe in Bangka and still maintain and carry out religious practices derived from their ancestral beliefs in daily life. Although at this time the majority of the Lom had converted to Islam, a small portion Christians and Buddhists. Survival strategies that people use their indigenous religion Lom to make this community to the attention of many people to study and conduct research to it. It can be concluded that the values of the belief system Lom contains taboos and rituals that would have a very recognized their significance as a holy and regulations have been passed down from generation to generation. Islam is believed the majority of people only as a symbol Lom and complement their life course, regardless of the pressure caused government requiring them to hold one of the official religions that exist in the Republic of Indonesia. That way they are not said to be a community of atheists, infidels, and primitive. However, due to the dominance of the Lom original belief system is more powerful than the religion of Islam, led to the values of trust is difficult ancestral replaced with the values of other beliefs.
This research is one of the studies that refer to the socio-economic conditions of the Bangka community, especially in Pengkalen Batu Hamlet, in carrying out livelihood strategies. This research aims to explain the livelihood strategies the people of Pengkalen Batu Hamlet implemented in carrying out their lives amid limited access away from the village, which makes the community have to survive. This is based on the variety of natural potentials owned by the community and can be utilized in carrying out life amidst the limitations possessed by the community. Conditions during limited access and far from rural and urban settlements encourage people to be more active and creative in managing nature wisely and wisely. The condition of assets owned by the community varies from natural, physical, financial, social, and human capital. This research uses descriptive qualitative research methods and purposive sampling data collection techniques. Based on the results of the research, the Pengkalen Batu community carried out several livelihood strategies, including life engineering, job diversification strategies from the various natural potentials they had, then migration engineering strategies carried out by the local community. The three strategies carried out do not just appear. Still, there is a push for access to social capital that makes people think and move creatively and innovatively in developing their natural potential.
Penelitian ini mengkaji tentang inovasi yang salah satunya adalah inovasi kebudayaan. Kebudayaan yang dikaji merupakan kebudayaan yang terbentuk dari hasil budidaya atau kreativitas manusia yang disebut dengan seni. Seni yang dimaksud adalah seni tari. Fokus pada penelitian ini adalah membahas terkait bagaimana refleksi hubungan sosial atas semboyan “Tong Ngin Fan Ngin Jit Jong” pada Tari Chit Ngiat Pan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan analisis interpretatif. Data dikumpulkan dengan teknik obesrvasi, wawancara informan yang ditentukan dengan teknik sampling purposive, dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam menganalisis penelitian adalah teori Interaksionisme Simbolik oleh Herbert Blumer dengan tiga hal prinsip utama yaitu meaning, language dan tought. Peneliti menggunakan simbol tari sebagai unit analisis yakni gerak, tata busana, dan tata rias. Pemaknaan (meaning) pada Tari Chit Ngiat Pan menunjukkan adanya penyesuaian dengan makna solidaritas yakni “Tong Ngin Fan Ngin Jit Jong”yang digali lewat simbol tari. Semboyan tersebut merupakan kunci dari penciptaan Tari Chit Ngiat Pan selain dari mengangkat kebudayaan Etnis Tionghoa. Bahasa (language) di peroleh sebagai hasil interaksi dari sesama penari bahwa Tari Chit Ngiat Pan diciptakan berawal dari tujuan kompetisi. Pikiran (tought) adalah kompetisi yang di ikuti adalah suatu tujuan untuk memperoleh kemenangan sehingga dapat melangkah ke tahap internasional. Adanya pemanfataan semboyan “Tong Ngin Fan Ngin Jit Jong”melahirkan akulturasi yang menunjukkan adanya solidaritas antar Etnis Melayu Dan Etnis Tionghoa di Bangka Belitung yang ditunjukkan kembali melalui seni tari.
The policy issued by the government in an effort to break the chain of thespread of the covid-19 virus which is stated in PP Number 21 of 2020concerning Large-Scale Restrictions (PSBB) and the fatwa issued by MUI(Indonesian Ulema Council) regarding fatwa number 14 of 2020concerning the implementation of worship in the situation of the covid-19outbreak has raised pros and cons in society. New social constructionemerges as a form of reaction from the community in responding to socialrealities and social phenomena at this time, one of which is theimplementation of the five daily prayers in the mosque. To reveal thisreality, researchers tried to analyze the behavior of the Tuatunu Indahurban community in dealing with the pandemic and explain how theprocess of forming social construction related to the co-19 pandemic. Thisresearch was conducted using a qualitative research method with aphenomenological approach. Researchers collected data using observation,interview and documentation techniques. The data analysis technique wascarried out by using data management components such as datareduction, data display and conclusion drawing. The theory used is thetheory of social construction by Peter L Berger, this theory was chosen toexplain the process of forming social construction of the Tuatunu IndahVillage community in dealing with the co-19 pandemic. The resultsshowed that community behavior in dealing with the covid-19 pandemicdepends on the role of actors, especially when conveying messages throughsurahs in the Koran and hadiths on how to deal with the covid-19pandemic. In addition, the results also show that regulations and policiesin dealing with the covid-19 pandemic have received a negative responsefrom the Tuatunu Indah community
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa makna simbolik tradisi pawai hantu terdapat pada nama dan warna dari hantu tersebut. Pertama Makna yang dijelaskan pada nama hantu yakni hantu bukit. Bukit sendiri berarti dataran yang tinggi yang berwarna hitam yang dimaknai dengan kelamyang ditandai dengan penolakan marabahaya atas penyembahan Allah yang dulunya mereka menyembah hantu tersebut dan hidup mereka kelam selalu tertimpa kesialan. Maka atas penyembahan kepada Allah dipercaya tidak adanya marabahaya yang datang. Kedua makna dari nama hantu rimbak dan warna hijau,rimbak sendiri berarti hutan yang luas dan sangat jarang di huni oleh masyarakat. Dalam tradisi ini rimbak diambil kata luas untuk dimaknai dalam tradisi pawai hantu. Luas dalam tradisi ini berarti, luasnya hati seorang manusia untuk menerima ketetapan yang telah diberikan oleh Allah. Sedangkan dari tardisi ini menggunakan daun keterek ayam yang berwarna hijau, yang memiliki arti tersediri bagi masyarakat yakni sebuah kepercayaan bahwasanya daun tersebut bersifat lembut seperi hati manusia. Ada salah satu perimbom atau kata-kata yang tergamabar dalam makna tradisi pawai hantu ini yakni: “terang gerantang laut sibarullah” yang berarti “terangberkilauan seperti laut yang telah di ciptakan oleh Allah” Dalam tradisi ini meskipun di sangkut paukan dalam hal mistis yang terlihat dalam namanya tradisi pawai hantu, tetapi dalam tradisi ini tidak ada saupun prosesi dalam melakukan tradisi ini yang menyimpang kaidah agama.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.