Osteoartritis knee adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh faktor degenerasi yang paling sering dijumpai pada penyakit musculoskeletal. Keluhan yang sering dialami yaitu kombinasi antara nyeri sendi, kekakuan, ketidakstabilan, pembengkakan, dan kelemahan otot. Osteoartritis knee merupakan salah satu faktor predisposisi yang menyebabkan kecacatan dan penurunan level fungsional seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh kombinasi latihan hold relax dan open kinetik chain dengan latihan hold relax dan close kinetic chain terhadap peningkatan kemampuan fungsional pada pasien osteoartritis knee. Penelitian yang digunakan adalah quasi experimental dengan one group pretest-postetst design. Teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 26 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Pada penelitian ini digunakan 2 kelompok perlakuan, yaitu kelompok perlakuan 1 hold relax dan open kinetic chain sebanyak 13 orang, kelompok perlakuan 2 hold relax dan close kinetic chain sebanyak 13 orang. Kedua kelompok sampel diukur kemampuan fungsionalnya menggunakan WOMAC. Latihan dilakukan sebanyak 9 kali perlakuan selama 3 minggu. Analisis pengaruh dilakukan dengan uji paired sample T test pada kelompok 1 dan pada kelompok 2. Uji paired sample t-test pada kelompok 1 hold relax dan open kinetic chain diperoleh nilai p=0,000 ( p<0,05 ). Sedangkan pada kelompok perlakuan 2 hold relax dan close kinetic chain diperoleh nilai p=0,000 (p<0,05) yang berarti ada pengaruh pada kemampuan fungsional sebelum dan sesudah perlakuan. Dari hasil pengujian dengan Independent t-test didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) yang berarti ada perbedaan pengaruh hold relax dan open kinetic chain dengan hold relax dan close kinetic chain terhadap peningkatan kemampuan fungsional pasien osteoartritis knee.
Background: Rehabilitation clients at Surabaya, Indonesia, were dominated by adolescents and most of them abuse drug at the age less than 15 years. Social environment has an important influence on children's behavior to prevent drug abuse or provide risk factor to become a drug abuser. This study aims to examine the roles of social support and social control for coping resources to prevent drug abuse among children. Materials and Methods:This is an obeservational study, qualitative research type. The study was conducted from March to May 2018 in Putat Jaya, Surabaya city. The data were collected through in-depth interviews to the 22 children (ages 10-17 years old) and their parents choosen by purposive technique. Focus Group Discussion doing for 6 member of Putat Jaya anti-drugs coalition. Data were analyzed by content analysis method.Result: Social control and social support are the function of social networks that important to individual coping resources and families's coping resources. Families and communities are source of control and source of support on children to prevent drug abuse. Coping resources to prevent drug abuse allows children and families to be able to assess problems, assess obstacles to prevention and make a problem solving. Conclusion:Family and community is source of support and source of control for children to build individual coping resources to prevent drug abuse on children. Individual coping resources have roles for assessing risks, accessing information and solving problems. Families and communities need to develop support and control functions for children to prevent drug abuse.
Masa anak usia dini merupakan masa keemasan atau sering disebut masa Golden Age, biasanya ditandai oleh perubahan cepat dalam perkembangan fisik, kognitif, sosial dan emosional (Widianawati, 2011). Salahsatu aspek tumbuh kembang anak yang perlu diperhatikan adalah masalah masalah postur. Masa anak-anak merupakan masa emas (golden age) bagi setiap orang. Dimasa ini, mengalami tumbuh kembang yang luar biasa, baik dari segi emosi, kognitif, psikososial maupun fisik. Masalah tumbuh kembang anak yang sering dialami oleh anak adalah masalah postur seperti skoliosis, lordosis, kiposis, asimetris bahu. Pada masa ini akan terbawa sampai usia dewasa apabila tidak segera diatasi. Oleh karena itu perlu dilakukan deteksi dini masalah postur anak untuk megidentifikasi masalah yang dialami oleh anak-anak. Disamping itu sangat perlu untuk memberikan koreksi postur apabila ditemukan masalah psostur pada anak. Hal ini menarik perhatian penulis untuk mengadakan pengabdian masyarakat tentang pemeriksaan postur pada anak. Disamping itu sangat perlu untuk memberikan koreksi postur apabila ditemukan masalah gangguan postur pada anak. Dari Pelaksanaan pengabdian masyarakat dilaksanakan di SD Daya 1 Kec Biringkanaya Kota Makassar diperoleh hasil dari 113 siswa 17 orang yang mengalami kelainan postur ringan (19,21% ), yang diperiksa 10 anak scoliosis, 2 anak hiperekstensi elbow 5 anak lordosis, semuanya (100%) dapat melakukan latihan yang diajarkan. Setelah diberikan intervensi selama 2-3 kali beserta home program edukasi dan pemberian alat koreksi postur yang dilakukan anak yang skoliosis dan lordosis semuanya membaik sedangkan hiperekstensi elbow belum mangalami kemajuan yang berarti. Kondisi hiperekstensi elbow memerlukan waktu yang lama untuk kembali normal, sedangkan tujuan utama penanganan pada hiperekstensi elbow adalah mencegah keadaan makin memburuk
troke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam, akibat gangguan aliran darah otak. Stroke terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Stroke Non Hemoragik (NHS) dan Stroke Hemoragik (HS). Stroke Non Hemoragik (NHS) adalah jenis stroke yang disebabkan oleh trombosis akibat plak arterosklerosis dari arteri otak atau yang memberi vaskularisasi pada otak atau suatu embolus dari pembuluh darah di luar otak yang tersangkut di arteri otak.Tujuanpenelitianadalahuntuk mengetahui pengaruh antara pemberian bridging exercise terhadap spastisistas pada pasien pasca Stroke Non Hemoragik di Makassar.Penelitian ini merupakan penelitian pra-eksperimental dengan Desaign One Group Pretest – Post Test untuk mengetahui perbedaan spastisitas sebelum dan sesudah pemberian bridging exercise pada pasien pasca Stroke Non-Hemoragik di Makassar. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien Stroke Non Hemoragik yang datang berobat di Rumah Sakit Umum Daerah Daya Kota Makaassar, Klinik Physio Sakti dan Klinik Medisakti.Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan Uji Wilcoxon ditunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada pasien pasca Stroke Non Hemoragik antara pengukuran pre test, dan setelah 6 kali pemberian bridging exercise. Jadi dengan pemberian bridging exercise pada pasien pasca Stroke Non Hemoragik dapat memberikan efek perubahan penurunan spastisitas.Setelah 6 kali pemberian bridging exercise, penurunan spastisitas semakin nyata, 3 orang responden dengan kategori Modified Skala Ashwort normal(17,6%) , 12 orang responden dengan kategori Modified Skala Ashwort sangat ringan (70,6%), dan 2 orang responden dengan kategori Modified Skala Ashwort ringan (11,8%). Kata kunci : Bridging exercise, Spastisitas, Pasca Stroke Non-Hemoragik.
ABSTRAK Hemiparase adalah sindrom klinis yang timbulnya mendadak, progresifnya secara cepat, dan berupa defisit neurologis fokal yang berlangsung selama 24 jam atau langsung menimbulkan kematian, disebabkan gangguan pada peredaran darah di otak non-traumatic (Halim, 2016). Tujuan penelitian untuk mengetahui pelaksanaan fisioterapi terhadap gangguan fungsional lengan dan tungkai akibat Hemiparese Non Hemoragik dan meningkatkan fungsi aktivitas sehari-hari dengan menggunakan intervensi Passive dan Aktif Exercise,Bridging Exercise dan Proprioceptive Neuromuscular Facilitation atau PNF.Hasil setelah melakukan penanganan selama 8 kali terapi didapatkan hasil meningkatan nilai aktivitas sehari-hari atau ADL pada pasien Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian Passive dan Aktif Exercise,Bridging Exercise dan Proprioceptive Neuromuscular Facilitation atau PNF dapat meningkatkan aktivas sehari hari atau ADL pada kasus Hemipare Non Hemoragik Post StrokeKata Kunci : Hemiparese Non Hemoragik , Passive dan Aktif Exercise, Bridging Exercise dan Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF)
Angka kematian bayi merupakan salah satu indicator RPJMN dan SDGs. Tujuan yang dimaksud adalah menurunkan angka kematian bayi menjadi 24/1000 KH. Wilayah kerja Puskesmas Bulurokeng belum optimal melakukan pijat bayi. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hidup bayi yaitu melakukan pijat bayi. Kegiatan pengabdian dimaksudkan untuk mengoptimalkan pijat bayi cara Johnson dan India di wilayah Puskesmas tersebut melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas Kesehatan dan kader posyandu serta menjadi Inovasi dan kegiatan rutin posyandu. Kegiatan pelatihan dengan metode ceramah, Simulasi, Praktik di lapangan. Tahapannya adalah Pretest-Posttest pengetahuan, dilanjutkan dengan simulasi menggunakan boneka, dilanjutkan dengan demonstrasi menggunakan bayi oleh pengabdi. Hasil post test keterampilan pijat bayi, yaitu semua petugas dan kader Kesehatan yang ikut pelatihan semua mahir pijat bayi cara Johnson dan india, sehingga dicanangkan menjadi produk Inovasi Puskesmas Bulurokeng tahun 2019sampai sekarang
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.