ABSTRAKLatar Belakang: Proporsi ibu hamil dengan KEK di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2010 sebesar 33,5% meningkat menjadi 38,5% pada tahun 2013. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh umur, gravida, dan status bekerja terhadap kejadian KEK dan Anemia pada ibu hamil. Metode: Penelitian cross-sectional ini melibatkan 153 ibu hamil yang periksa selama bulan JanuariDesember 2014 sebagai sampel. Sampel ini dipilih secara acak dengan menggunakan teknik simple random sampling. Pengaruh antar variabel dianalisis menggunakan uji Logistic Regression (α = 0,05). Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang tidak bekerja memiliki kemungkinan 0,824 kali untuk mengalami KEK dibandingkan dengan ibu yang bekerja, ibu multigravida memiliki kemungkinan 1,021 kali untuk mengalami KEK dibandingkan dengan ibu primigravida, dan 3,200 kali untuk mengalami KEK dibandingkan dengan ibu primigravida, . Ibu hamil yang berumur < 20 tahun memiliki resiko mengalami Anemia 2,250 kali dibandingkan dengan umur 20-35 tahun, dan usia > 35 tahun memiliki resiko mengalami Anemia 5,885 kali lebih besar dibandingkan dengan usia 20-35 tahun. Ibu yang tidak bekerja memiliki resiko mengalami Anemia 1,990 lebih besar dibandingkan dengan ibu hamil yang bekerja. Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh status bekerja, primigravida terhadap kejadian KEK, dan terdapat pengaruh umur, status bekerja, dan gravida terhadap kejadian Anemia pada ibu hamil. Saran untuk ibu hamil adalah untuk melakukan konseling kepada petugas kesehatan secara teratur dan memenuhi kebutuhan nutrisinya selama hamil sesuai saran petugas kesehatan untuk mencegah terjadinya KEK dan anemia pada masa kehamilan.
Rheumatoid arthritis (RA) is a chronic autoimmune disease in which inflammation and oxidative stress play a key role in its pathophysiology. Complementary therapies along with medications may be effective in the control of RA. Propolis is a natural substance extracted from beehives, which have confirmed anti‐inflammatory and antioxidant effects. The present study aimed to review the possible effects of propolis on inflammation, oxidative stress, and lipid profile in patients with RA. English articles in online databases such as PubMed‑Medline, AMED, Google Scholar, EMBASE, Scopus, and Web of Science databases were searched. Pieces of evidence show that supplementation with propolis may have therapeutic effects on RA patients. Due to increased inflammation and oxidative stress in the affected joints of RA patients, propolis could inhibit the inflammatory cascades by inhibiting the nuclear factor kappa B pathway and reducing reactive oxygen species, malondialdehyde, and interleukin‐17 by increasing some antioxidants. Therefore, inflammation and pain reduce, helping improve and control RA in patients. Further investigations are required with larger sample sizes and different doses of propolis to demonstrate the definite effects of propolis on various aspects of RA.
ABSTRAKLatar Belakang: Pada masa balita membutuhkan asupan gizi yang mencukupi untuk menunjang proses tumbuh kembang tersebut. Kebutuhan gizi pada balita dapat dipenuhi dengan mengonsumsi makanan yang beragam. Pemenuhan pangan yang cukup tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup. Sumber daya pertanian dan perikanan seperti tambak memiliki potensi untuk menyediakan sumber pangan. Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk menganalisis perbedaan keragaman pangan dan tingkat kecukupan energi dan protein pada balita di wilayah pertanian dan tambak. Metode: Penelitian cross sectional ini menggunakan sampel sebanyak 55 balita dengan ibu/pengasuh sebagai responden. Sampel diambil menggunakan proportional random sampling. Keragaman pangan dinilai menggunakan Individual Dietary Diversity Score (IDDS) dan dinilai dengan kriteria minimum konsumsi 10 gram. Data konsumsi pangan dikumpulkan menggunakan food recall 2×24 jam kemudian dikonversi dibandingan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk mendapatkan Tingkat Kecukupan Energi dan Tingkat Kecukupan Protein. Data dianalisis menggunakan Mann Whitney Test. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita di wilayah pertanian tergolong keragaman pangan rendah dan balita di wilayah tambak tergolong keragaman pangan sedang (p=0,024). Balita di wilayah pertanian maupun tambak tergolong tingkat kecukupan energi kurang (p=0,588) dan tingkat kecukupan protein (p=0,459). Kesimpulan: Terdapat perbedaan keragaman pangan minimum konsumsi 10 gram diterapkan pada balita di wilayah pertanian dan tambak dan tidak terdapat perbedaan kecukupan energi serta protein pada balita di wilayah pertanian dan tambak.
Humans maintain their health by consuming a variety of vegetables and fruits that contain antioxidants, both enzymatic and no enzymatic. Raspberry is one of the most diverse genus of true dicotyledonous plants, which includes 12 subspecies and about 429 species. Raspberry fruit is rich in antioxidant compounds, especially polyphenols. Two species of raspberry were studied to determine the amount of antioxidants and phenolic and flavonoid compounds in their fruits at three different stages of fruit ripening immature, semi-ripe and mature. Natural samples of Rubus idaeus and Rubus strigosus were collected. In this study, the fruit extracts of two species were stored at -23 °C for about six months. Free radical cleansing and Ferric reducing antioxidant power methods were used to determine the antioxidant activities of the extracts. The antioxidant activity of both methods revealed a higher mean value in extracts from fully matured fruits compared with immature and semi-ripe fruits. The results showed that the antioxidant activity of Rubus strigosus is 9%, 10%, and 8% higher than Rubus idaeus in the stages of immature, semi-ripe, and full maturity, respectively.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.