Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang. Data Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 6.1% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Menurut National Alliance of Mental Illness (NAMI) berdasarkan hasil sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2013, di perkirakan 61.5 juta penduduk yang berusia lebih dari 18 tahun mengalami gangguan jiwa, 13,6 juta diantaranya mengalami gangguan jiwa berat seperti skizofrenia, gangguan bipolar. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan permasalahan kesehatan jiwa yang ada di negara-negara berkembang. Tujuan dari pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan masyaraakat umumnya dan keluarga yang menjadi binaan khususnya tentang bagaimana cara perawatan dan menjaga kesehatan jiwa setiap masyarakat serta merawat anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa. Metode yang dipergunakan dalam kegiatan ini adalah ceramah, diskusi dan simulasi. Luaran yang dihasilkan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah pemberdayaan masyarakat tentang kesehatan jiwa. Hasil yang di capai dalam pengabdian ini adalah meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang masalah kesehatan jiwa di lingkungan sekitarnya. Kesimpulannya adalah Kegiatan PPM ini telah dilaksanakan dan berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan maka diketahui bahwa terjadi peningkatan pengetahuan keluarga tentang masalah kesehatan jiwa yang terjadi di sekitar lingkungannya Kata kunci: Kesehatan jiwa, penyuluhan, warga.
Kondisi yang dialami oleh klien gangguan jiwa seringkali menyebabkan ketakutan dan kecemasan pada keluarga dan masyarakat sehingga diperlukan suatu upaya untuk bisa membantu keluarga beradaptasi dengan proses perawatan keluarganya yang mengalami gangguan jiwa. Proses adaptasi keluarga lebih cepat diwujudkan ketika keluarga dengan masalah yang sama berkumpul dan sharing untuk mengatasi masalah yang sama dalam sebuah kelompok swabantu yang disebut self help group. Tujuan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah untuk memfasilitasi pembentukan self help groups keluarga klien gangguan jiwa di wilayah kerja puskesmas Sukamerang Kabupaten Garut. Tahapan dalam kegiatan terdiri dari sosialisasi kegiatan nersama tokoh masyarakat setempat, pelatihan kader kesehatan, psikoedukasi keluarga, terapi suportif keluarga, dan proses pembentukan self help group. Metode pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah psikoterapi kelompok (group therapy) yang dimana dalam kelompok tersebut dilaksanakan diskusi, sharing experience, role play, dan tanya jawab. Luaran yang akan dihasilkan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah terbentuknya self help group atau kelompok swabantu pada keluarga klien dengan gangguan jiwa. Kesimpulan dari kegiatan ini adalah self help group yang terbentuk pada keluarga klien dengan gangguan jiwa merupakan suatu cara untuk menurunkan dampak psikososial pada keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa dan meningkatkan adaptasi dan produktifitas keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa di rumah Kata Kunci: Gangguan jiwa, kelompok swabantu,keluarga, self help group.
Angka kriminalitas setiap tahunnya mengalami peningkatan. Seseorang yang melakukan tindakan kriminalitas, dapat menimbulkan berbagai macam permasalahan yaitu kerugian materil maupun imateril. Dengan tinggal di lapas, narapidana wanita akan mengalami loss of family, loss of control, loss of model dan lack of stimulation sehingga dapat mengakibatkan keputusasaan. Dampak dari keputusasaan apabila tidak segera ditangani dapat mengakibatkan depresi dan bunuh diri. Logotherapy adalah psikoterapi yang bertujuan untuk membantu individu menemukan makna hidup pada situasi apapun termasuk dalam situasi yang tidak menyenangkan. Tahapan dari logotherapy ini dilakukan 4 sesi yaitu pengkajian, stimulasi imajinasi kreatif, memproyeksikan makna hidup dalam kehidupan sehari-hari dan evaluasi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh logotherapy terhadap keputusasaan pada narapidana wanita di Lapas wanita kelas IIA Bandung. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi experimental pre-post test non equivalent control group. Populasi dalam penelitian ini adalah semua narapidana wanita yang mengalami keputusasaan dan tidak mengalami depresi berat sebanyak 57 orang. Cara pengambilan sampel adalah secara total sampling. Penelitian dilakukan terhadap 57 responden yang terdiri dari 29 orang kelompok intervensi dan 28 kelompok kontrol. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner Beck Hopelessness Scale (BHS). Analisa data univariat yaitu dengan menghitung distribusi frekuensi dan sentral tendensi. Analisa bivariat menggunakan Paired t-test dan Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh logotherapy pada kelompok intervensi sebelum dan setelah diberikan logotherapy dengan nilai p value 0,001 dan t hitung 14,61. Rekomendasi hasil penelitian adalah perlunya pelaksanaan logotherapy dalam program pembinaan mental para narapidana yang mengalami keputusasaan di lapas wanita.
Demam merupakan suatu kondisi yang umum terjadi pada anak terutama balita dan sering terjadi karena sistem kekebalan tubuh yang belum sempurna, peningkatan suhu tubuh akibat infeksi atau peradangan.. Desain penelitian menggunakan Quasi Exsperimental dengan pendekatan pree and post-test nonequievalent control group. Jumlah sampel sebanyak 36 responden dibagi dalam dua kelompok yaitu 18 responden kelompok intervensi dan 18 responden kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh aplikasi manajemen demam dengan p value 0,05 terhadap kemandirian orangtua dalam penananganan demam pada balita, tidak ada perbedaan rata-rata kemandirian orangtua pada kelompok kontrol dengan p value = 0,601, terdapat perbedaan kemandirian orangtua pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p value = 0,000), tidak ada pengaruh faktor confounding terhadap kemandirian orangtua dalam penanganan demam dengan p value 0,005. Berdasakan hasil penelitian disarankan agar tenaga kesehatan dapat memberikan infromasi dengan edukasi dari berbagai media yang dapat dikembangkan secara kreatif dan inovatif sesuai dengan perkembangan teknologi dan menggunakan aplikasi managemen demam sehingga orang tua dapat melakukan tindakan awal dalam penanganan anak demam secara mandiri.Kata Kunci: Aplikasi Manajemen Demam , Kemandirian Orangtua, Balita, Demam.
BACKGROUND: Indonesian Government advised to begin to open the school for offline learning with strict COVID-19 prevention protocol in early September 2021. However, this policy may cause parents to feel anxious and concerned about their children’s health during face-to-face learning. The previous research has focused on parents’ perspectives and readiness toward their children’s digital use in general, leaving their beliefs, attitudes, and readiness concerning offline learning in the COVID-19 pandemic unexplored. AIM: This study aimed to identify knowledge, beliefs, and attitudes toward children’s offline learning among parents during the COVID-19 pandemic in Indonesia. METHODS: A cross-sectional survey was used to collect data using Survey Monkey. The sample in this study was parents who had children aged 6–12-years-old and willing to participate in this study. A linear regression model was employed to find readiness-related factors. RESULTS: A total of 800 (response rate was 80%) participants participated in the study. The average age was 34 (SD = 12.3), 60% were female and 54% worked in the public sector. Participants had an average knowledge score of 10.3 (SD = 3.27, with a range of 0–13), parental attitudes concerning the advantages and disadvantages of offline schooling versus online learning were 3.88 (SD = 0.12), the belief was 3.78 (SD = 0.89), and the readiness score was 3.45 (SD = 0.89). Attitude (β _= 3.04 and p = 0.001) and belief (β _= 2.89 and p = 0.001) were the factors associated with readiness to offline learning outbreak COVID-19 pandemic. CONCLUSIONS: The results suggested that the implementation of offline learning during the pandemic has been a positive response by families. Individuals may also benefit from targeted health education programs to strengthen COVID-19 knowledge, belief, and preparation for offline learning during pandemic COVID-19.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.